Senin, 21 Oktober 2019

MAKALAH TAFSIR MAKANAN DAN MINUMAN Q.S AL-BAQARAH : 172-173

MAKALAH TAFSIR
MAKANAN DAN MINUMAN Q.S AL-BAQARAH : 172-173
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir
Dosen Pengampu : RA Umi Saktie Halimah, LC.,M.Pd.I.






Disusun oleh :
Kelompok 05



Kelas 3A

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
A. Latar Belakang
Makanan yang halal dan baik merupakan tuntunan agama. Halal dari segi dhahiriyah dan sumber untuk mendapatkan makanan tersebut apakah melalui cara – cara yang halal. Memakan makanan yang halal dan baik merupakan bukti ketaqwaan kita kepada Allah, karena memakan makanan halal dan baik merupakan salah satu ibadah.
Allah membolehkan manusia seluruhnya memakan makanan yang telah diberikan Allah di bumi ini, yang halal dan yang baik saja, serta meninggalkan yang haram. Allah menyeru manusia supaya menikmati makanan – makanan yang baik dalam kehidupan mereka dan menjahui makanan – makanan yang tidak baik, karena dunia diciptakan untuk seluruh manusia. Karunia Allah bagi setiap manusia adalah sama, baik beriman atau tidak beriman. Dalam makalah ini akan dibahas tentang makanan yang halal dan baik yang meliputi, hadits tentang makanan halal dan baik, pengertian makanan halal dan baik, manfaat dari makanan halal.
B. Ayat Al Qur’an dan Terjemahannya

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (۱٧۲) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٧۳)

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Baqarah : 172-173)
C. Tafsir dan Pembahasan
1. Tafsir Al-Mishbah
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.”
Kesadaran iman yang bersemi di hati mereka menjadikan ajakan Allah kepada orang-orang yang beriman sedikit berbeda dengan ajakan-Nya kepada seluruh manusia. Bagi orang-orang mukmin, tidak lagi disebut kata halal, seperti yng disebut pada ayat 168 yang lalu, karena keimanan yang bersemi di dalam hati merupakan jaminan kejauhan dari mereka yang tidak halal. Mereka di sini bahkan diperintah untuk bersyukur disertai dengan dorongan kuat yang tercermin pada penutup ayat 172 ini, yaitu bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.
Syukur adalah mengakui dengan tulus bahwa anugerah yang diperoleh semata-mata bersumber dari Allah sambil menggunakannya sesuai tujuan penganugerahannya atau menempatkannya pada tempat yang semestinya.
Setelah menekankan perlunya makan makanan yang baik-baik, dijelaskan-Nya makanan yang buruk, dalam bentuk redaksi yang mengesankan bahwa hanya yang disebut itu yang terlarang, walau pada hakikatnya tidak demikian.
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Yang dimaksud bangkai adalah binatang yang berembus nyawanya tidak melalui cara yang sah, seperti yang mati tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, dan diterkam binatang buas, namun tidak sempat disembelih, dan (yang disembelih untuk berhala). Dikecualikan dari pengertian bangkai adalah binatang air (ikan dan sebagainya) dan belalang.
Binatang yang mati karena faktor ketuaan atau mati terjangkit penyakit pada dasarnya mati karena zat beracun sehingga bila dikonsumsi oleh manusia sangat mungkin mengakibatkan keracunan. Demikian juga binatang karena tercekik dan dipukul, darahnya mengendap di dalam tubuhnya. Ini mengidap zat beracun yang membahayakan manusia.
Darah, yakni darah yang mengalir bukan yang substansi asalnya membeku, seperti limpa dan hati. Daging babi, yakni seluruh tubuh babi, termasuk tulang, lemak, dan kulitnya.
Binatang yang ketika disembelih disebut namaselain Allah, artinya bahwa binatang semacam itu baru haram dimakan bila disembelih dalam keadaan menyabut selain nama Allah. Adapun bila tidak disebut nama-Nya, binatang halal yang disembelih demikian maka dapat ditoleransi untuk dimakan.
Kasih sayang Allah melimpah kepada makhluk sehingga Dia selalu menghendaki kemudahan untuk manusia. Dia tidak menetapkan sesuatu yang menyulitkan mereka, dan karena itu pula larangan diatas dikecualikan oleh bunyi kelanjutan ayat :Tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Keadaan terpaksa adalah keadaan yang diduga dapat mengakibatkan kematian; sedang tidak menginginkannya adalah tidak memakannya padahal ada makanan halal yang dapat dia makan, tidak pula memakannya memenuhi keinginan seleranya. Sedang, yang dimaksud dengan tidak melampaui batas adalah tidak memakannya dalam kadar yang melebihi kebutuhan, menutup rasa lapar dan memelihara jiwanya. Keadaan terpaksa dengan ketentuan demikian ditetapkan Allah karena sesungguhya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Penutup ayat ini dipahami juga oleh sementara ulama sebagai isyarat bahwa keadaan darurat tidak dialami seseorang kecuali akibat dosa yang dilakukannya, yang dipahami dari kata Maha Pengampun. Keputusasaan yang mengantar seseorang merasa jiwanya terancam tidak akan menyentuh hati seorang mukmin sehingga dia akan bertahan sampai datangnya jalan keluar dan pertolongan Allah. Bukankah Allah telah menganugerahkan kemampuan kepada manusia untuk tidak menyentuh makanan melalui ketahanan yang dimilikinya juga lemak, daging, dan tulang yang membungkus badannya?
Penjelasan tentang makanan-makanan yang diharamkan diatas, dikemukakan dalam konteks mencela masyarakat Jahiliah, baik di Mekkah maupun di Madinah, yang memakannya. Mereka, misalnya membolehkan memakan binatang yang mati tanpa disembelih dengan lasan bahwa yang disembelih atau dicabut nyawanya oleh manusia halal, mengapa haram yang dicabut sendiri nyawanya oleh Allah?
Penjelasan tentang keburukan ini dilanjutkan dengan uraian ulang tentang mereka yang menyembunyikan kebenaran, baik menyangkut kebenaran Nabi Muhammad, urusan kiblat, haji dan umrah, maupun menyembunyikan atau akan menyembunyikan tuntutan Allah menyangkut makanan. Orang-orang Nasrani membenarkan sedikit minuman keras, kendati dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit dari mereka yang meminumnya dengan banyak.

2. Tafsir Jalalain
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (۱٧۲)
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di anatara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”.


(Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara makanan yang baik-baik) maksudnya yang halal, (yang kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah) atas makanan yang dihalalkan itu (jika kamu benar-benar  hanya kepada-Nya menyembah ).
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٧۳)
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai) maksudnya memakannya karena konteks pembicaraan mengenai hal itu, maka demikian pula halnya yang sesudahnya. Bangkai ialah hewan yang tidak disembelih menurut syariat. Termasuk dalam hal ini hewan-hewan hidup yang disebutkan dalam hadits, kecuali ikan dan belalang (darah) maksudnya yang mengalir sebagaimana kita dapati pada binatang-binatang ternak, (daging babi) desebutkan daging, karena merupakan maksud utama, sedangkan yang lain mengikutinya (dan binatang yang ketika menyembelihnya disebut nama selain Allah) artinya binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain asma Allah.’Uhilla’ dari ‘ihlaal’ ialah mengeraskan suara yang biasa mereka lakukan ketika menyembelih kurban untuk tuhan-tuhan mereka. (Tetapi barang siapa berada dalam keadaan terpaksa) artinya keadaan memaksanya untuk memakan salah satu yang diharamkan ini lalu ia memakannya (sedangkan ia tidak menginginkannya) tidak keluar dari golongan kaum muslimin (dan ia tidak menjadi seorang yang melampaui batas) yaitu melakukan pelanggaran terhadap mereka dengan menyamun mereka dalam perjalanan (maka tidaklah berdosa memakannya). (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap wali-wali-Nya (lagi Maha Penyayang) kepada hamba-hamba-Nya yang taat sehingga mereka diberi-Nya kemudahan dalam hal itu. menurut Imam Syafii, mereka yang tidak dibolehkan memakan sedikit pun dari kemurahan yang telah Allah perkenankan itu ialah setiap orang yang melakukan maksiat dalam perjalanannya, seperti budak yang melarikan diri dari tuannya dan orang yang memungut cukai tidak legal selama mereka belum bertobat. 
3. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
a. (Ayat 172) Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, makanlah dari rezeki yang Allah berikan kepada kalian dan Dia perbolehkan untuk kalian. Dan bersyukurlah kepada Allah secara lahir dan batin atas semua karunia yang Dia berikan kepada kalian. Salah satu bentuk syukur kepada-Nya ialah melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi maksiat terhadap-Nya. Ini jika kalian benar-benar mengabdi kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu.
b. (Ayat 173) Sesungguhnya makanan yang Allah haramkan bagi kalian hanyalah binatang yang mati tanpa disembelih sesuai syarak, darah yang mengucur dan mengalir, daging babi dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain nama Allah. Apabila seseorang terpaksa harus memakan sesuatu (dari yang diharamkan itu) tanpa kezaliman (seperti memakannya tanpa ada kebutuhan untuk memakannya), dan tidak melampaui batasan darurat, maka tidak ada dosa dan hukuman baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat. Salah satu wujud kasih sayang-Nya ialah Dia memperbolehkan mereka memakan makanan yang diharamkan tersebut ketika dalam keadaan darurat.
4. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
a. ( Ayat 172) كُلُوا۟ مِن طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ(makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu) Thoyyib yakni makanan yang halal dan nikmat, maka makanlah itu dan jangan kalian haramkan sesuatu yang tidak diharamkan Allah, dan jangan pula melarang untuk memakan makanan yang oleh ahli jahiliyyah dan yang lainnya mereka haramkan atas kehendak mereka sendiri. إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah) Yakni jika kalian mengkhususkan ibadah hanya untuknya maka makanlah dari hal-hal yang baik, dan jangan kalian hiraukan apa yang diharamkan oleh selain Allah.
b. (Ayat 173) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ (Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai) Ayat ini mengkhususkan pengharaman hanya pada hal-hal yang disebutkan di dalamnya. Makna (الميتة) bangkai: hewan yang telah keluar ruhnya tanpa penyembelihan syar’i. dan yang dimaksud disini adalah hewan-hewan darat, adapun hewan-hewan laut maka seluruhnya boleh dimakan baik yang masih hidup maupun yang telah mati. وَالدَّمَ(darah) Darah yang diharamkan merupakan darah yang mengalir (ketika penyembelihan). Diriwayatkan oleh Aisyah bahwa pernah ia memasak daging lalu terdapat warna kuning yang timbul keatas kuali disebabkan darah. Namun Rasulullah memakannya dan tidak mempermasalahkan itu. وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ (daging babi) Yakni segala jenis babi diharamkan. وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَيْرِ اللَّـهِ ۖ (dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah) Yakni yang disembelih dengan disebutkan nama selain nama Allah, seperti Laata dan Uzza. فَمَنِ اضْطُرَّ. (Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) ) Yakni yang dalam keadaan yang mengharuskannya untuk memakan makanan-makanan haram ini disebabkan kelaparan atau tidak mempunyai sesuatu untuk mereka makan atau karena dipaksa dan takut mendapatkan bahaya dari paksaan itu. غَيْرَ بَاغٍ (sedang dia tidak menginginkannya) Maksud dari (الباغي) adalah yang makan diatas kebutuhannya. وَلَا عَادٍ (dan tidak (pula) melampaui batas) (العادي) adalah yang memakan hal-hal yang diharamkan ini dan dia tidak meresa terpaksa karena tidak memiliki pilihan lain. فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ (maka tidak ada dosa baginya) Yakni tidak berdosa apabila ia memakannya, karena Allah memberi rukhshoh untuk orang yang dalam situasi darurat dan Allah tidak akan menghukumnya. إِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) Yakni mengampuni atas dosa memakan makanan haram karena terpaksa. رَّحِيمٌ (lagi Maha Penyayang) Yakni menyayangi orang tersebut dengan menghalalkan baginya makanan haram.
5. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili
a. (Ayat 172) Ayat ini adalah perintah kepada kaum muslimin secara khusus setelah perintah kepada manusia umumnya. Yang demikian itu karena pada dasarnya mereka lah yang mengambil manfaat dari perintah-perintah dan larangan-larangan, disebabkan keimanan mereka, perintah Allah untuk makan hal-hal yang baik dari rizki dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat nikmatNya dengan menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah dan taqwa dengan nikmat nikmat tersebut yang dapat menyampaikan kepada hakikat syukur. Ayat ini juga menunjukkan bahwa memakan hal-hal yang baik adalah penyebab amal sholeh dan diterimanya amal tersebut. Allah memerintahkan untuk bersyukur setelah mendapatkan kenikmatan, karena dengan bersyukur akan memelihara kenikmatan yang ada tersebut, dan akan memunculkan kenikmatan-kenikmatan yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana sikap kufur nikmat akan menjauhkan kenikmatan yang tidak ada dan menghilangkan kenikmatan yang telah ada.
b. (Ayat 173) Dan ketika Allah menyebutkan bolehnya hal-hal yang baik, Dia sebutkan juga haramnya hal-hal yang kotor, melalui FirmanNya, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,” yaitu binatang yang mati tanpa disembelih secara syar’i, karena bangkai itu kotor lagi berbahaya, karena kejelekan dzatnya, dan karena mayoritas bangkai itu adalah dari penyakit, sehingga menambah penyakitnya. Namun pembuat syariat mengecualikan dari keumuman tersebut, bangkai belalang dan ikan, karena kedua bangkai itu halal lagi baik. Juga “darah” yaitu darah yang mengalir (mengucur) sebagaimana yang telah dibatasi oleh ayat yang lain, “Dan binatang yang ketika disembelih disebutkan nama selain Allah,” yakni, disembelih untuk selain Allah seperti hewan yang disembelih untuk patung, berhala dari batu, kuburan, dan sebagainya. Hal-hal yang telah disebutkan di atas tidaklah membatasi bagi hal-hal yang diharamkan. Hal-hal tersebut disebutkan dalam ayat ini hanya untuk menjelaskan jenis dari hal-hal yang kotor tersebut yang dimaksudkan dari pemahaman terbalik dalam FirmanNya, “hal-hal yang baik.” Keumuman apa-apa yang diharamkan dapat dipahami dari ayat terdahulu dari FirmanNya, “halal lagi baik” sebagaimana yang telah berlalu. Sesungguhnya hal yang kotor itu atau yang semacamnya diharamkan untuk kita, sebagai bentuk kasih sayangNya kepada kita dan pemeliharaan diri dari hal-hal yang berbahaya. Walaupun demikian, “barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya,” maksudnya, terpaksa beralih kepada yang haram karena lapar dan tidak punya apa-apa, atau dipaksa, “sedang dia tidak menginginkannya,” yakni, tidak mencari yang haram padahal dia mampu mendapatkan yang halal atau karena tidak adanya rasa lapar, “dan tidak pula melampaui batas,” yakni kelewat batas dalam menikmati apa yang telah diharamkan tersebut karena keterpaksaan tadi, maka barangsiapa yang terpaksa dan ia tidak mampu mendapatkan yang halal dan ia makan menurut batas kebutuhan mendasar saja dan tidak lebih dari itu, “maka tidak ada dosa,” yakni kesalahan, “baginya” dan apabila dosa yang telah dihilangkan, maka perkara itu kembali kepada asal-muasalnya. Dan manusia dalam kondisi seperti ini diperintahkan untuk makan, bahkan ia dilarang untuk mencelakakan dirinya atau membunuh dirinya, maka wajiblah atasnya untuk makan, bahkan ia berdosa jika tidak makan hingga ia meninggal, yang akhirnya dia telah membunuh dirinya sendiri. Pembolehan dan keringanan ini adalah rahmat dari Allah terhadap hamba-hambaNya. Oleh karena itu Allah menutup ayat ini dengan 2 nama yang paling mulia lagi sangat sesuai tersebut, seraya berfirman, “Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” Ketika kehalalan itu disyaratkan dengan 2 hal tersebut dan kondisi dalam manusia seperti ini kemungkinan tidak mengerahkan segala upayanya dalam merealisasikannya, maka Allah mengabarkan bahwasanya Dia adalah maha pengampun, Dia akan mengampuninya dari kesalahan yang terjadi dalam kondisi seperti ini khususnya, yang sesungguhnya keterpaksaan itu telah mendesaknya dan kesulitan itu telah menghilangkan segala perasaannya. Ayat ini adalah dalil untuk sebuah kaidah yang terkenal yaitu, “Kedaruratan membolehkan hal-hal yang diharamkan,” Setiap hal yang telah diharamkan sedang manusia sangat membutuhkannya (karena darurat), maka hal itu telah diperbolehkan oleh dzat yang maha memiliki lagi maha penyayang, karena itu segala pujian hanya bagiNya dan juga rasa syukur yang pertama dan yang terakhir, yang lahir maupun yang batin.
D. Hukum
Hukum yang tercipta dengan diturunkannya surat al-baqarah ayat 172-173 tersebut adalah:
1. Kewajiban mensyukuri rezeki yang baik yaitu datangnya dari Allah SWT.
2. Kewajiban memakan makanan  yang halal.
3. Keharaman (larangan) memakan bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain nama Allah SWT.
4. Terdapat rukhsoh bagi orang yang dalam kesulitan (darurat) dan terpaksa untuk memakan hal yang diharamkan tersebut untuk mempertahankan hidup dengan ketentuan tidak dalam keadaan dan tujuan maksiat, tidak menginginkannya dan tidak berlebihan memakannya.
E. Hikmah yang Terkandung
1. Hikmah Diharamkannya Bangkai
Pertama kali haramnya makanan yang disebut oleh ayat al-Quran ialah bangkai, yaitu binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha manusia yang memang sengaja disembelih atau dengan berburu. Hikmah diharamkannya bangkai:
a. Naluri manusia yang sehat pasti tidak akan makan bangkai dan dia pun akan menganggapnya kotor. Seluruh agama samawi memandang bangkai itu suatu makanan yang haram. Mereka tidak boleh makan kecuali yang disembelih, sekalipun berbeda dengan cara menyembelihnya.
b. Binatang yang mati dengan sendirinya, pada umumnya mati karena sesuatu sebab, mungkin karena sesuatu penyakit atau makan tumbuh-tumbuhan yang beracun dan sebagainya.
c. Allah mengharamkan bangkai kepada umat manusia, dengan begitu ia telah memberi kesempatan kepada hewan atau burung untuk memakannya sebagai tanda kasih sayang Allah kepada binatang atau burung-burung.
d. Supaya manusia selalu memperhatikan binatang-binatang yang dimilikinya, tidak membiarkan begitu saja binatangnya itu diserang oleh penyakit sehingga akan mati.
2. Hikmah diharamkannya Darah
Makanan kedua yang diharamkan ialah darah yang mengalir. Ibnu Abbas pernah ditanya tentang limpa (thihal), beliau menjawab: Makanlah! Orang-orang kemudian berkata: itu kan darah. Maka jawab Ibnu Abbas: Darah yang diharamkan atas kamu hanyalah darah yang mengalir. Rahasia diharamkannya darah yang mengalir di sini adalah justru karena kotor, yang tidak mungkin jiwa manusia yang bersih suka kepadanya. Orang-orang jahiliyah dahulu kalau lapar, diambilnya sesuatu yang tajam dari tulang ataupun lainnya, lalu ditusukkannya kepada unta atau binatang dan darahnya yang mengalir itu dikumpulkan kemudian diminum. Karena dengan mengeluarkan darah dengan cara seperti itu termasuk menyakiti dan melemhkan binatang, maka akhirnya diharamkanlah darah tersebut oleh Allah.
3. Hikmah diharamkannya Daging Babi
Dilihat dari beberapa mudharat (kerugian) mengonsumsi daging babi dari berbagai sudut pandang kajian ilmiah, diantaranya adalah:
a. Babi adalah hewan yang sangat rakus dan kotor seperti yang diketahui bahwa binatang yang tidak memiliki kelenjar keringat. Dengan demikian ekskresi kulit pada babi terjadi dibawah lapisan kulit.
b. Daging babi  mengandung Urid Acid (asam urat) dengan kadar yang tinggi 98%.
c. Dalam daging babi terdapat cacing pita yang apabila dikonsumsi manusia akan membahayakan karena banyak menimbulkan penyakit.
4. Hikmah diharamkannya memakan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.
Adapun keharaman suatu yangg disembelih sambil menyebut nama selain Allah, tidaklah ini diharamkan karena zatnya. Tapi disebabkan oleh ketidaktulusan jiwa dan tidak ada bulatan tujuan, maka zat tersebut tergolong yang najis. 
F. Kesimpulan
Hikmah yang dapat diambil dari isi makalah tentang makanan dan minuman.
1. Menjalankan perintah Allah SWT untuk selalu mengonsumsi makanan yang halal saja.
2. Berusaha untuk mensyukuri segala nikmat Allah.
3. Ikhlas dalam menerima segala sesuatu yang dianugerahkan Allah kepadanya, dengan menjalani ibadah dan ketaatan sebagai manifestasi dari rasa ikhlas dan syukur tersebut.
4. Memahami tuntunan Allah dalam Al-Qur'an tentang makanan yang halal dan haram.
5. Menjauhi makanan yang diharamkan, seperti yang disebutkan dalam ayat dengan penuh keikhlasan, kecuali dalam kondisi yang sagat terpaksa






Daftar Pustaka

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati, 2009.
Tafsir Al-BAqarah ayat 172-173 Makanan Minuman. Juni 20, 2015. http://naskahtua.blogspot.com/2015/06/tafsir-al-baqarah-172-173-makanan.html?m=1 (accessed Oktober 13, 2019).
Tafsir Web. http://tafsirweb.com/658-surat-al-baqarah-ayat-172.html (accessed Oktober 13, 2019).
Taqiy, Abu Firly Bassam. Terjemah Tafsir Jalalain Jilid 1. Depok: Senja Media Utama, 2018.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar