SEKATEN DI LINGKUNGAN ISTANA KESULTANAN YOGYAKARTA
Disusun GunaMemenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Keindonesiaan
Dosen Pengampu: Nur Edi Prabha Susila Yahya, S. TH.I., M.Ag.
Disusun oleh:
Kelompok 04
Kelas 3C
PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw yang telah menunjukan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dengan bahasa yang sangat indah.
Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang kami beri judul Sekaten di Lingkungan Istana Kesultanan Yogyakarta. Dalam makalah ini kami mencoba untuk menjelaskan tentang asal mula tradisi perayaan Sekaten, rangkaian ritual perayaan Sekaten, dan tujuan adanya perayaan tradisi sekaten. Kami harap makalah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk pembelajaran dan referensi.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Nur Edi Prabha Susila Yahya, S. TH.I., M.Ag. yang telah membimbing mata kuliah Islam Keindonesiaan, dan penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami dilain waktu.
Salatiga, 10 Oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN1
A.Latar Belakang Masalah1
B.Rumusan Masalah1
C.Tujuan1
BAB II PEMBAHASAN2
A.Sejarah Asal Mula Perayaan Sekaten di Yogyakarta2
B.Rangkaian Perayaan Sekaten di Yogyakarta4
C.Simbol-Simbol Dan Filosofi Dalam Upacara Sekaten7
D.Tujuan Dari Perayaan Sekaten9
BAB III PENUTUP10
A.Kesimpulan10
DAFTAR PUSTAKA11
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri dari berbagai suku yang mana masing-masing suku memiliki tradisi kebudayaan yang unik yang memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia. Menurut bahasa, tradisi adalah adat istiadat turun temurun yang masih dijalankan di dalam masyarakat sampai sekarang. Sedangkan suku adalah salah satu kelompok yang dominan di Indonesia, yang kebanyakan mendiami provinsi Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur.
Suku Jawa memiliki banyak tradisi dan kebudayaan yang beragam di setiap daerah. Salah satu warisan kebudayaan suku jawa di daerah Solo dan Yogyakarta adalah upacara Sekaten.
Sekaten merupakan upacara kerajaan yang bertujuan memperingati hari Maulud nabi Muhammad SAW. Mengapa sekaten dilaksanakan di kota Solo dan Yogyakarta? Itu semua tak lepas dari taktik devide et impera yang dilakukan Belanda untuk memecah belah kerajaan Mataram Islam melalui perjanjian Giyanti. Dulunya sekaten merupakan cara Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Akan tetapi sekarang, selain untuk mempertahankan kebudayaan jawa, Sekaten diselenggarakan bertujuan untuk memenuhi sector ekonomi dan pariwisata di area Solo dan Yogyakarta.
B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana sejarah asal mula perayaan Sekaten diadakan?
2.Bagaimana rangkaian perayaan Sekaten di Yogyakarta?
3.Bagaimana simbol-simbol dan filosofi dalam upacara sekaten?
4.Apakah tujuan dari perayaan Sekaten?
C.Tujuan
1.Mengetahui sejarah asal mula tradisi perayaan Sekaten.
2.Menganalisis rangkaian ritual perayaan Sekaten di Yogyakarta.
3.Mengetahui simbol-simbol dan filosofis dalam upacara Sekaten.
4.Mengetahui tujuan diselenggarakannya tradisi Sekaten.
BAB II PEMBAHASAN
A.Sejarah Asal Mula Perayaan Sekaten di Yogyakarta
Sekaten dimulai dari zaman Kerajaan Demak, yaitu kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berdiri setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Berakhirnya Kerajaan Majapahit maka berakhir pula kerajaan Hindu di Jawa di bawah pemerintahan Prabu Brawijaya V. Raja Demak yang pertama adalah Raden Patah yang bergelar Sultan Bintara. Sebagai Raja Islam, Raden Patah selalu berupaya untuk menyiarkan Agama Islam ke seluruh pelosok negeri. Namun masyarakat kebanyakan sudah melekat dengan ajaran Hindu sehingga Raden Patah berupaya untuk mengajak masyarakat untuk masuk Islam dan meyakini akan kebenaran Agama Islam. Kemudian Raden Patah pun mengadakan pertemuan dengan para Wali Songo, diantaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat dan Sunan Gunung Jati. Pertemuan anatar Raden Patah dan Wali Songo tersebut membahas tentang bagaimana menyebarkan ajaran Islam dimulai dari tanah Jawa. Dari pertemuan tersebut Sunan Kalijaga memiliki usul tentang cara penyebaran Agama Islam agar diterima oleh masyarakat yang sejak dahulu sudah memeluk Agama Hindu. Sunan Kalijaga mengusulkan agar masyarakat dibiarkan tetap melaksanakan adat atau Agama Hindu, namun dilakukan beberapa perubahan agar sesuai dengan syari’at.
Karena orang Jawa menyukai seni musik atau dalam hal ini yaitu gamelan, maka penghormatan terhadap Hari Raya Islam diberikan unsure gamelan. Salah satunya yaitu pada hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Di dalam masjid diadakan tabuh gamelan, agar orang-orang tertarik. Jika sudah berkumpul kemudian diberikan pelajaran tentang agama Islam. Dan untuk keperluan itu, para Wali menciptakan seperangkat gamelan yang dinamakan Kyai Sekati. Kata sekati merupakan satuan berat 680 kilogram sebagai ilustrasi dari beratnya perangkat gamelan yang digunakan, kemudian mengalami transformasi menjadi kata sekaten.
Usul dari Sunan Kalijaga tersebut disepakati oleh Wali Songo dan Raden Patah, yaitu memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Mulud dengan unsure gamelan. Pada hari tersebut, di dalam masjid diadakan gamelan. Ternyata banyak masyarakat yang tertarik untuk datang ke masjid dan melihat gamelan. Selain rakyat, para bupati juga datang ke kerajaan untuk memberikan penghormatan kepada raja. Mereka datang beberapa hari sebelum tanggal 12 Mulud dan membuat rumah (tenda – tenda) di alun – alun untuk bermalam. Bupati menghadap raja dan kemudian beserta para rakyatnya menggiring raja ke masjid. Karena hal tersebut maka tibul kata “Garebeg” yang berasal dari kata “Anggrubyung” yang berarti menggiring atau berkerumun.
Orang- orang yang datang ke halaman masjid pun diminta untuk mendengarkan pidato – pidato tentang ajaran Agama Islam. Pidato itu berisi tentang dasar – dasar ajaran Agama Islam seperti bunyi kalimat syahadat serta maksud dan tujuan kalimat tersebut. Kalimat syahadat merupakan kalimat yang dibaca seseorang ketika masuk Islam dan juga untuk mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT. Kalimat syahadat juga ditulis di pintu gerbang masjid. Karena banyaknya orang yang datang dan bermalam di alun – alun, maka banyak pula orang yang berjualan di sekitar alun – alun. Sekaten selain berasal dari kata syahadatain juga berasal dari beberapa kata yaitu :
1.Sahutain yang berarti menghentikan atau menghindari dua perkara yaitu sifat lacur dan menyeleweng.
2.Sakhatain yang berarti menghilangkan dua perkara yaitu sifat hewan dan sifat setan yang melambangkan kerusakan.
3.Sakhotain yang berarti menanamkan dua perkara yaitu memelihara budi luhur dan menyembah Tuhan.
4.Sekati yang berarti setimbang dalam menilai hal – hal yang baik dengan yang buruk.
5.Sekat yang berati batas untuk tidak berbuat kejahatan yaitu tahu dimana batas kebaikan dengan kejahatan.
Tradisi ini terus dilestarikan oleh raja – raja yang memerintah pada masa berikutnya hingga masa Kerajaan Mataram. Pada zaman Kerajaan Mataram hingga pindah ke Yogyakarta dan Surakarta, sekaten ini diadakan untuk kepentingan politik dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kesetiaan para bupati yang ada di wilayah kerajaan. Saat perayaan sekaten bupati harus datang dengan menyerahkan upeti dan memperlihatkan rasa hormatnya kepada raja. Apabila bupati berhalangan hadir maka harus diwakilkan oleh pihak kerajaan. Apabila bupati yang berhalangan hadir tidak diwakilkan maka hal tersebut dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap raja.
Pada masa Kerajaan Mataram selain untuk tujuan memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dan kepentingan politik kerajaan, sekaten diadakan untuk menunjukkan bahwa raja yang berkuasa masih memiliki hubungan dengan Nabi Muhammad SAW. Selain itu, sekaten juga memiliki peran dalam ekonomi karena dengan adanya perkembangan zaman, sekaten kemudian dimanfaatkan dalam sektor perdagangan. Sekaten dijadikan sebagai lahan untuk berdagang oleh masyarakat selain untuk mendengarkan gamelan.
B.Rangkaian Perayaan Sekaten di Yogyakarta
Upacara sekaten adalah upacara yang digunakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang diselenggarakan di alun-alun utara keratin (istana) Jawa, setiap tanggal 12 Maulud. Rangkaian acara sekaten di Keraton Yogyakarta antara lain sebagai berikut :
1.Miyos Gangsa
Perayaan Sekaten diawali dengan prosesi Miyos Gangsa . Upacara ini berupa keluarnya Gamelan Sekati, yakni Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nagawilaga dari keraton. Gamelan tersebut selanjutnya akan ditempatkan di Pagongan Masjid Gedhe dan ditabuh selama satu minggu. Sore pukul 15.00 WIB, kedua perangkat gamelan tersebut diletakan terlebih dahulu di Bangsal Pancaniti, Plataran Kamandhungan Lor. Pukul 11.00 WIB, gamelan dibawa menuju dua buah bangunan di kanan kiri Masjid yang disebut sebagai Pagongan.
2.Numplak Wajik
Upacara Numplak Wajik dilaksanakan di Plataran Kemagangan, dipimpin oleh GKR Mangkubumi.
Prosesi ini dilakukan dengan menempatkan wajik di tengah badan Gunungan Wadon. Numplak Wajik adalah penanda dimulainya proses menyusun gunungan yang akan diarak dan dibagikan saat Garebeg nanti.
3.Mbusanani Pusaka
Prosesi Mbusanani Pusaka dilaksanakan di Gedhong Jene. Prosesi ini dilaksanakan oleh para Pangeran Sentana yang dipimpin oleh Mantu Dalem Kangjeng Pangeran Harya (KPH) Wironegoro. Dalam prosesi Mbusanani Pusaka ini, beberapa pusaka Kraton Yogyakarta dikeluarkan dari ruang penyimpanan untuk dirawat dan diganti busananya (kain pelindung) sebagai persiapan menjelang upacara Garebeg Mulud nanti.
4.Bethak
Prosesi bethak dilaksanakan di Bangsal Sekar Kedhaton, komplek Keputren, pada Kamis petang. Prosesi ini dipimpin oleh GKR Hemas sebagai Permaisuri Dalem. Selepas maghrib, Sri Sultan menyerahkan pusaka Kanjeng Nyai Mrica dan Kanjeng Kyai Blawong kepada GKR Hemas. Menggunakan pusaka yang berbentuk periuk (kendhil) tersebut, GKR Hemas bersama dengan Putra dan Sentana Dalem Putri (putri dan kerabat wanita Sultan) akan menanak nasi sebanyak tujuh kali. Nasi yang dimasak dalam Upacara Bethak tersebut akan diserahkan kepada Sri Sultan pada saat pesowanan keesokan harinya.
5.Kundur Gangsa
Sebagai tanda berakhirnya Sekaten, gamelan Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nagawilaga dibawa kembali dari Pagongan Masjid Gedhe ke dalam keraton. Prosesi diawali dengan hadirnya (miyos) Sri Sultan di Pelataran Masjid Gedhe untuk menyebar udhik-udhik. Udhik-udhik yang berisi beras, bunga, dan uang logam ini disebar di Pagongan Kidul (selatan) terlebih dahulu, baru setelah itu di Pagongan Lor (utara). Selesai menyebar udhik-udhik, Sri Sultan akan duduk di serambi Masjid Gedhe untuk mendengarkan riwayat Nabi Muhammad. Berbeda dengan pelaksanaan Garebeg Mulud biasa, setiap tahun Dal, Sultan akan menjejakkan kaki ke tembok bata di pintu (butulan) selatan Masjid Gedhe sebelum kembali ke keraton. Upacara ini dikenal dengan istilah Njejak Beteng.
6.Pesowanan Garebeg
Prosesi Pesowanan Garebeg Dal Tahun 1951 dilaksanakan di Kagungan Dalem Bangsal Kencana. Dalam prosesi yang juga dihadiri oleh KGPAA Paku Alam X ini, Sri Sultan mengambil nasi dari periuk Kanjeng Nyai Mrica, mengepal-ngepalnya menjadi bulatan kecil, lalu meletakannya pada Kanjeng Kiai Blawong (pusaka berwujud piring besar). Nasi yang sudah dikepal oleh Sri Sultan dan kepalan nasi yang sudah dibuat sebelumnya kemudian dibagikan kepada GKR Hemas, KGPAA Paku Alam X, diteruskan kepada para kerabat dan Abdi Dalem.
7.Kundur Gunungan Bromo
Prosesi Kundur Gunungan Bromo (Kutug) dilaksanakan di Plataran Gedhong Purwaretna. Sebelumnya, Gunungan Bromo diarak bersama Gunungan Wadon, Gunungan Gepak, Gunungan Darat, Gunungan Pawuhan, dan Gunungan Lanang melewati Alun-Alun Utara.
Satu Gunungan Lanang dibawa ke Kepatihan, satu lagi dibawa menuju Puro Pakualaman. Gunungan Lanang sisanya dibawa bersama gunungan lain menuju Masjid Gedhe dengan arak-arakan yang dikawal oleh barisan Bregada Prajurit Keraton. Setelah selesai didoakan di Masjid Gedhe, Gunungan Bromo dibawa kembali masuk ke dalam keraton. Selanjutnya Gunungan tersebut dibagikan kepada para kerabat Keraton Yogyakarta. Lima gunungan yang diletakkan di Pelataran Masjid Gedhe kemudian dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk sedekah dari Sri Sultan.
8.Bedhol Songsong
Upacara Bedhol Songsong merupakan pagelaran wayang yang dilaksanakan di Bangsal Pagelaran. Upacara ini dilaksanakan untuk menutup rangkaian Garebeg Mulud.
C.Simbol-Simbol Dan Filosofi Dalam Upacara Sekaten
Lambang-lambang yang digunakan dalam upacara Sekaten sering disalahartikan oleh masyarakat yang kemudian dijadikan mitos. Sedang nilai keagamaan yang terkandung dalam makna lambang-lambang justru belum sempat tercerna. Simbol-simbol dan filosofi dalam sekaten adalah sebagai berikut.
1.Kinang
Merupakan daun sirih yang dilengkapi dengan injet atau kapur masak dan gambir. Kinang ini dipercaya dapat meembuat orang awet muda dan menjaga susunan dan kesehatan gigi. Daun sirih merupakan bagian dari sad rasa (enam rasa) yaitu manis, asin, asam, pedas, pahit, dan sepet atau asam. Hal itu bisa diibaratkan orang hidup, bahwa kehidupan ini beraneka rasa yang menjadi penyeimbang satu dengan yang lanilla. Seperti halnya sesuatu yang pahit meski tidak enak tetapi Belem tentu merugikan karena bisa dijadikan obat.
2.Bunga kanthil
Menurut orang Jawa bunga yang aji atau yang baik adalah bunga yang harum baunya. Bunga kanthil yang harem ini mencerminkan ajining diri atau jati diri seseorang.
3.Sega gurih
Dalam bahasa Indonesia sering disebut nasi uduk merupakan lambang dari keberkatan dan kemakmuran, pada saat manusia dilahirkan telah disediakan fasilitas oleh Tuhan seperti sumber daya alam yang melimpah, tinggal bagaimana manusia mengelola dan memanfaatkannya untuk kemakmuran umat, bukan malah sebaliknya menghancurkannya. Nasi uduk ini dimasak dengan berbagai macam bumbu yang membuat nasi ini lebih enak meskipun tanpa lauk pauk dibandingkan nasi biasa hal ini dimaksukan bahwa agar masyarakat khususnya Yogyakarta dapat menikmati kehidupan yang lebih baik, lebih enak, tentram, tenang, damai, dan tidak kurang statu apapun.
4.Endhog abang
Dalam bahasa Indonesia berarti telur merah, telur yang direbus dengan berbagai macam bahan yang dapat membuat telur tersebut menjadi merah seperti kulit bawang merah. Telur diibaratkan bibit dari semua makhluk hidup, sedangkan warna merah dipilih karena selain melambangkan keberanian atau optimisme hidup dan orang jaman dahulu sering menyebut bayi yang baru lahir dengan sebutan bayi abang merupakan simbol bahwa masyarakat bisa lebih optimis dalam menghadapi hidup ini yang terkadang penuh dengan ketidakpastian. Telur ini biasanya ditusuk dengan bambu dan di atasnya diberi hiasan. Tusuk bambu itu diibaratkan dengan keberadaan Tuhan, semua makhluk hádala ciptaan Tuhan maka bibit yang telah diciptakan itu setelah menjadi bayi lalu berkembang agar selalu menghormat dan menyembah Tuhan
5.Pecut
Pecut atau cambuk ini diibaratkan sebagai pengendali untuk mengarahkan kehidupan kearah yang lebih baik
D.Tujuan Dari Perayaan Sekaten
Telah diuraikan sebelumnya bahwa Sekaten dulunya merupakan cara syiar Islam yang dilakukan oleh walisongo yang juga merupakan cara untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Karena dilaksanakan secraa terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Seiring dengan rotasi waktu, selain untuk melestarikan budaya jawa, sekaten pada zaman sekarang bertujuan untuk memenuhi sector ekonomi dan pariwisata di daerah Yogyakarta. Ritual yang biasa dikenal dengan Grebeg Mulud masih dilestarikan sebagai tradisi dan daya tarik untuk menarik perhatian para wisatawan. Selain acara inti, ada pula kegiatan pendukung pada event Sekaten yaitu diselenggarakannya pasar malam perayaan selama 39 hari. Event inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya.
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
Upacara sekaten adalah upacara yang digunakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang diselenggarakan di alun-alun utara keratin (istana) Jawa, setiap tanggal 12 Maulud.
Upacara sekaten termasuk jenis upacara ritual. Dalam menjalankan suatu ritual terdapat criteria, antara lain :
1.Waktu kegiatannya tertentu
2.Tempat kegiatannya tertentu
3.Terdapat uba rampe yang disajikan, misalnya sesaji.
Lambang-lambang yang digunakan dalam upacara Sekaten sering disalahartikan oleh masyarakat yang kemudian dijadikan mitos. Sedang nilai keagamaan yang terkandung dalam makna lambang-lambang justru belum sempat tercerna. Simbol-simbol dan filosofi dalam sekaten adalah sebagai berikut.
1.Kinang, merupakan daun sirih yang dilengkapi dengan injet atau kapur masak dan gambir. Kinang ini dipercaya dapat meembuat orang awet muda dan menjaga susunan dan kesehatan gigi.
2.Bunga kanthil, bunga kanthil yang harem ini mencerminkan ajining diri atau jati diri seseorang.
3.Sega gurih
4.Endhog abang
5.Pecut
Perayaan upcara sekaten memiliki beberapa tujuan yaitu untuk memperingati hari kelahiran (Maulud) Nabi Muhammad SAW dan sebagai sarana penyebaran agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, Joko. “Gamelan Sekaten dan Penyebaran Islam Di Jawa.” Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, dan Kajian Tentang "Bunyi", 2014: 33-38.
Kulo, Blog. Tradisi Sekaten (Asal-Usul Istiah, Pelaksanaan, dan Sejarah Sekaten). https://blogkulo.com/tradisi-sekaten-budaya/ (diakses October 10, 2019).
Rangkaian Acara Sekaten dan Garebeg Tahun Dal 1951. 4 Desember 2017. https://www.kratonjogja.id/peristiwa/38/rangkaian-acara-sekaten-dan-garebeg-tahun-dal-1951 (diakses October 15, 2019).
Rofiqr, Ahmad. 2012. Filosofi Sekatenan di Jogjakarta. 1 Maret. Diakses Oktober 15, 2019. https://ahmadrofiqr.wordpress.com/2012/03/01/filosofi-sekatenan-di-jogjakarta/.
Susanto, Budi. Upacara Sekaten. http://www.jogjasiana.net/index.php/site/adat_tradisi/custom_tradition-2 (diakses October 15, 2019).
Unsayaini, Marfuah. Makalah Upacara Sekaten di Kota Solo. https://www.academia.edu/33543955/MAKALAH_UPACARA_SEKATEN_DI_KOTA_SOLO.doc (diakses October 15, 2019).
Utami, Hadawiyah Endah. “Kidung Sekaten Antara Religi dan Ritus Sosial.” Harmonia, 2011: 153-159.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar