TRADISI JAWA : (RITUAL SEMBELIH BEKAKAK DI AMBAR KETAWANG)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Keindonesiaan
Dosen pengampu : Nur Edi Prabha Susila Yahya, S. TH.i., M.Ag.
Disusun oleh :
Kelompok 5
Kelas : 3C
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya lah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Ritual Sembelih Bekakak Di Ambar Ketawang”
Makalah ini diajukan guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Keindonesiaan, dengan dosen pengampu Bapak Nur Edi Prabha Susila Yahya, S. TH.i., M.Ag.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Salatiga, 26 Oktober 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tradisi 3
B. Nilai – Nilai Sebuah Tradisi 4
C. Sejarah Terjadinya Upacara Saparan Bekakak 5
D. Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping Dalam Konteks
Nilai – Nilai Sebuah Tradisi 7
E. Proses Penyembelihan Sepasang Boneka
Pengantin Bekakak 10
F. Pantangan – Pantangan 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan masing –masing yang berbeda antara budaya yang satu dengan yang lain. Kebudayaan budaya yang ada diindonesia dilandasi oleh toleransi yang tinggi. Upacara tradisional dalam masyarakat jawa adalah salah satu contohnya.upacara tradisonal merupakan salah satu pranata sosial religious yang diperlukan masyarakat sebagai usaha untuk memenuhi komunikasi dengan kekuatan magis atau roh leluhur .sebagai salah satunya adalah Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping yang hingga saat ini masih terjaga kelestariannya .Budaya Bekakak Gamping,penuh dengan simbol-simbol yang menitipkan suatu pesan didalamnya .untuk mengetahuai makna simbol dalam Budaya Bekakak Gamping digunakan untu metode analisis semiotika.Semiotika itu sendiri adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda .Tanda-tanda adalah perangkat yang bisa kita pakai dalam upaya berusaha untuk mencari jalan didunia ini,ditengah –tengah manusia. Upacara Saparan Bekakak semula bertujuan untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta kepada Sri Sultan Hamengkubuwono I.Tradisi khas berupa penyembelihan bekakak, sepasang boneka temanten (pengantin jawa) muda yang terbuat dari tepung ketan sirup gula merah,merupakan siasat dari Sri Sultan Hamengkubuwono I guna untuk mengelabuhi setan –setan penunggu Gunung Gamping.oleh karena itu dengan mengangkat tema Makna Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping ini diharapkan bisa memberi pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai kebudayaan yang mungkin kurang dijadikan perhatian secara khusus oleh masyarakat sebagaian besar.sehingga menambah wawasan serta bisa melestarikan budaya agar tidar pudar dalam perkembangan zaman saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu tradisi dan nilai apa saja yang terkandungnya?
2. Bagaimana sejarah terjadinya upacara saparan bekakak?
3. Bagaimana upacara adat saparan bekakak gamping dalam konteks nilai-nilai sebuah tradisi?
4. Bagaimana proses penyembelihan sepasang boneka pengantin bekakak?
5. Apa saja pantangan-pantangan tradisi penyembelihan bekakak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetaui apa itu tradisi beserta nilai-nilainya.
2. Untuk mengetahui sejarah terjadinya upacara saparan bekakak
3. Untuk mengetahui upacara adat saparan bekakak gamping dalam konteks nilai nilai sebuah tradisi
4. Untuk mengetahui proses penyembelihan sepasang boneka pengantin bekakak
5. Untuk mengetahui apa saja pantangan-pantangan tradisi penyembelihan bekakak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetian Tradisi
Dalam Ensiklopedia disebutkan bahwa adat adalah “kebiasaan” atau “tradisi” masyarakat yang telah dilakukan berulang kali secara turun-temurun. Kata “adat” disini tidak lazim dipakai tanpa membedakan mana yang mempunyai sanksi, seperti “hukum adat”, dan mana yang mempunyai sanksi, seperti disebut adat saja.
Pengertian tradisi menurut para ahli :
1. Soerjono Soekamto (1990)
Menurut Soerjono Soekamto tradisi ialah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dengan secara langgeng (berulang-ulang).
2. WJS Poerwadarminto (1976)
Menurut WJS Poerwadarminto tradisi ialah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dalam masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus, seperti adat, budaya, kebiasaan dan juga kepercayaan.
3. Van Reusen (1992)
Menurut Van Reusen tradisi ialah warisan atau norma adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tetapi tradisi bukan sesuatu yang tidak bisa dirubah. Tradisi justru perpaduan dengan beragam perbuatan manusia dan di angkat dalam keseluruhannya.
4. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Menurut KBBI tradisi ialah adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.
Pengertian tradisi secara umum adalah segala sesuatu yang diwariskan atau disalurkan dari masa lalu ke masa saat ini tau masa sekarang yang sudah menjadi sebuah kebiasaan.
B. Nilai-nilai Sebuah Tradisi
Dalam suatu kebudayaan tradisi Jawa pada umumnya terdapat nilai-nilai dasar yang terkandung didalamnya, misalnya:
1. Nilai Religius Magis
Religius magis hidup dalam kesukuan masyarakat Jawa. Nilai tersebut mempengaruhi dan akhirnya menjadi tradisi yang hidup subur dan kekal dalam kehidupan masyarakat. Masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi dari padanya, dan masalah mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka ragam untuk mencari hubungan dengan ketentuan-ketentuan tersebut.
2. Nilai GotongRoyong
Sikap hidup masyarakat sehari-hari seperti sikap gotong royong dan tolong menolong masih dijunjung tinggi oleh masyarakat, hal ini menunjukkan sifat tradusional masyarakat desa. Corak hidup masyarakat yang demikian menunjukkan ciri tradisional masyarakat desa yang mempunyai suasanya demokratis dimana sebelum mengambil keputusan untuk melakukan tindakan tertentu selalu diawali dengan musyawarah sehingga setiap kegiatan adalah hasil keputusan bersama seluruh warga masyarakat.
3. NilaiSeni
Dalam budaya Jawa, terdapat suatu kesenian yang diuraikan dalam salah satu wujud rasa budaya manusia ialah alam seni. Alam seni ini terdiri beberapa unsur, yaitu:seni rupa, seni sastra, seni musik, dan seni drama. Alam seni merupakan aktivitas tingkah laku yang berpola pada manusia yang dalam mengungkapkannya penuh dengan tindakan-tindakan simbolis.
Dari ketiga tindakan diatas merupakan warisan budaya dari nenek moyang. Tindakan-tindakan simbolis seperti ini masih banyak yang tetap dilaksanakan dengan penghayatan akan tuah dan pengaruh magisnya dalam kehidupan masyarakat Jawa. Namun, ada pula masyarakat Jawa hanya melaksanakan secara praktis tanpa penghayatan batiniah lagi, tetapi hanya melakukan sesuai pola-pola tradisional yang berlaku sebagai penghormatan kepada karya-karya budaya nenek moyangnya yang bersifat religius telah hilang dan tinggal tindakan alegoris belaka.
C. Sejarah Terjadinya Upacara Saparan Bekakak
Kegiatan sosial budaya yang dilakukan oleh masyarakat DesaAmbarketawang Dalam wujud upacara tradisional penyembeihan pengantinBekakak atau sepasang boneka yang terbuat dari tepung beras dan tepungketan yang diisi cairan gula jawa yang diberi warna merah sebagai juruhyang secara legendaries dihubungkan dengan tokoh Ki Wirasuta sekeluarga sebagai abdi dalem penongsong yang setia kepadapangeranmangkubumi yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono I yang meninggal dunia secara misterius.Tradisi ini dilakukan pada bulan Sapar maka disebut dengan saparan.
Upacara tradisional di Yogyakarta lebih dari dua misalnya, Saparan Ki Ageng Wonolelo di Ngemplak Sleman, Rebo Wekasan yang menjadi tradisi bagi masyarakat Bantul, Jatinom yang dikenal dengan Yokowiyu (apeman) yang ada di Klaten, dan yang terakhir adalah Saparan Kali Buko di Kecamatan Kokap Kabupaten Dati II Kulon Progo. Setiap kegiatan saparan mempunyai ciri yang berbeda-beda seperti halnya dengan tradisi saparan di Gamping Sleman Yogyakarta yang tepatnya di Desa Ambarketawang yang mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu penyembelihan sepasang pengantin Bekakak yang sebagai ritual persembahan.
Bersumber dari generasi ke generasi, saparan ini dilakukan atas dawuh dalem Pangeran Mangkubumi sebagai tanda untuk mengingat kesetiaan abdi dalem Ki Wirosuto ysng meninggal dunia secara misterius dan untuk keselamatan masyarakat yang pada waktu itu mencari batu kapur atau gamping. Upacara saparan ini mula-mula dimaksudkan untukmemperingati jasa dan kesetiaan Ki Wirosuto sebagai abdi dalem, tetapi seiring dengan berjalannya waktu maksud dari upacara saparan ini berubah, yakni sebagai simbol untuk meminta keselamatan dari Ki Wirasuta sekeluarga yang menguasai Gunung Gamping. Perubahan maksud itu rupanya didasarkan pada pengalaman dan kepercayaan masyarakat setempat.
Dahulu sewaktu Gunung Gamping masih dalam keadaan utuh, pengambilan batu gamping oleh masyarakat dilakukan secara bebas. Gunung ini merupakan sumber kehidupan masyarakat Gampingdan sekitarnya. Pengambilan batu gamping ini cukup sulit dan berbahaya biasanya sering menyebabkan korban jiwa. Pada waktu dulu korban manusia dan kecelakaan selalu terjadi setiap tahunnya dan yang lebih umum terjadi pada bulan Sapar. Masyarakat memiliki simbol tersendiri jika terdengar suara Bende dicanangkan dari Gunung Gamping maka itu pertanda di Gunung Gamping telah terjadi mala petaka ataubahaya.
Berhubung dengan sering terjadinya korban manusia, maka Sri Sultan HB I memerintahkan agar memberikan sesaji-sesaji setahun sekali berupa penyembelihan sepasang pengantin bekakak sebagai simbol pengganti korban manusia, dengan maksud agar korban manusia tidak selalu bertambah.
D. Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping dalam Konteks Nilai-nilai Sebuah Tradisi
Tradisi Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping merupakan warisan nenek moyang secara turun temurun dari jaman dahulu hingga sekarang merupakan suatu keharusan untuk tetap melaksanakannya setiap satu tahun sekali pada hari Jumat, bulan Sapar antara tanggal 10 – 20 kalender Jawa, pada pukul 14.00 WIB (kirab temanten bekakak), sedangkan untuk penyembelihan bekakak dilakukan pada pukul 16.00 WIB. Oleh karena itu untuk hari pelaksanaan upacara sudah tidak dapat diubah. Ketetapan tersebut sudah diberlakukan sejak jaman nenek moyang warga Desa Ambarketawang karena tanggal tersebut dianggap merupakan hari baik. Pernah sempat terjadi polemik mengenai penyelenggaraan Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping. Sebagian masyarakat menginginkan agar pelaksanaan diganti hari selain hari Jumat, dikarenakan Jumat adalah waktu bersamaan dengan ibadah Sholat Jumat yang wajib dikerjakan oleh semua umat muslim laki- laki. Kegiatan ini dianggap menghambat ibadah bagi warga muslim yang akan melaksanakan Ibadah Sholat Jumat. Namun hal itu tidak melunturkan tradisi yang sudah berjalan sejak dulu sehingga Upcara Adat Saparan Bekakak Gamping tetap dilaksanakan sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan.
Hal ini diperkuat bahwa sejarah perkembangan religi masyarakat Jawa dimulai juga sejak jaman prasejarah, mereka membayangkan bahwa disamping segala roh yang ada tentu ada kekuatan paling berkuasa dan lebih kuat dari manusia, maka untuk menghindarkan gangguan dari roh itu maka penduduk setempat memuja-mujanya dengan jalan mengadakan upacara (Herusatoto, 2001:88).
Oleh karena itu dengan diadakannya Upacara Adat Saparan Bekakak, masayarakat desa Ambarketawang secara bersama-sama memohon kepada Tuhan melalui Upacara Saparan Bekakak, agar seluruh warga diberi keselamatan, dijauhkan dari sambikolo atau bencana-bencana atau hal-hal yang akan mengancam keselamatan warga Ambarketawang dan seluruh isinya. Jadi pada dasarnya Upacara Adat Saparan Bekakak ini cukup melekat pada masyarakat Ambarketawang Gamping yang memiliki keyakinan dan keharusan untuk melaksanakan upacara ritual tersebut dengan beberapa alasan yang mendukung, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, diadakannya upacara ini adalah untuk mengenang jasa dan kesetiaan Ki Wirosuto yang meninggal dunia secara misteriusdalam menjalankan tugas menunggu bekas Pesanggrahan Kraton Ambarketawang atas dhawuh dalem Sri Sultan HB I, selain itu juga dimaksudkan oleh masyarakat setempat mengharap keselamatan agar terhindar dari segala macam bencana, karena Desa Ambarketawang adalah desa yang dikelilingi perbukitan kapur sehingga dulu sebagian besar masyarakat setempat menggantungkan hidupnya sebagai penambang batu kapur. Untuk itu melalui Upacara Adat saparan Bekakak ini, dimaksudkan untuk dipersembahkan kepada dhayang penunggu Gunung Gamping agar dalam pengambilan batu kapur diberi keselamatan karena mengingat dalam proses penambangan batu kapur memiliki resiko bahaya yang sangat besar. Selain itujuga
Kedua, ungkapan terima kasih, kebahagiaan, serta rasa syukur kepadaTuhan YME karena telah memberi keselamatan tanpa ada bencana yang meninpa desa dan seluruhisinya.
Ketiga, selain untuk persembahan keselamatan serta ungkapan terima kasih kepada tuhan YME, Upacara Adat Saparan Bekakak juga merupakan kalender event tahunan Dinas Pariwisata Sleman. Upacara Adat Saparan Bekakak dikemas sedemikian rupa dan dalam setiap kirabnya memberikan inovasi setiap tahunnya agar menarik wisatawan baik dalam maupun luar negri.
Adapun tujuan diadakannya Upacara Adat Saparan Bekakak ini diantaranya adalah:
a. Melestarikan nilai-nilai budaya tradisional
b. Untuk menarik wisatawan baik wisatawan domestik maupun manca negara
c. Meningkatkan dan menjaga sifat kegotong-royongan, persaudaraan, serta kerukunan masyarakat di wilayah Desa ambarketawang.
Penyelenggaraan Upacara Adat Saparan Bekakak di Desa Ambarketawang melibatkan berbagai pihak terutama panitia upacara saparan, panitia inilah yang mengururusi pelaksanaan jalannya upacara. Mereka bertugas mengatur persiapan-persiapan upacara, acara-acara, pengumpulan dana, pengerahan tenaga dan sebagainya. Untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara adat saparan bekakak di Gamping, banyak dibutuhkan tenaga, materi,serta partisipasi masyarakat setempat. Persiapan upacara ini justru lebih banyak menyita waktu serta tenaga dan ketelitian. Misalnya dalam pembuatan sepasang pengantin bekakak, sesaji-sesaji, kembar mayang, dan sebagainya.
Pagelaran upacara saparan bekakak menuai banyak kontroversi yang mana penduduk mayoritas Kecamatan Gamping adalah muslim. Sebagian warga beranggapan bahwa upacara saparan bekakak ini mengandung unsur musyrik. Menurut sebagian penduduk Gamping beranggapan bahwa Islam Kejawen adalah tindakan sinkretisme yaitu mencampur adukkan ajaran yang sudah jelas jauh berbeda dan bertolak belakang. Sampai kapanpun agama dan budaya merupakan dua hal yang tidak akan pernah bisa untuk disatukan. Di Gamping ini terdapat beberapa organisasi Islam garis keras yang menentang diadakannya pegelaran saparan bekakak ini. Namun banyak juga yang mendukung penuh diadakannya upacara saparan bekakak ini. Sebagian besar organisasi Islam tersebut hanyalah pendatang bukan warga Gamping asli, sehingga kedekatan emosional dengan upacara adat tersebut dirasa kurang. Berbeda dengan warga gamping asli yang menginginkan upacara adat tersebut terus diselenggarakan. Sebuah hal yang dilematis antara melesatarikan budaya atau keimanan terhadap agama.
Kontroversi dari internal inilah yang sebenarnya menjadi faktor penghambat utama dalam pelestarian budaya saparan bekakak. Pada tahun 1989 sempat tidak diselelnggarakan upacara adat saparan bekakak dikarenakan banyak penolakan-penolakan dari warga setempat. Namun kevakuman itu tidak berlangsung lama, masayarakat bahu membahu kembali menyelenggarakan upacara adat tersebut karena tidak ingin kehilangan kebudayaan khas daerah setempat. Sehingga penyelenggaraan Upacara Adat Saparan Bekakak kini beralih fungsi, yang semula untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta terhadap Sri Sultan HB I kemudian beralih fungsi lagi menjadi ritual persembahan kepada dhayang penunggu Gunung Gamping, agar para penambang batu kapur selamat, karena mengingat dalam menambang batu kapur sangat berbahaya dan penuh resiko. Hingga sekarang fungsi dari penyelenggaraan upacara adat saparan bekakak tersebut hanya semata meneruskan tradisi yang sudah ada, karena penduduk sekitar tidak menginginkan jika kebudayaan mereka menghilang seiring dengan perkembanganjaman.
E. Proses Penyembelihan Sepasang Boneka Pengantin Bekakak
Prosesi penyembelihan sepasang boneka pengantin bekakak diawali dengan dilakukannya kirab yang dimulai dari Balai Desa Ambarketawang. Kirab yang mengiringi joli atau yang berisi boneka pengantin bekakak serta sesaji adalah kirab adat. Pada awal penyelenggaraan Upacara Adat Saparan Bekakak peserta kirab hanya sebatas kirab adat saja.
Kirab Adat berisi dua pasang boneka pengantin bekakak, sepasang genderuwo, sesaji-sesaji, replika hewan kesayangan Ki Wirasuta, beberapa komunitas kesenian daerah setempat, serta beberapa prajurit yang mengawal. Pelaksanaan Upacara Adat Saparan Bekakak dirasa monoton sehingga yang semula diselenggarakan oleh pemerintah daerah setempat, kini diserahkan kepada masyarakat Gamping untukmengelolanya.
Pada tahun 2006 akhir, merupakan peralihan kepanitiaan penyelenggara Upacara adat Saparan Bekakak. Penyelenggara saparan bekakak dulu di kelola oleh pemerintah setempat, kemudian dilimpahkan sepenuhnya kepada warga Gamping. Tahun 2007 adalah merupakan awal diselenggarakannya upacara Adat Saparan Bekakak yang berbeda dari penyelenggaraan pada tahun-tahun sebelumnya. Penambahan simbol seperti Pra kirab dan Kirab Penggembira, yang terdapat dalam Upacara Adat Saparan Bekakak merupakan inovasi dari panitia penyelenggara yang baru agar saparan bekakak dikemas lebih menarik, efektif, dan menghibur.
Pra Kirab adalah barisan pembuka yang terdapat barisan Tonti, marching band, organisani kemasyarakatan, PKK, dan masih banyak lagi. Pra Kirab merupakan suatu barisan yang mempertontonkan potensi SDMyang terdapat di wilayah Gamping. Pra Kirab terletak pada awal kirab. Sedangkan Kirab Penggembira adalah kirab pamungkas yang mengiringi Kirab Adat.
Kirab Penggembira berisi barisan dari berbagai macam paguyuban kesenian dari berbagai daerah tidak hanya dari wilayah Gamping. Dalam Kirab Penggembira ini para paguyuban seni mempertontonkan hasil kesenian yang digeluti. Kostum yang digunakan lengkap dengan segala asesoris layaknya akandipentaskan.
Barisan upacara kirab pengantin bekakak di Desa Gamping itu berangkat dari Balai Desa Ambarketawang menuju ke arah Selatan, kemudian di samping jalan besar menuju arah Jogja-Wates belok ke kiri (arah ke Timur). Setelah melewati Pasar Gamping, lalu belok ke kanan (arah ke Selatan), kemudian menuju ke arah bekas Gunung Gamping (sekarang menjadi Kampus Stikes A.Yani), di sinilah tempat penyembelihan sepasang boneka temanten bekakak yang pertama. Arak-arakan kirab boneka temanten bekakak dilanjutkan ke tempat penyembelihan boneka bekakak yang ke dua di Gunung Kliling. Lokasi ini berada disebelah utara bekas keraton (pesanggrahan) Ambarketawang, tempat yang merupakan tempat tinggal Pangeran Mangkubumi pada waktu dulu.
F. Pantangan - Pantangan
Semua komponen upacara keagamaan seperti tempat upacara, waktuatau saat-saat upacara, peralatan atau perlengkapan upacara dan lain sebagainya sebagai sifat sakral atau keramat. Karena sifatnya ini maka tidak boleh dilakukan dengan cara sembarangan, harus dilakukan dengan hati-hati sebab kalau tidak akan menimbulkan dari berbagai larangan atau pantangan- pantangan.
Dengan larangan-larangan atau pantangan para pelaku terlibat didalam upacara keagamaan itu akan memperoleh rasa khusuk. Pantangan-pantangan ini merupakan ketentuan selama berlakunya kegiatan upacara, sedangkan wujudnya berupa pesan-pesan dari tokoh leluhur yang merupakan larangan- larangan agar tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diwariskan oleh leluhur itu, bisa juga larangan itu berwujud, makanan, ucapan, dan sebagainya.
Dalam suatu upacara adakalanya mempunyai pantangan-pantangan yang harus dipatuhi atau larangan-larangan yang tidak boleh ditinggalkan dalam pelaksanaan upacara tersebut. demikian juga dalam seluruh pelaksanaan upacara tradisional saparan bekakak ini memiliki pantangan- pantangan bagi mereka yang terlibat langsung dalam upacara tersebut. Pantangan yang dimaksud adalah bagi mereka yang membuat sesaji sepasang boneka pengantin bekakak tidak boleh kotor, harus suci dalam artian mereka harus orang-orang tua atau wanita yang sudah tidak datang bulan lagi dan masih dalam lingkup keluarga atau secaraturun-temurun.
Dalam pelaksanaan upacara sugengan ageng, Ki Juru Kunci harus sesirih atau mutih selama tiga hari sebelum hari upacara kirab sepasang boneka pengantin bekakak dimulai dan disertai rasa ikhlas tanpa pamrih, selain itu juga dalam upacara ini harus ada cerutu, jenewer, impling atau candu, jadah bakar, rondo kemul, sebab semua itu merupakan simbol dari makanan kegemaran Ki Wirasuta. Sedangkan dalam upacara sugengan ageng
yang harus ada tawonan karena ini juga merupakan simbol dari makanan kegemaran Sri Sultan HB I. Bagi para pengunjung yang menyaksikan penyembelihan sepasang boneka pengantin bekakak ini masyarakat dilarang memakai pakaian serba hijau karena dianggap menyamai Kanjeng Ratu Kidul, dan dilarang mengambil atau menggunakan batu-batu bata bekas Kraton Ambarketawang. Jika pantangan itu dilanggar maka akan terjadi hal- hal yang tidak diinginkan yang biasanya akan menimpa warga sekitar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upacara bekakak dilaksanakan pada setiap satu tahun sekali pada hari Jumat, bulan Sapar antara tanggal 10 – 20 kalender Jawa, pada pukul 14.00 WIB (kirab temanten bekakak), sedangkan untuk penyembelihan bekakak dilakukan pada pukul 16.00 WIB.
Diadakannya upacara ini adalah :
1. Untuk mengenang jasa dan kesetiaan Ki Wirosuto yang meninggal dunia secara misteriusdalam menjalankan tugas menunggu bekas Pesanggrahan Kraton Ambarketawang atas dhawuh dalem Sri Sultan HB I
2. masyarakat setempat mengharap keselamatan agar terhindar dari segala macam bencana, karena Desa Ambarketawang adalah desa yang dikelilingi perbukitan kapur.
3. Upacara Adat saparan Bekakak ini, dimaksudkan untuk dipersembahkan kepada dhayang penunggu Gunung Gamping agar dalam pengambilan batu kapur diberi keselamatan
4. Sebagai ungkapan terima kasih, kebahagiaan, serta rasa syukur kepadaTuhan YME karena telah memberi keselamatan tanpa ada bencana yang meninpa desa dan seluruhisinya
Upacara tersebut dilaksanakan dengan empat tahap: tahap midodareni, kirab, nyembelih pengantin, sugeng ageng. Peserta kirab dibagi menjadi tiga: pra kirab, kirab adat dan kirab penggembira. Tujuannya untuk mendo’akan ki wirasuta dan nyi wirosuto, serta menyedekahkan sebagian hasil panen mereka untuk bersama. Dan sebelum upacara penyembelihan bekakak pengantin, ada ritual khusus semacam mujahadan dan tahlilannya juga.
DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedia Islam, jilid I (Jakarta;PT ichtiar baru van hoeve, 1999)
Fiki Trisnawati Wulandari, Skripsi: “Pergeseran Makna Budaya Bekakak Gampling “ (Yogyakarta: UPN “Veteran” Yogyakarta, 2011)
Rofiana Fika Sari, “ Pengertian Tradisi Menurut Para Ahli ‘(http://www.idpengertian.com/pengertian-tradisi-menurut-para-ali/), Di akses pada 26 Oktober 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar