Selasa, 29 Oktober 2019

langkah langkah metodologi dalam ilmu pengetahuan

LANGKAH-LANGKAH METODOLOGI
DALAM  ILMU PENGETAHUAN
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Ahmad Muzakil Anam, M.Pd.









Disusun Oleh:
Kelompok 07

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN AKADEMIK 2019 
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Filsafat Ilmu ini tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti. 
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang sudah ikut membantu menyusun makalah ini dengan baik. Kami berharap semoga dengan makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik serta saran membangun demi terciptanya makalah yang jauh lebik baik lagi.

Salatiga, 29 Oktober 2019

Penulis
                   








DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang. 1
B. Rumusan Masalah. 1
C. Tujuan Penulisan. 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Metodologi. 2
B. Unsur-Unsur Metodologi. 4
C. Metodologi Ilmu Pengetahuan 10
D. Struktur Ilmu Pengetahuan. 11
E. Langkah Pengembangan Ilmu Pengetahuan. 17
BAB III 20
PENUTUP 20
A. Kesimpulan. 20
DAFTAR PUSTAKA 21









 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Pengetahuan sangat penting untuk membentuk kepribadian seseorang dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari dalam berbagai bentuk perbuatantang dilakukan. Pengetahuan juga penting untuk menjawab pertanyaan tertentu yang diajukan, maka dari itu kita harus memanfaatkan seluruh pengetahuan kita secara maksimal.
Untuk mencapai hal yang lebih baik, dan untuk mendapatkan suatu kebenaran dari pengentahuan diperoleh, maka diperlukan beberapa metodologi yaitu ilmu tentang cara atau jalan yang harus di lalui oleh para ahli ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran sesuatu yang di ketahui.
Dan untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan menjelaskan tentang  metodologi, ilmu pengetahuan, dan metodologi ilmu pengetahuan 
B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian metodologi ?
2. Apa saja unsur-unsur metodologi ?
3. Bagaimana metodologi ilmu pengetahuan ?
4. Apa saja struktur ilmu pengetahuan ?
5. Bagaimana langkah pengembangan ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui pengertian dari metodologi.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur metodologi.
3. Untuk mengetahui metodologi ilmu pengetahuan.
4. Untuk mengetahui struktur ilmu pengetahuan.
5. Untuk mengetahui langkah pengembangan ilmu pengetahuan.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metodologi.
Metodologi berasal dari Bahasa Yunani, yang terdiri dari dua suku kata “Metodos dan Logos”. Metodos berarti cara atau jalan, logos berarti ilmu. Maka netodologi berarti ilmu tentang jalan atau cara.
Berikut ini beberapa pengertian dari metodologi menurut para ahli :
1. Menurut Asmuni Syukir, metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan dasil yang efektif dan efisien.
2. Menurut Hasan Langgulung, metodologi adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metodologi adalah ilmu tentang cara untuk mencapai tujuan. Metodologi merupakan bagian epistimologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah, yaitu suatu ilmu pengetahuan yang telah teruji kebenarannya melelui cara-cara ilmiah yang telah ditentukan, alur pemikiran ilmiah memiliki beberapa langkah, sebagai berikut :
1. Perumusan masalah yang merupakakn pertanyaan mengenai objelk empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamya.
2. Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dalam membentuk permasalahan.
3. Perumusan hipotesis yang merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.
4. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Metodologi juga dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah-kaidah penalaran yang tepat. Menurut DR. Anton Bakkkar dalalm buku metode-metode filsafat menyatakan bahwa “Metodologi adalah analisis dan penyusunan asas-asas dan jalan yang mengatur penelitian ilmiah. Pada umumnya dalan hal ini metodollogi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. Metodologi Empiris.
Metodologi empiris adalah metode yang cenderung menggunakan pola pikir induktif, yang bergerak dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal umum, dengan cara menerima bermacam-macam metode yang lazim digunakan serta menguraikan dan membandingkan, sehingga ditemui corak-corak yang umum.
2. Logika.
Logika pada prinsipnya merupakan kemampuan berfikir seseorang untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Prof. Ir. Purdjawijatna, tugas dari logika adalah memberikan penerangan bagaimana orang seharusnya berfikir atau carra sebenar-benarnya untuk berfikir. Dalam hal ini seseorang dituntut untuk menggunakan kemampuannya yang ada pada dirinya, yakni akal, budi dan fikir. Keterpaduan ketiga aspek inilah yang dapat membawa seseorang kepada hasil pemikiran yang benar dalam mengkaji hakekat sesuatu.
3. Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan penjabaran dari metode-metode ilmiah yang mampu memberikan kejelasan mutlak bagi kaidah-kaidah ilmu lainnya.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa metodologi adalah ilmu tentang cara untuk sampai kepada tujuan. 
B. Unsur-Unsur Metodologi.
Unsur-unsur metodologi sebagaimana telah dirumuskan oleh Anton Bakker dan Achmad Zubair dalam buku Metodologi Penelitian Filsafat (1994), antara lain dijelaskan sebagai berikut.
1. Interpretasi.
Interpretasi artinya menafsirkan, membuat tafsiran, teteappi yang tidak bersifat subjektif (menurut selera orang menafsirkan) melainkan harus bertumpu pada evidensi untuk mencapai kebenaran yang autentik. Dengan interpretasi ini diharapkan manusia dapat memperoleh perngertian, pemahaman, atau Verstehen. Pada dasarnya interpretasi berarti tercapainya pemahaman yang benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari. Menurut Ricoeur fakta atau produk itu dibaca sebagai suatu masalah. Pemahaman seperti itu terjadi, jikalau misalnya pemahaman mengenai:
a. Bahasa bukan sekedar sebagai bunyi-bunyian, tetapi sebagai komunikasi, kuarsi tidak semata-mata sebagai objek yang terbuat dari kayu, melainkan sebagai kedudukan sosial.
b. Tarian tidak hanya sebagai gerak yang bersifat biotik, tetapi sebagai bagian dalam upaara ritual.
c. Kurban tidak hanya sebagai pembakaran benda, atau penyembelihan binatang, tetapi sebagai tanda penyerahan.
Unsur interpretasi ini merupakan landasan bagi metode hermeneutika. Dalam interpretasi itu memuat hubungan-hubungan atau lingaran-lingkaran yang beraneka ragam, yang merupakakn satuan unsur-unsur metodis. Unsur-unsur itu menunjukkan dan menjamin, bahwa interpretsi bukan semata-mata merupakakn kegiatan manasuka, menurut selera orang yang mengadakakn interpretasi, melainkan bertumpu pada evidensi objektif, dan mencapai kebenaran otentik. 
2. Dedukasi dan Induksi.
Dikatakan oleh Beerling, bahwa setiap ilmu terdapat penggunaan metode induksi dan dedukasi, menurut pengertiansiklus empiris. Siklus empiris meliputi beberapa tahapan, yakni observasi, induksi, deduksi, kajian (eksperimentasi) dan evaluasi. Tahapan itu pada dasarnya tidak berlaku  secara berturut-turut melainkan terjadi sekaligus. Akan tetappi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam penelitian filsafat, berhubungandengan sifat-sifat objek formal yang istimewa yaitu manusia.
a. Metode Deduktif.
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya adalah akan (rasio). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal saja yang memenuhi syarat yang ditunutu oleh sifat umum dan harus mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah. Sedangkan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan yang benar, karena akal dapat menurunkan kebenaran itu dari dirinya sendiri, dengan menerapkan metode deduktif.
Berfikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyususn argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Dengan demikian maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan yang tersusun dan teroorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak teratur dapat konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelahaan.
Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan yan bersifat final. Sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistic, maka dimungkinkan disusunnya sebagai penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara rasional didasarkan kepada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan argumetasi. Oleh sebab itu maka dipergunakan pula berpikir induktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi. 
b. Metode Induktif.
Pemikiran empiris yang dikemukakan oleh Bacon menyatakan bahwa manusia melalui pengalamannya dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi antar benda-benda. Sedangkan Hume mengemukakan sumber ilmu pengetahuan adalah pengalamanm, dengan pengamatan manusia memperoleh kesan-kesan (impression) dan pengertian-pengertian (ideas). Pemikiran induktif mempunyai proposisi a posteriori, sintetik yang berarti tidak dapat diuji kebenarannya hanya dengan analisis pernyataan tapi harus diuji secara empiris. Teori empirikal berdasarkan atas eksperimentasi. Eksperimen ilmiah telah menunjukkan bahwa indera adalah yang memberikan persepsi-persepsi yang menghasilkan konsepsi-konsepsi maunsia. Berpikir secara induktif dianggap lebih luwes dibandingkan dengan deduktif karena menggunakan data-data empirik yang tidak dipatok oleh pola apapun, dan berdasarkan data-data empiriklah kemudian disusun suatu model yang menggambarkan hubungan sebab-akibat. Kaum empiris mengembangkan pengamatannya dari pengalaman itu menjadi pengetahuan yang cakupannya lebih luas dan umum. Namun demikian induktif ini juga mempunyai kelemahan yang fundamental yaitu orang harus menunggu terkumpulnya sejumlah fakta untuk menentukan suatu pola yang tampak pada seseorang dari dalam empiris, dan apabila terjadi kesalahan dalam melakukan perumusan akan merugikan berbagai pihak.
Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-hal yang umum. Bacon memang bukan penemu metode induktuf, namun ia berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat.
3. KoherensiIntern.
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat dengan menunjukkan semua unsur struktural dilihat dalam suatu struktur yang konsisten sehingga benar-benar merupakan internal structure atau internal relations, walaupun mungkin terdapat semacam opsi di antaranya, tetapi unsur-unsur itu tidak boleh bertentangan satu sama lain. Dengan demikian akan terjadi suatu lingkaran pemahaman antara h  akikat menurut keseluruhannya dari suatu pihak dan unsur-unsurnya dipihak lain. Koherensi merupakan pengaturan secara rapi keyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya. 
4. Holistika.
Holistika merupakan corak khas dan suatu ‘kelebihan’ dalam konsepsi filosofis, sebab justru filsafat berupaya mencapau kebenaran yang utuh.  
5. Keseinambungan Historisn.
Jika ditinjau menurut perkembangannya, manusi itu adalah makhluk historis. Mnusia disebut demikian karena ia berkembang dalam pengalaman dan pikiran, bersama dengan lingkungan zamannya. Masing-masing orang bergerumul dalam relasi dengan dunianya untuk membentuk nasib sekaligus nasibnya dibentuk oleh mereka. Dalam perkembangannya pribadi itu harus dapat dipahami melalui suatu proses kesinambungan. Rangkaian kegiatan dan peristiwa dalam kehidupan setiap orang merupakan mata rantai yang tidak terputus. Yang baru masih berlandaskan yang dahulu, tetapi yang lama juga mendapatkan arti dan revansi baru dalam perkembangan yang lebih kemudian.
6. Idealisasi.
Idealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya penelitian untuk memperoleh haasil yang ideal atau sempurna.
7. Komparasi.
Adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakikat dalam objek penelitian sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan itu dapat menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga hakikat objek dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan dengan objek lain yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan perbandingan itu, meminimalkan perbedaan yang masih ada, banyak ditemukan kategori dan sifat yang berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga dapat diadakan dengan objek lain yang sangat berbeda dan jauh dari ibjek utama. Dalam perbandingan itu dimaksimalkan perbedaan-perbadaan yang berlaku untuk dua objek, namun sekaligus dapat ditemukan beberapa persamaan yang mungkin sangat strategis.
8. Heuristika.
Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya menemukan. Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber berbagai data agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian masa lampau yang relevan dengan topik/judul penelitian. 
9. Analogi.
Berbicara mengenai analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan. Dua hal yang berlainan tersebut dibandingkan. Jika dalam perbandingan itu hanya diperhatikan persamaannya saja tanpa melihat perbedaannya, maka timbulah analogi, yakni persamaan diantara dua hal yang berbeda.
Analogi merupakan salah satu teknik dalam prose penalaran induktif. Sehingga analogi kadang-kadang disebt juga sebagai analogi induktif, yaitu proses penalaran dari satu fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain. Persamaan hanya terdapat pada anggapan orang saja. Ini dalalm kesusastraan disebut sebagai metafora. Oleh karena orang yakin bahwa sebetulnya memang hanya anggapan saja, kerap kali dipakai kata seakan-akan atau seolah-olah. Ynag demikian ini bukanlah analogi sebenarnya, hanya seolah-olah. Bisa dikatakan analogi jika pengertian itu menunjuk perbandingan dalam realitas.
10. Deskripsi.
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang dieksplisitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap. 
C. Metodologi Ilmu Pengetahuan
Metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode- metode, aturan-aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dengan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. Metode ilmiah yang digunakan mempunyai latar belakang yaitu pengetahuan.
Dengan adanya latar belakang yang demikian itu, maka metode ilmiah juga cenderung bermacam-macam, tergantung kepada watak bahan atau problem yang diselidiki. Diantara beberapa jenis, metode observasi adalah yang paling sedikit dipakai oleh jenis ilmu pengetahuan apapun. Dengan metode obeservasi, pengamatan yang tepat dan objektif adalah mutlak dalam ilmu pengetahuan. Dengan metode ilmiah akan diperoleh pengetahuan yang kebenarannya dapat diandalkan, sebab metode ilmiah menuntut urutan kerja yang objektif, sistematik, dan rasional.
Metode ilmiah sendiri harus berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, mengembangkan analisa, menghasilkan solusi untuk menyelesaikan masalah, dan menghasilkan keputusan yang objektif.
1. Keunggulan metode ilmiah
Penerapan metode ilmiah di setiap penyelesaian masalah dapat melatih kebiasaan berpikir yang sistematis, logis, dan analitis.
2. Keterbatasan metode ilmiah
Adanya kelemahan panca indera maupun keterbatasan peralatan. Sulit untuk memilih fakta yang benar-benar berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan.
Meskipun metode ilmiah memiliki keunggulan dan keterbatasan didalamnya, para ilmuwan seharusnya bisa memilih mana yang harus diperhatikan dari kekurangan metode ilmiah itu sendiri agar hasil bisa mencapai yang diinginkan dari kekeliruan yang bisa saja terjadi didalamnya dapat diminimalisir. Metode ilmiah menghasilkan ilmu yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. 
D. Struktur Ilmu Pengetahuan.
Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistimatisir dalam suatu lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Menurut Savage & Amstrong, struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts, concepts, and generalization. Dengan demikian struktur ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi, keterkaitan tersebut membentuk suatu bangun struktur ilmu, sementara itu menurut H.E. Kusmana struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metoda penelitian yang akan membantu memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan mengantar kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan.
Dengan demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu yaitu :
1. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan boundary yang dimilikinya 
2. A mode of inquiry. Atau cara pengkajian/penelitian yang mengandung pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.
Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit yaitu fakta sampai level yang abstrak yaitu teori, makin ke fakta makin spesifik, sementara makin mengarah ke teori makin abstrak karena lebih bersifat umum. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut : 









 
                                                    TEORI
                                            GENERALISASI
                                          KONSEP-KONSEP
                                            FAKTA-FAKTA
                            
Dari gambar tersebut nampak bahwa bagian yang paling dasar adalah fakta-fakta, fakta-fakta tersebut akan menjadi bahan atau digunakan untuk mengembangkan konsep-konsep, bila konsep-konsep menunjukan ciri keumuman maka terbentuklah generalisasi, untuk kemudian dapat diformulasikan menjadi teori. Fakta-fakta sangat dibatasi oleh nilai transfer waktu, tempat dan kejadian. Konsep dan generalisasi memiliki nilai transfer yang lebih luas dan dalam, sementara itu teori mempunyai jangkauan yang lebih universal, karena cenderung dianggap berlaku umum tanpa terikat oleh waktu dan tempat, sehingga bisa berlaku universal artinya bisa berlaku dimana saja (hal ini sebenarnya banyak dikritisi para akhli). Namun demikian keberlakuannya memang perlu juga memperhatikan jenis ilmunya. 
1. Fakta dan Konsep.
Fakta merupakan Building Blocks untuk mengembangkan konsep, generalisasi (Schuncke : facts are building blocks from which concept and generalization are constructed) dan teori. Menurut Bertrand Russel fakta  adalah segala sesuatu yang berada di dunia, ini berarti gejala apapun baik gejala alam maupun gejala human merupakan fakta yang bisa menjadi bahan baku bagi pembentukan konsep-konsep, namun demikian karena luasnya, maka tiap-tiap ilmu akan menyeleksi fakta-fakta tersebut sesuai dengan orientasi ilmunya.
Konsep adalah label atau penamaan yang dapat membantu seseorang membuat arti informasi dalam pengertian yang lebih luas serta memungkinkan dilakukan penyederhanaan atas fakta-fakta sehingga proses berfikir  dan pemecahan masalah lebih mudah. Menurut Bruner konsep merupakan abstraksi atas kesamaan atau  keterhubungan dari sekelompok benda atau sifat.
2. Generalisasi dan Teori.
Generalisasi adalah kesimpulan umum yang ditarik berdasarkan hal-hal khusus (induksi), generalisasi menggambarkan suatu keterhubungan beberapa konsep dan merupakan hasil yang sudah teruji secara empiris (empirical generalization), Generalisasi empiris adalah pernyataan suatu hubungan berdasarkan induksi dan terbentuk berdasarkan observasi tentang adanya hubungan tersebut. Kebenaran suatu generalisasi ditentukan oleh akurasi konsep dan referensi pada fakta-fakta. Generalisasi yang diakui kebenarannya pada satu saat memungkinkan  untuk dimodifikasi bila diperoleh fakta baru atau bukti-bukti baru, bahkan mungkin juga ditinggalkan jika lebih banyak bukti yang mengingkarinya . 
Generalisasi berbeda dengan teori sebab teori mempunyai tingkat keberlakuan lebih universal dan lebih kompleks, sehingga teori sudah dapat digunakan untuk menjelaskan dan bahkan memprediksi kejadian-kejadian, pernyataan tersebut menunjukan bahwa apabila suatu generalisasi telah bertahan dari uji verifikasi maka generalisasi tersebut dapat berkembang menjadi teori, sebagaimana dikemukakan oleh Goetz  & LeCompte bahwa teori adalah komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi atau generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis. Bailey dalam bukunya Methods of Social Research  menyatakan bahwa teori merupakan suatu upaya untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu serta harus dapat diuji, suatu pernyataan yang tidak dapat menjelaskan dan memprediksi sesuatu bukanlah teori, lebih jauh Bailey menyebutkan bahwa komponen-komponen dasar dari teori adalah Konsep (Concept)   dan variabel (Variable).
Teori terdiri dari sekumpulan konsep yang umumnya diikuti oleh relasi antar konsep sehingga tergambar hubungannya secara logis dalam suatu kerangka berpikir tertentu. Dalam suatu teori, konsep-konsep sering dinyatakan dalam suatu relasi atau hubungan antara dua konsep atau lebih yang tersusun secara logis, pernyataan yang menggambarkan hubungan antar konsep disebut proposisi, dengan demikian konsep merupakan himpunan yang membentuk proposisi, sedangkan proposisi merupakan himpunan yang membentuk teori. 
3. Preposisi dan Asumsi.
Proposisi. Konstruksi sebuah teori terbentuk dari proposisi, dan proposisi merupakan suatu pernyataan mengenai satu atau lebih konsep/variabel, proposisi yang menyatakan variabel tunggal disebut proposisi univariate, bila menghubungkan dua variabel disebut proposisi multivariat sedang bila proposisi itu menghubungkan lebih dari dua variabel disebut proposisi multivariat. Adapun jenis-jenis proposisi (sub tipe proposisi) adalah : Hipotesis, Generalisasi empiris, aksioma, postulat, dan teorema.
Asumsi biasanya dipadankan dengan istilah anggapan dasar, menurut Komaruddin (1988 : 22), bahwa : “Asumsi adalah sesuatu yang dianggap tidak berpengaruh atau dianggap konstan. Asumsi dapat berhubungan dengan syarat-syarat, kondisi-kondisi dan tujuan. Asumsi memberikan hakekat, bentuk dan arah argumentasi. Dan asumsi bermaksud membatasi masalah.” dalam setiap judgment dan atau kesimpulan dalam bidang ilmu di dalamnya tersirat suatu anggapan dasar tertentu yang menopang kekuatan kesimpulan/judgmen tertentu.
Dalam ilmu ekonomi dikenal istilah Ceteris Paribus artinya keadaan lain dianggap tetap, ini merupakan asumsi yang dapat memperkuat suatu kesimpulan atau teori, misalnya hukum permintaan menyatakan bahwa bila permintaan naik maka harga akan naik, hukum ini jelas tidak akan berlaku bila misalnya penawaran naik, untuk itu faktor penawaran naik dianggap tidak ada atau tidak berpengaruh terhadap harga (ceteris paribus), ini berarti bahwa asumsi bisa dipandang sebagai syarat berlakunya suatu kesimpulan (atau kondisi tertentu) Dengan demikian asumsi merupakan hal yang sangat penting untuk dipahami, mengingat tidak setiap pernyataan/kesimpulan ilmiah menyatakan dengan jelas/eksplisit asumsinya, meskipun sebaiknya dalam penulisan karya ilmiah seperti skripsi  dinyatakan secara eksplisit. 
4. Definisi.
Definisi adalah pernyataan tentang makna atau arti yang terkandung dalam sebuah istilah atau konsep. Dalam setiap karya ilmiah menentukan definisi menjadi hal yang sangat penting. Apabila ditinjau dari sudut bentuk pernyataannya menurut Redja Mudyahardjo(2001) definisi dapat dibedakan dalam dua macam yaitu :
a. Definisi konotatif. Yaitu definisi yang menyatakan secara jelas/eksplisit tentang isi yang terkandung dalam istilah/konsep yang didefinisikan. 
b. Definisi denotatif. Yaitu definisi yang menyatakan secara tersurat luas pengertian dari istilah/konsep yang didefinisikan, luas pengertian adalah hal-hal yang merupakan bagian kelas dari konsep yang didefinisikan. Cara untuk mendefinisikan konsep secara denotatif adalah dengan jalan menyebutkan keseluruhan bagian atau salah satu bagian yang termasuk dalam kelas dari konsep yang didefinisikan.
5. Paradigma.
Menurut Webster’s Dictionary, paradigma adalah, pola, contoh atau model, sebagai istilah dalam bidang ilmu  (sosial) paradigma adalah perspektif atau kerangka acuan untuk memandang dunia, yang terdiri dari serangkaian konsep dan asumsi. Sebenarnya konsep paradigma bukan hal yang baru, namun semakin mendapat penekanan sejak terbitnya buku karya Thomas Kuhn (1962) yang berjudul The structure of scientific revolution, dimana Kuhn sendiri mendefinisikan paradigma antara lain sebagai keseluruhan  konstelasi daripada kepercayaan, nilai, teknologi dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota dari suatu kelompok tertentu. 
George Ritter menyatakan bahwa paradigma merupakan citra dasar bidang kajian di dalam suatu ilmu (fundamental image of the subject matter withina science), lebih lanjut dia mengatakan bahwa terdapat empat komponen pokok yang membentuk suatu paradigma yaitu : Contoh suatu penelitian dalam bidang kajian, Suatu citra tentang bidang kajian, Teori, serta Metode dan alat penelitian. Sementara itu Bailey mendefinisikan paradigma sebagai jendela mental seseorang untuk melihat dunia.
Dengan dasar pengertian di atas, maka suatu masalah yang sama akan menghasilkan analisis dan kesimpulan yeng berbeda bila paradigma yang digunakan berbeda, sebagai contoh masalah kemiskinan (ledakan penduduk), menurut Malthus hal itu terjadi karena penduduk bertambah menurut deret ukur sedangkan bahan makanan bertambah menurut deret hitung, dan untuk mengatasinya perlu dilakukan population control; sementara menurut Marx, hal itu terjadi karena kapitalisme yang mengeksplotasi manusia, dan untuk mengatasinya adalah dengan pembentukan masyarakat sosialis. Terjadinya perbedaan tersebut tidak lain karena perbedaan paradigma antara Malthus dengan Marx.  
E. Langkah Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
Nazir (1988) dalam buku Metode Penelitian, menyimpulkan bahwa penelitian dengan menggunakan metode ilmiah, sekurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan serta mendefinisikan masalah.
Langkah pertama dalam meneliti adalah menetapkan masalah yang akan dipecahkan. Untuk menghilangkan keragu-raguan, masalah tersebut didefinisikan jelas. Sampai ke mana luas masalah yang akan dipecahkan.
2. Mengadakan studi kepustkaan.
Langkah kedua adalah mencari data yang tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungan dengan masalah yang ingin dipecahkan, mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindari oleh seorang peneliti.
3. Memformulasikan hipotesa.
Merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4. Menentukan model unutk menguji hipotesa.
Setelah hipotesa-hipotesa ditetapkan, langkah selanjutnya adalah merumuskan cara-cara untuk menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang, seperti ilmu ekonomi misalnya, pengujian hipotesa didasarkan pada kerangka analisa yang telah ditetapkan. Model analisis dapat juga dibuat unutk mengtefleksikan hubungan antarfenomena yang secara implisit terdapat dalam hipotesa, untuk diuji dengan teknik statistik yang tersedia. 
5. Mengumpulkan data.
Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut yang merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesa perlu dikumpulkan.
Teknik pengumpulan data akan menjadi berbeda tergantung dari masalah yang dipilih serta metode yang digunakan. Misalnya, penelitian yang menggunakan metode percobaan, maka data diperoleh dari plot-plot percobaan yang dibuat sendiri oleh peneliti. Peneliti yang menggunakan metode sejarah ataupun survei normatif, data diperoleh dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden, baik secara langsug ataupun dengan menggunakan questionair.
6. Menyusun, menganalisa, dan memberikan interpretasi.
Setelah data terkumpul, peneliti menyusun data untuk mengadakan analisa. Sebelum annalisa dilakukan, data tersebut disusun terlebih dahulu untuk membuat analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk tabel ataupun membuat coding analisa dengan komputer. Sesudah data analisa, maka perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap data tersebut.
7. Membuat generalisasi dan kesimpulan.
Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan. Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa. Apakah hipotesabenar untuk diterima, ataukah hipotesa tersebut ditolak. Apakah hubungan-hubungan antarfenomena yang diperoleh akan berlaku secara umum ataukan hanya berlaku pada kondisi khususnya saja.
8. Membuat laporan ilmiah.
Langkah akhir dari suatu penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah mempunyai teknik tersendiri pula. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Metodologi adalah ilmu tentang cara untuk mencapai tujuan. Metodologi merupakan bagian epistimologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah, yaitu suatu ilmu pengetahuan yang telah teruji kebenarannya melelui cara-cara ilmiah yang telah ditentukan.
Unsur-unsur metodologi sebagaimana telah dirumuskan oleh Anton Bakker dan Achmad Zubair dalam buku Metodologi Penelitian Filsafat (1994), antara lain dijelaskan sebagai berikut.
1. Interpretasi. 6. Idealisasi
2. Dedukasi dan Induksi 7. komparasi
3. Koherensi Internal 8. Heuristika 
4. Holistika 9. Analogi 
5. Kesinambungan Historisn 10. Deskripsi 
Langkah – langkah ilmu pengetahuan:
• Merumuskan serta mendefinisikan masalah.
• Mengadakan studi kepustkaan
• Memformulasikan hipotesa
• Menentukan model unutk menguji hipotesa.
• Mengumpulkan data
• Menyusun, menganalisa, dan memberikan interpretasi
• Membuat generalisasi dan kesimpulan
• Membuat laporan ilmiah






DAFTAR PUSTAKA

A, Zilfaroni. 2012. Metodologi Ilmu Pengetahuan di https://www.zilfaroni.com/2012/05/metodologi-ilmu-pengetahuan.html# (diakses 26 Oktober 2019 pukul 20:53)
Muhayani, Novita. 2016. Metodologi dan Ilmu Pengetahuan di https://www.academia.edu/27576252/Metodologi_dan_Ilmu_Pengetahuan_Filsafat_Ilmu (diakses 26 Oktober 2019 pukul 21:30)
Suharsaputra, Uhar Drs.,M.Pd. Filsafat Ilmu jilid 1. Jawa barat.
2016. Metodologi Ilmu Pengetahuan di http://filsafatepistemologi.blogspot.com/2016/12/metodologi-ilmu-pengetahuan.html (diakses 26 Oktober 2019 pukul 22:04)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar