Senin, 07 Oktober 2019

TAS’IR DAN IHTIKAR

TAS’IR DAN IHTIKAR
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Fikih Ekonomi dan Bisnis Islam
Dosen Pengampu : Arsyil Azwar Senja, L.C.,M.E.I

Disusun Oleh :
Kelompok 05

JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan segala nikmatNya. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di yaumul qiyamah nanti.Alhamdulilah berkat Rahmat dan Anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah fiqh ekonomi dan bisnis islam ini yang berjudul “TAS’IR DAN IHTIKAR” dengan  baik.
Tujuan kami dalam membuat makalah ini yakni untuk mengetahui bagaimana ketentuan penetapan harga dalam syariat islam. Tentunya dalam pembuatan makalah ini ada beberapa pihak yang mendukung dan membantu kami, oleh karena itu kami berterima kasih kepada:
1.Allah SWT  yang sudah melimpahkan Rahmat dan HidayahNya sehingga ketika menyusun makalah ini berjalan dengan lancar.
2.Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan sehingga kami bias menyelesaikan makalah ini
3.Bapak Arsyil Azwar Senja, L.C.,M.E.I. selaku dosen yang mengampu mata kuliah Fikih Ekonomi dan Bisnis Islam, yang telah memberikan bimbingan dalam menyusun makalah ini.
4.Semua teman yang selalu memberikan kritik dan saran yang membangun.
Kami mohon maaf apabila makalah ini belum sepenuhnya sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik maupun saran dari pembaca.

Salatiga, 3 Oktober 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1
DAFTAR ISI2
BAB I3
PENDAHULUAN3
A.Latar Belakang3
B.Tujuan3
C.Rumusan Masalah3
BAB II4
PEMBAHASAN4
A.Tas’ir4
a)Pengertian Tas’ir ( Penetapan Harga )4
b)Dasar Hukum Tas’ir5
c)Macam-macam tas’ir5
d)Syarat-syarat tas’ir6
B.Ihtikar6
a)Pengertian ihtikar6
b)Dasar Hukum Ihtikar8
c)Macam-Macam Ihtikar9
d)Sikap Ahli Fikih tentang Ihtikar9
BAB III11
PENUTUP11
A.Kesimpulan11
DAFTAR PUSTAKA12

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari pastinya semua manusia tidak akan pernah bias lepas dari kegiatan yang namanya ekonomi, maupun itu jual beli, hutang piutang, penitipan barang, pengalihan hutang, sewa menyewa maupun kegiatan ekonomi lainnya. Tentu saja dalam berekonomi harus berjalan sesuai dengan syariat islam supaya diRidhoi oleh Allah Swt dan tidak ada pihak yang sama sekali dirugikan.
Dalam transaksi di kegiatan ekonomi pasti ada yang namanya harga, maka dari itu makalah ini disusun guna memberikan penjelasan bagaimana cara menetapkan harga yang baik dan tidak mendzalimi pihak lain.
B.Tujuan
1.Untuk mengetahui penerapan tas’ir dan ihtikar yang benar dalam kehidupan sehari-hari.
2.Untuk menjelaskan penerapan tas’ir dan ihtikar yang selama ini sudah berjalan di masyarakat sudahkan sesuai syariat islam apa belum.
C.Rumusan Masalah
1.Bagaimana cara menerapkan tas’ir dan ihtikar yang benar dalam kehidupan ?
2.Apakah penerapan tas’ir dan ihtikar di masyarakat selama ini sudah sesuai dengan syariat islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Tas’ir
a)Pengertian Tas’ir ( Penetapan Harga )
Secara bahasa tas‘īr adalah السعر تقدير (mengukur harga). secara istilah adalah bahwa seorang penguasa atau wakilnya atau siapa saja dari kalangan pejabat pemerintahan, memberlakukan suatu putusan kepada kaum Muslimin agar mereka menjual barang-barang dengan harga tersebut, dimana mereka dilarang untuk menaikkan atau mengurangi harganya dari harga yang dipatok, demi kemaslahatan bersama.
Dari Anas bin Malik berkata: “Harga pada zaman Rasulullah SAW menjulang tinggi”. Lalu orang-orang berkata: “Wahai Rasulullah, harga menjulang tinggi tetapkanlah harganya”, beliau menjawab:

إِنَّ اللهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ وَإِنِّي َلأَرْجُو
ْ أَنْ أَلْقَى اللهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ يَطْلُبُنِي بِمَظْلِمَةٍ فِي دَمٍ وَلاَ مَالٍ
Artinya : “Sesungguhnya Allahlah Zat Yang menetapkan harga, Yang menahan, Yang mengulurkan, dan yang Maha Pemberi rezeki. Sungguh, aku berharap dapat menjumpai Allah tanpa ada seorang pun yang menuntutku atas kezaliman yang aku lakukan dalam masalah darah dan tidak juga dalam masalah harta”.  (HR Abu Dawud, Ibn Majah dan at-Tirmidzi).

Pada zahirnya hadis ini sebagaimana yang dianut oleh kebanyakan ahli fikih menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak mematok harga sekalipun harganya membumbung tinggi. As-Syaukani menambahkan bahwa secara eksplisit hadis tersebut tidak membedakan antara keadaan harga tidak stabil dan stabil.
b)Dasar Hukum Tas’ir
Dalil asal hukumnya tas'ir adalah haram, dan tidak boleh kecuali karena kondisi darurat. Dalil yang keharaman pematokan harga ini adalah hadits riwayat Anas bin Malik:

غلا السعبر على عهد ريول الله صلى الله عليه و سلم فقالوا يارسول الله لوسعرت؟ فقال: إن الله هو القابض الباسط الرزاق المسعر، وإن لارجو أن ألقى الله عز وجل ولايطلبني احد بمظلمة ظلمتها اياه في دم ولامال رواه الخمسة الا النسائي وصححه الترمذي
Artinya: "Suatu ketika terjadi krisis di zaman Rasulullah ﷺ, kemudian para sahabat meminta kepada beliau menetapkan harga² barang: "Andaikan tuan mahu menetapkan harga barang?" Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah swt Dzat Yang Maha Mengendalikan, Maha membeber, Maha Pemberi Rizki dan Maha Penentu Harga. Sesungguhnya tiada suatu pengharapan pun jika Allah ﷻ sudah mentakdirkan, maka jangan ada seorang pun yang memintaku untuk melakukan suatu kedhaliman yang aku perbuat atas diri seseorang terhadap darah dan juga hartanya.” (HR Imam lima selain al-Nasai. Dishahihkan oleh al Tirmidzy).
c)Macam-macam tas’ir
1.Harga yang berlaku secara alami,tanpa campur tangan dan ulah para pedagang. Dalam harga seperti ini, para pedagang bebas menjual barangnya sesuai dengan harga yang wajar akan tetapi dengan mempertimbangkannya.
2.Harga suatu barang yang ditetapkan pemerintah setelah mempertimbangkan modal dan keuntungan bagi para pedagang dan keadaan ekonomi masyarakat.
d)Syarat-syarat tas’ir
1.Barang atau jasa tersebut sangat diperlukan oleh masyarakat banyak.
2.Pemerintah tersebut adalah pemerintah yang adil.
3.Penetapan harga itu dilakukan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan modal dan keuntungan para pedagang.
4.Ada pengawasan yang berkesinambungan dari pihak penguasa terhadap pasar. Pengawasan tersebut harus mengawasi harga maupun barang sehingga tidak terjadi penimbunan barng oleh pedagang. Oleh karena itu harus membentuk suatu badan yang khusus.

B.Ihtikar
a)Pengertian ihtikar
Monopoli dalam bahasa Arab disebut ihtikār. Dalam kamus-kamus bahasa Arab ihtikār mempunyai arti yang banyak, diantaranya sebagai berikut:
1.Az-Zamakhsyari adalah ihtakāra attha‘ām artinya: menimbun makanan sehinga harganya naik).
2.Ibnu Manzur mengartikannya al- ihtikār ialah mengumpulkan makanan dan yang sejenisnya dari apa-apa yang dimakan dan menahannya dengan menunggu naiknya harga.
3.Al jauhari mendefinisikan ihtikār at-ta‘ām artinya: mengumpulkan dan menimbun dengan menunggu harganya naik.
4.Shahib taj al aruf mendefinisikan al-hakar artinya: mengumpulkan makanan dan yang sejenisnya dari apa-apa yang dimakan dan menahannya dengan menunggu naiknya harga.

Pendapat para Ulama :
1.Menurut Hanafiyah ihtikār diartikan dengan penimbunan bahan makanan sehingga harganya melonjak tinggi.
2.Menurut Syafi‘iyah ihtikār adalah membeli bahan makanan waktu harganya tinggi dan menyimpannya, kemudian menjualnya dengan harga diatas normal, sehingga menyulitkan orang banyak.
3.Menurut Malikiyah ihtikār ialah penimbunan barang yang dijual, karena dengan menyimpannya akan memperoleh keuntungan disebabkan harga di pasaran tidak stabil.
4.Menurut Ibnu Hazm az-Zahiri ihtikār yaitu penimbunan yang membahayakan manusia adalah haram baik itu dalam pembelian dan menahan barang yang dijual. Kelima, ihtikār menurut Imamiyah adalah mengumpulkan dan menimbun bahan makanan dengan menunggu harganya membumbung. Keenam, menurut Yusuf Qaradawi ihtikār ialah menahan barang dari perputaran di pasar sehingga harganya naik.
Monopoli dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tanggal 5 Maret 1999 Bab I Pasal 1 didefinisikan sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. (Gunawan Widjaja, 2000: 94) Pengertian monopoli dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud adalah situasi yang pengadaan barang dagangannya tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurang kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan. (Depdikbud, 1996: 664) Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ihtikār (monopoli) adalah menyimpan barang-barang yang dibutuhkan orang banyak baik dilakukan oleh satu orang atau satu kelompok dengan tujuan menjualnya kembali di atas harga normal serta dapat mengendalikan harganya sehingga memperoleh keuntungan yang banyak.

b)Dasar Hukum Ihtikar
sahabat Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
من احتكر حكرة يريد أن يغلي بها على المسلمين فهو خاطئ, رواه أحمد
Artinya: “Barangsiapa menimbun barang yang dibutuhkan orang Muslim, dengan niat membuatnya mahal (paceklik), maka dia orang yang bersalah (pendosa). (HR. Ahmad)
Imam Khatib Al-Syirbiny dalam Mughny al-Muhtâj, Juz 2 halaman 38 menjelaskan keharaman praktik monopoli, dengan ulasannya sebagai berikut:
ويحرم الإحتكار للتضييق على الناس
Artinya: “Haram melakukan monopoli karena niat menyulitkan orang banyak.” (Syamsudin Muhammad bin Ahmad Al-Khathib al-Syirbiny, Mughny al-Muhtâj, Beirut: Daru al-Ma’rifah, 1997: 2/38).
Dari sudut pandang ilmu ekonomi, jika permintaan bertambah dan jumlah barang berkurang, maka secara otomatis harga barang akan menjadi naik. Konsep ini sering dipergunakan oleh banyak pelaku ekonomi guna melakukan monopoli barang, demi meraup keuntungan yang diinginkannya akibat inflasi harga. Oleh karena hal inilah maka praktik monopoli adalah termasuk perbuatan zalim.

c)Macam-Macam Ihtikar
1.Haram, dikatakan haram apabila:
a.Barang yang ditimbun adalah terdiri dari bahan makanan pokok negara atau tempat penimbun
b.Barang dibeli dari pasaran dengan niat menghilangkan dari pasaran sehingga dapat menambah tingginya harga
c.Penimbunan terjadi melebihi kebutuhan keluarganya
2.Makruh, Kemakruhan ihtikar adalah terjadi bilamana:
a.Menimbun tanpa tujuan untuk maksud menghilangkan komoditas dari pasaran
b.Barang yang ditimbun terdiri atas bahan pokok makanan
c.Menimbun pada waktu barang itu ada dalam jumlah banyak. Menimbun untuk keperluannya dan keluarganya.

3.Jaiz, Jaiz atau boleh melakukan ihtikar apabila:
a.Barang yang ditimbun terdiri atas bahan pokok makanan negara
b.Menimbun pada waktu lapang.
c.Niat menimbun adalah bukan untuk mempengaruhi harga di pasaran
d.Seseorang menyimpan untuk kebutuhannya dan keluarganya.
e.Menimbun di negara yang penduduknya musyrik
4.Sunnah, Kesunnahan melakukan ihtikar adalah apabila:
a.Objek yang ditimbun adalah bahan pokok makanan
b.Penimbunan dilakukan saat harga barang itu sedang surplus dan murah
c.Dalam kondisi surplus, barang tidak sedang sangat dibutuhkan masyarakat
d.Barang akan dikeluarkan kembali sampai ia dibutuhkan
e.Menimbun dengan niat menjaga kemaslahatan masyarakat
d)Sikap Ahli Fikih tentang Ihtikar
1.Menimbun yang diperbolehkan atau mubah yaitu:
i.Menimbun sesuatu tanpa tujuan untuk menjualnya.
ii.Boleh menimbun manisan, minyak, dan makanan hewan.
2.Keadaan diperbolehkannya menimbun:
i.Menimbun pada waktu yang lapang.
ii.Seseorang menyimpan untuk kebutuhannya dan keluarganya.
iii.Menimbun di negara yang penduduknya musyrik.
Menimbun yang mandub yaitu jika menimbun untuk kemaslahatan umum, seperti dijelaskan oleh Subkhi, Qadi Husain, Royani dan Khamili bahwasanya jika harga barang itu sedang murah dan barang itu tidak sedang dibutuhkan masyarakat, maka tidak dilarang untuk menimbun sampai barang itu dibutuhkan, dan hal ini baik karena bermanfaat bagi masyarakat.



BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan  
1.Dari makalah yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tas’ir (penetapan harga) boleh dilakukan asalkan memenuhi syarat, antara lain adalah Barang atau jasa tersebut sangat diperlukan oleh masyarakat banyak, Pemerintah tersebut adalah pemerintah yang adil, Penetapan harga itu dilakukan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan modal dan keuntungan para pedagang, Ada pengawasan yang berkesinambungan dari pihak penguasa terhadap pasar.
2.Dapat disimpulkan juga bahwasanya ada beberapa hokum di Ihtikar sesuai dengan syariat islam, yakni haram, makruh, jaiz, dan sunnah. Hokum-hukum tersebut bias diterapkan dalam kehidupan sesuai dengan keadaan.









DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zaini. 2018. Ihtikar dan Tas’ir dalam Kajian Hukum Bisnis Syariah. Journal of Sharia Economic Law. Tawazun. Vol.1 (No.2):189

Ahmad Zaini. 2018. Ihtikar dan Tas’ir dalam Kajian Hukum Bisnis Syariah. Journal of Sharia Economic Law. Tawazun. Vol.1 (No.2):194

Nuonline, Hukum Asal Pematokan Harga¸ diakses dari https://islam.nu.or.id/post/read/96493/hukum-asal-pematokan-harga. Pada 2 Oktober 2019 pukul 16.38

http://irwantokrc.blogspot.com/2015/04/at-tasir-al-jabari-penetapan-harga-oleh.html?m=1 diakses pada 3 Oktober 2019 pukul 10.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar