Sabtu, 19 Oktober 2019

Makalah Al-sharf


Kelompok 06

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan adanya era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dewasa ini menjadikan dunia seakan-akan tanpa batas dan perekonomian antar negara menjadi semakin saling terintegrasi dan terkait. Hal ini menyebabkan perkembangan perekonomian suatu negara tidak hanya ditentukan oleh perekonomian negara itu sendiri, tetapi juga akan selalu terkait dengan sistem perekonomian global, khususnya dalam bidang perdagangan internasional.
Kegiatan perdagangan internasional selalu memerlukan transfer dan konversi mata uang dari satu negara ke negara lain. Hal ini disebabkan setiap negara merdeka didunia ini mempunyai wewenang untuk menentukan mata uang yang digunakan dan nilai kursnya (nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lain). Dengan kata lain, terdapat kebutuhan untuk mengkonvensi mata uang satu dengan mata uang yang lain dalam lalu lintas perdagangan internasional tersebut. Inilah yang akan mendorong terjadinya penawaran dan permintaan akan valuta asing, yang pada gilirannya akan melahirkan transaksi (jual beli) valuta asing di pasar valas.
Transaksi valuta asing akan selalu tergantung oleh nilai kurs mata uang suatu negara dan dapat saja berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan kondisi perekonomian negara tersebut. Dalam Islam valuta asing disebut dengan Al-sharf. Dan dalam Islam tidak bleh adanya tujuan untuk spekulasi, tetapi jika perdagangan valuta asing tersebut dilakukna dengan tujuan untuk spekulasi, dan merusak sistem perekonomian suatu negara, maka hal inilah yang sangat bertentangan dengan tujuan syari’ah.




B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Al-Sharf?
2. Apa landasan hukum mengenai Al-Sharf?
3. Apa saja rukun, syarat dan batasan Al-Sharf?
4. Apa saja jenis-jenis Al-Sharf?
5. Bagaimana skema Al-Sharf?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui arti Al-Sharf.
2. Mengetahui landasan hukum Al-Sharf.
3. Mengetahui rukun, syarat dan batasan Al-Sharf.
4. Mengetahui jenis-jenis Al-Sharf.
5. Mengetahui skema Al-Sharf.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sharf
Sharf adalah penambahan, penukaran, pengindaran, atau transaksi jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang, dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya). 
Sedangkan dalam pengertian terminologi ulama memberikan definisi yang berbeda diantaranya menurut Ulama Hanafiyah sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta (mata uang) dengan valuta yang lainnya baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis, seperti jual beli emas dengan emas, perak dengan perak atau emas dengan perak dan  perak dengan emas, baik berupa emas perak perhiasan maupun sebagai alat tukar.

B. Landasan Hukum Al-Sharf
1. Al-Qur’an
Al-Baqarah: 2 (275)
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.  Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”
2. Hadis Al-Sharf
وعن عبادة بن الصامت قل: قال رسول الله عليه وسلم: اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ، وَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ (رواه مسلم)
“Dari Ubadah bin Shamith ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: “Emas (harus dijual) dengan emas, perak dengan perak, gandum yang sudah dikupas dengan gandum yang sudah dikupas, gandum yang masih berkulit dengan gandum yang masih berkulit, kurma dengan kurma, garam dengan garam, (namun) semuanya harus sama ukurannya dan harus berhadapan muka (transaksi harus dilakukan dengan langsung). Apabila jenisnya berbeda (seperti menual emas dengan perak), maka berjual belilah sebagaimana yang kalian kehendaki apabila dilakukan dengan saling berhadapan muka.” (HR. Muslim)







C. Rukun Dan Ketentuan Sharf
Rukun dari akad sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal yaitu
1. Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual) adalah pihak yang memiliki valuta untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli valuta.
2. Objek akad, yaitu sharf  (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar); dan
3. Sighot, yaitu ijab dan qabul.

Syarat-Syarat  dari sharf yaitu
1. Pelaku harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek akad
a. Nilai tukar atau kurs mata uang telah diketahui oleh kedua belah pihak , misalnya $1= 9000.
b. Valuta yang diperjual belikan telah dikuasi, baik oleh pembeli maupun oleh penjual, sebelum keduanya berpisah. Penguasaan bias berbentuk material maupun hukum. Penguasaan secara material misalnya pembeli langsung menerima dolar Amerika Serikat yang dibeli dan penjual langsung menerima uang rupiah. Adapun penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek.
Apabila keduanya berpisah sebelum menguasai masing-masing uang penukaran berdasarkan nilai tukar yang diperjual belikan, maka akad nya batal karena syarat pengausaan terhadap objek transaksi sharf itu tidak ter penuhi.
c. Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam kuantitas yang sama sekalipun model dari mata uang itu berbeda.  Misalnya, antara mata uang rupiah lembaran Rp 50000 ditukar dengan mata uang rupiah lembaran Rp5000 sebanyak 10 lembar
d. Dalam akad sharf tidak boleh ada hak qhiyar syarat bagi pembeli. Hak yang dimaksud qhiyar syarat adalah hak pilih bagi untuk dapat melanjutkan atau tidak dapat melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah akad nya selesai dan syarat tersebut diperjanjikan ketika transaksi jual beli berlangsung. Alasan tidak diperbolehkannya qhiyar syarat adalah untuk menghindari adanya ketidak pastian atau gharar.
e. Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan karena sharf dikatakan sah apabila penguasaan objek akad dilakukan secara tunai atau dalam kurun waktu 2x24 jam (harus dilakukan seketika itu juga dan tidak boleh diutang dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah.
3. Ijab qabul: pernyataan dan ekspresi saling ridha atau rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Aktivitas perdagangan valuta asing harus terbebas dari unsur riba, maisir dan gharar. Dalam pelaksanaanya harus diperhatikan beberapa batasan berikut:
1. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (bai naqh), artinya masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
2. Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
3. Harus dihindari jual beli bersyarat, misalnya A setuju membeli barang B hari ini, dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang.
4. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
5. Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual-beli tanpa hak kepemilikan (bai’ainaih).
Dengan mmeperhatikan beberapa batasan tersebut, maka beberapa perilaku perdagangan yang dewsa ini biasa dilakukan di pasar valuta asing konversional harus dihindari, antara lain:
1. Perdagangan tanpa penyerahan (future in delivery trading atau margi tranding).
2. Jual beli valuta asing bukan transaksi komersial (arbitrange) baik spot maupun forward.
3. Melakukan transaksi pure swap.

D. Jenis-Jenis Sharf
1. Transaksi spot
Yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas dan penyerahannya pada saat itu atau penyelesaiannya maksimal dalam jangka waktu 2 hari adalah proses yang tidak bias di hindari dan merupakan batas normal suatru transaksi internasional.
2. Transaksi forwad
Yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilai nya ditetapkan pada saat sekarang dan diperlakukan untuk waktu yang akan datang. Jenis transaksi seperti ini tidak diperbolehkan dalam syariah (ada unsure ketidak pastian atau gharar), karena harga yang dipergunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan dikemudian hari dan harga pada waktu penyerahan belum tentu sama dengan harga yang disepakati.
Contoh : tanggal 1 september, nona lala melakukan transaksi dengan nona tata akan membeli sebanyak $100.000 nanti pada tanggal 20 desember dengan kurs $1 = Rp 9.500. transaksi ini mengikat ke2 belah pihak, maka pada tanggal 20 desember tata akan menyerahkan $100.000 dan lala menyerahkan Rp 950 juta, beberapa bun kurs rupiah terhadap dolar pada tanggal tersebut. Apabila kurs sebesar $1 = Rp 9.200 maka lala rugi sebesar Rp 30 juta ; sedangkan tata untung Rp 30 juta ; sehingga ada satu pihak di untungkan dan ada pihak yang di untungkan. Hal ini sama dengan memperoleh harta secara batil.
3. Trasaksi spot
Yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas seharga spot yang di kombinasikan dengan pembelian atau penjualan valas yang sama dengan harga forwad, hukumnya haram karena ada unsur spekulasi atau judi atau mainsir.
Misalnya nona lala saaat ini ( 1 september) membeli $ 100 ribu dengan kurs saat ini $1= Rp 90000 pada nona tata. Nona tata dan nona lala melakukan kontrak atau perjanjian yaitu 4 bulan lagi mereka akan menukarkan kembali yaitu tata akan membeli $ 100000 dengan kurs yang ditentukan saat ini (1 september) sebesar $1= Rp9500. Dari transaksi ini ada unsure spekulasi, dan tidak diperbolehkan secara syariah.
4. Transaksi option
Yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli (call option) atau hak untuk menjual (put option) yang tidak harus dilakukan atas sejumplah unit falas pada harga dan jangka waktu atau tanggal tertentu, hukumnya haram karena ada unsur spekulasi atau judi  atau maisir.
Contoh tuan joni adalah pihak yang menjual hak opsi dapat berupa call option atau put option dengan harga premi Rp 100 (hak jual atau hak beli untuk setiap 1 dolar).  Opsinya berupa hak untuk membeli atau menjual dolar pada waktu yang telah ditetapkan (tanggal exercise dari tanggal  1 september – 1 november ) dengan harga $1= Rp 9000. Apabila suatu pihak memperediksi harga lebih tinggi makan dia akan membeli call option apabila sebaliknya maka ia akan membeli put option. Maka dalam kurun waktu atau pada tanggal akhir berlakunya hak  (sesuai kesepakatan), pemegang hak mempunyai pilihan untuk menggunakan hak nya atau tidak. Apabila ternyata kurs $1= Rp 8700 maka yang memiliki hak membeli (call option ) tidak akan mengambil opsi untuk membeli karena kalau dilakukan berarti setiap $1 ia rugi sebesar Rp 400 (300+100) sedangkan bila tidak di eksekusi maka dia hanya rugi sebesar premi hak opsi yaitu Rp 100. Sedangkan yang mempunyai opsi jual dia akan melakukan aksi penjualan karena dia akan diuntungkan sebesar Rp 200 (300-100) untuk setiap $1.


E. Skema Al-Sharf

Penjelasan:
1. Pembeli dan penjual menyepakati akad sharf
2. Pembeli menyerahkan valuta kepada penjual
3. Penjual menyerahkan valuta lain ke pembeli


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta (mata uang) dengan valuta yang lainnya baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis, seperti jual beli emas dengan emas, perak dengan perak atau emas dengan perak dan  perak dengan emas, baik berupa emas perak perhiasan maupun sebagai alat tukar.
2. Rukun dari akad sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal yaitu: Pelaku akad, Objek akad, Sighot.
3. Syarat-Syarat  dari sharf yaitu: pertama, valuta (sejenis atau tidak sejenis). Apabila sejenis, harus ditukar dengan jumlah yang sama. Apabila tidak sejenis, pertukaran dilakukan sesuai dengan nilai tukar, dan kedua, waktu pembayaran (spot.
4. Terdapat empat jenis transaksi pertukaran valuta asing (sharf), yaitu: pertama, Transaksi Spot, Transaksi Forward, Transaksi Swap, Transaksi Option.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak sekali kesalahan, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan berpedoman pada sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.





DAFTAR PUSTAKA

Nur Hayati, Sri. 2016.  Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta Selatan: Salemba 4. 
Antonio, Syafi’i Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendeka.
Ascarya. 2013. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali.
Burhanuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar