Kamis, 31 Oktober 2019

Fatwa DSN MUI tentang Bunga Bank dan Riba

Makalah Fiqih Ekonomi dan Bisnis Islam
Fatwa DSN MUI tentang Bunga Bank dan Riba



 


Disusun oleh:
Kelompok 8

JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas taufik dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Fatwa DSN MUI tentang Bunga Bank dan Riba” ini.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Arsyil Azwar Senja L.C., M.E.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih Ekonomi dan Bisnis Islam yang selalu memberikan dukungan serta bimbingannya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan dari pembaca demi meyempurnakan makalah ini.
Harapan kami semoga penyusunan makalah ini dapat diterima dan dimengerti serta bermanfaat bagi kami dan pembaca.

Salatiga, 26 Oktober 2019 

Penyusun










DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 1
3. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 3
1. Dasar Hukum diharamkannya Riba 3
2. Dasar‐Dasar Penetapan Fatwa MUI tentang Bunga Bank dan Riba 3
3. Hasil keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia tentang Fatwa Bunga Bank, Desember 2004 4
4. Analisis terhadap Fatwa MUI tentang Bunga Bank 7
BAB III PENUTUP 9
1. Kesimpulan 9
2. Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 1 

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 
Persamaan riba dengan bunga bank di zaman modern, dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat.  Di satu pihak ada yang membedakan dan di pihak lain ada yang menyamakan antara keduanya.  Beberapa orang islam terpelajar, mengatakan bahwa yang dilarang islam adalah riba bukan bunga bank. Mereka berpendapat bahwa bunga yang diantarkan pada pinjaman investasi dalam kegiatan produksi tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan as-sunah karena yang disebut riba hanya pinjaman untuk keperluan konsumtif. Adapun ulama dan sarjana muslim yang menyamakan keduanya adalah Tidur al-Qardawi. Menurut beliau, sistem bunga yang dipraktekkan dalam bank konvensional dewasa ini termasuk dalam kategori riba nasiah. Demikian pula menurut Syekh Muhammad Abu Zara bahwa makna riba itu adalah riba yang dilakukan oleh semua bank dewasa ini, dan tidak ada keraguan lagi tentang keharaman.  
Dari latar belakang inilah cendikiawan muslim, ulama-ulama dan beberapa tokoh Islam merenung dan membahas kembali status bunga bank yang sebelumnya belum ada ketegasannya. Sebagai organisasi Islam, Majelis Ulama Indonesia berperan penting dalam memberikan suatu putusan yang jelas terhadap status bunga bank. Tetapi melihat realita dan kondisi sosial yang ada di masyarakat, mereka belum siap menghadapi penghadangan bunga bank. Hal ini memunculkan ijtihad. Hasil dari berbagai pemikiran ulama dan cendekiawan muslim di Indonesia dengan membentuk Komisi Fatwa maka memunculkan wacana baru berkaitan dengan status bunga bank haram. 
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum riba dan bunga bank dalam Fatwa DSN MUI?
2. Bagaimana analisis dari Fatwa DSN MUI tentang riba dan bunga bank?
C. Tujuan
1. Menjelaskan hukum riba dan bunga bank dalam Fatwa DSN MUI.
2. Menjelaskan analisis mengenai riba dan bunga bank menurut DSN MUI
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum diharamkan Riba 
1. Q.S Al-Baqarah : 275-276, yang artinya: 
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, karena mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” 
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
2. Q.S Al-Baqarah : 278, yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman.”
3. Q.S Ali Imran : 130, yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
4. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba adalah tujuh puluh dosa, dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.” (HR. Ibnu Majah)
5. Dari Abdullah bin Mas’ud: “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, dua orang yang menyaksikan, dan orang yang menuliskannya.” (HR. Ibn Majah)



B. Dasar‐Dasar Penetapan Fatwa MUI tentang Bunga Bank dan Riba 
1. Pendapat para ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (utang-piutang, al-qardh; al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang diharamkan Allah SWT.
a. Al-‘Aini dalam ‘Umdah al- Qari’: “Arti dasar riba adalah kelebihan (tambahan). Sedangkan arti riba dalam hukum Islam (syara’) adalah setiap kelebihan (tambahan) pada harta pokok tanpa melalui akad jual beli.”
b. Ibn al-‘Araby dalam Ahkam al-Qur’an: “Riba dalam arti bahasa adalah kelebihan (tambahan). Sedangkan yang dimaksud dengan riba dalam al-Qur’an adalah setiap kelebihan (tambahan) yang tidak ada imbalannya”
c. Muhammad Ali al-Shabuni dalam Rawa-i’ al-Bayan: “Riba adalah kelebihan (atas pokok utang) yang diambil oleh kreditur (orang yang memberikan utang) dari debitur (orang yang berutang) sebagai imbalan atas masa pembayaran utang”
2. Bunga uang atas pinjaman (qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang diharamkan Allah SWT dalam Al-Qur’an, karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada saat si peminjam (berhutang) tidak mampu mengembalikan pinjaman pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam sistem bunga tambahan sudah langsung dikenakan sejak terjadi transaksi.
3. Ketetapan akan keharaman bunga bank oleh berbagai Forum Ulama Internasional.
4. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga tidak sesuai dengan syari’ah.
5. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya Lembaga Perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.
6. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya Bank Islam dengan sistem tanpa bunga.

C. Hasil keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia tentang Fatwa Bunga Bank, Desember 2004 
1. Pengertian riba dan bunga bank menurut Fatwa DSN MUI
Bunga (interest, faidah) adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dan pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan prosentase.
Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya dan inilah yang disebut riba nasi’ah. Riba jenis kedua yang disebut riba fadhl ialah penukaran dua barang yang sejenis.
2. Hukum Bunga Bank
a. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah.  Dengan demikian, praktek pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.
b. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
3. Bermu’amalah dengan Lembaga Keuangan Konvensional
a. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan Lembaga Keuangan Syari’ah dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
b. Untuk wilayah yang belum ada kantor /jaringan  Lembaga Keuangan Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/ hajat.





D. Analisis terhadap Fatwa MUI tentang Bunga Bank 
Pengertian riba secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata riba yang berarti az-ziyadah (tambahan) atau al-fadl (kelebihan. Riba). Sedangkan menurut terminologi, riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Riba adalah memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan kemungkinan mendapat risiko, mendapat harta bukan sebagai imbalan kerja atau jasa. 
Masdar F. Mas’udi (salah satu tokoh NU), menyatakan bahwa fatwa MUI bersifat pendapat hukum (legal opinion) yang tidak memaksa dan tidak mengikat. Bahkan MUI sendiri, Menanggapi pro dan kontra yang mengiringi munculnya fatwa MUI tentang bunga bank ini, melalui ketua Komisi Fatwanya (K.H. Ma’ruf Amin) meminta agar masyarakat tidak perlu resah sehubungan dengan dikeluarkannya fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank, karena fatwa tersebut bersifat fleksibel dan tidak mengikat sehingga masyarakat tidak harus menarik dananya dari bank‐bank konvensional.  Dengan demikian walaupun secara tegas MUI menyatakan bahwa hukum bunga bank (interest) adalah haram, namun masyarakat tetap diberikan pilihan untuk mengikuti atau tidak fatwa tersebut. Namun bisa dipastikan bahwa golongan masyarakat yang masih memiliki aspirasi teokratis di kalangan umat Islam di negeri ini, tentu sangat apresiatif atas dikeluarkannya fatwa MUI tersebut. 
Adapun dilihat dari segi isinya, terlihat bahwa penetapan fatwa bahwa bunga bank adalah sama dengan riba yang haram hukumnya tersebut, dilakukan setelah MUI melakukan kajian terhadap riba, selain secara normatif juga secara historis (kontekstual), yakni dengan melihat praktek riba pada masa Rasulullah dan praktek bunga pada masa sekarang. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa MUI telah beranggapan bahwa sesuai dengan kondisi dan konteks yang berkembang pada masyatakat Indonesia sekarang, fatwa tentang keharaman bunga bank ini sudah saatnya untuk ditetapkan. Karena dengan telah berkembangnya sistem perbankan yang didasari atas prinsip‐prinsin dan nilai‐nilai syari’ah (terutama untuk wilayah yang sudah ada kantor/ jaringan Lembaga Keuangan Syari’ah), pada dasarnya sudah tidak ada alasan lagi bahwa bermuamalah (bertransaksi) pada perbankan konvensional yang identik dengan sistem bunga merupakan suatu kondisi darurat. Namun untuk wilayah yang tidak ada kantor/ jaringan Lembaga Keuangan Syari’ah, menurut fatwa masih diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional, bendasarkan prinsip dharurat/hajat. Dengan demikian fatwa MUI tentang keharaman bunga ini, sangat memperhatikan kaidah: “Fatwa bersifat meringankan dan tidak memberatkan; memudahkan dan tidak mempersulit”. Dengan kata lain fatwa MUI tersebut telah memperhatikan faktor kondisi maupun kesiapan masyarakat sebagai khitab (penerima) fatwa tersebut. Jadi, kami setuju dengan diharamkannya bunga bank seperti dalam Fatwa DSN MUI, karena sesuai dengan syari’at Islam.

























BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam Fatwa DSN MUI tentang bunga bank dan riba, menyatakan bahwa bunga bank merupakan kategori riba. Hukum riba dari berbagai sumber hukum dan sejarah pada zaman Rasulullah adalah haram. Maka, bunga bank ditegaskan dalam fatwa DSN MUI yaitu hukumnya haram. Dalam pelaksanaannya bunga bank di bank-bank konvensional masih diterapkan, karena fatwa sendiri bersifat tidak mengikat sebagai dasar hukum di Indonesia, tidak seperti Undang-Undang yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun bisa dipastikan bahwa golongan masyarakat yang masih memiliki aspirasi teokratis di kalangan umat Islam di negeri ini, tentu sangat apresiatif atas dikeluarkannya fatwa MUI tersebut.

B. SARAN
Seharusnya sistem bunga bank di Indonesia bisa dikurangi atau dihilangkan, karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah orang muslim. Atau Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia bisa ditambahkan jumlahnya melebihi bank konvensional, sehingga masyarakat yang beragama Islam bisa transaksi di Lembaga Keuangan Syariah.

















DAFTAR PUSTAKA

Sugiarto, Aidi. 2008. FATWA MUI TENTANG BUNGA BANK. Skripsi. Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta
Yuliantin. 2011. AL-RISALAH. Jurnal Kajian Hukum Islam dan Sosial Kemasyarakatan. Vol. 11 No. 2 (hlm 119-145)
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 1 Tahun 2004 Tentang BUNGA (INTEREST/ FA’IDAH)

Pandangan Islam Tentang Tanggung Jawab Social Bisnis II (Lingkungan Alam)

Nama : Khoirun Nissa Afina
NIM / kelas : 63020180064/ 5B
Jurusan : Ekonomi Syariah

Pandangan Islam Tentang Tanggung Jawab Social Bisnis II (Lingkungan Alam)

I. Pendahuluan 
Manusia dikenal sebagai makhluk multidimensi, namun berdasarkan pendekatan ekologis, manusia secara hakiki merupakan makhluk lingkungan (homo ecologies). Pada posisi seperti itu, manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk selalu mencoba mengerti akan lingkungannya. 
Kecenderungan seperti ini menjadi salah satu ciri utama manusia sebagai makhluk yang berakal. Walaupun dengan akalnya (manusia bisa menalar mana yang baik dan mana yang buruk) ia tidak selalu melaksanakan hasil pertimbangan akalnya, sebab sering juga pertimbangan akal kalah dengan pertimbangan situasi dan kondisi lingkungan. Sebab apabila situasi dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk dieksploitasi, maka di situlah nalar sengaja dikalahkan. 
Beragam bencana yang melanda bangsa di dunia, tanpa terkecuali Indonesia selama ini adalah akibat dampak kejahatan yang dilakukan oleh manusia baik secara individu maupun serikat, sebagai user atau pengguna lingkungan. Kemerosotan lingkungan hidup di sekitar kita terutama sekarang ini semakin terasa, peran perusahaan sebagai pelaku proses produksi yang melakukan eksploitasi alam dan sumber daya sangatlah besar. Karena itu untuk menekan semakin parahnya kemerosotan lingkungan hidup ini maka pelaku bisnis di tuntut untuk melaksanakan suatu kegiatan yang tidak hanya mencari keuntungan semata, tetapi lebih memperhatikan kelangsungan hidup, kelestarian alam dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar tempat beroperasinya bisnis tersebut melalui suatu kaidah tanggung jawab sosial. 
Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji bagaiamana pandangan hukum Islam tentang tanggung jawab pelaku bisnis terhadap lingkungan. Pertama akan dikaji bagaimana tanggung jawab pelaku bisnis secara teoritis, dan juga regulasinya di Indonesia, kemudian mengerucut pada bagaimana hukum Islam merespon tanggung jawab tersebut. 
Pembahasan ini menjadi penting sebab banyak terjadi permasalahan lingkungan baik pencemaran dan eksploitasi yang tidak bertanggung jawab di lakukan oleh pelaku bisnis. Meskipun hanya terbatas pada pelaku bisnis sebagai subyek kajian namun kajian ini diharapkan bermanfaat secara umum terlebih tentang cara bagaimana seharusnya manusia memanfaatkan dan memakmurkan lingkungannya. 

II. Pembahasan 
A. Tanggung Jawab Perusahaan; teori dan regulasi 
Perkembangan bisnis modern ditandai dengan bangkitnya kesadaran di kalangan dunia usaha. Perusahaan tidak lagi sekedar menjalankan kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit (keuntungan) dalam menjaga kelangsungan usahanya, melainkan juga memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannnya sehingga masyarakat mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik (social benefit). Dalam diskursus wacana tanggung jawab tersebut dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibiity (CSR).
Mengacu dari beberapa literatur yang ada, definisi CSR sangat beragam dan belum ada konsensus umum mengenai definisi CSR. Namun demikian, CSR pada umumnya adalah proses pembuatan keputusan yang dihubungkan kepada nilai-nilai etika, mematuhi peraturan yang ada, dan menghormati orang, komunitas dan lingkungan.
Teori tanggung jawab perusahaan lebih menekankan pada kepedulian perusahaan terhadap kepentingan stakeholder dalam arti luas dari pada kepedulian perusahaan terhadap kepentingan perusahaan belaka atau pemegang saham (share holder).
Pada kesimpulannya CSR menurut Elisabeth Garriga dan Domence Mele dalam artikelnya Corporate Social Responsibility Theory: Mapping the Theory, CSR mempunyai fokus pada empat aspek utama: 1) mencapai tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan, 2) menggunakan kekuatan bisnis secara bertanggung jawab, 3) mengintegrasikan kebutuhankebutuhan sosial dan 4) berkontribusi ke dalam masyarakat dengan melakukan hal-hal yang beretika. 
Di Indonesia regulasi yang mengatur soal tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) atau lebih spesifik lagi tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan memang telah membuat CSR tidak hanya menjadi suatu kegiatan yang bersifat sukarela (voluntary), tetapi dengan sendirinya menjadi suatu kewajiban (mandatory) yang bermakna liability. Memperkuat kewajiban dalam pelaksanaan CSR oleh semua perusahaan, maka pemerintah mengeluarkan regulasi antara lain; 
1) Undang-Undang Tentang Perseroaan Terbatas No 40 Tahun 2007, serta peraturan pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan erbatas (PP/47/2012). Salah satu aturan UUPT menyatakan bahwa “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan CSR dalam bidang lingkungan” (Pasal 74 ayat 1). 
2) Undang-undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU25/2007) Dalam Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL. Yang dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf b UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. 
3) Undang-undang No 32 Th 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Tanggung jawab tersebut terdapat dalam Pasal 68. 
4) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER05/MBU/2007 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan. 
Regulasi-regulasi diatas menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial lingkungan merupakan kewajiban perusahaan yang harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
Terdapat empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia antara lain; (1) Keterlibatan langsung, (2) Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, (3) Bermitra dengan pihak lain, (4) 
Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium.
Beberapa riset yang dilakukan di Indonesia terkait implementasi dalam kurun waktu 10 tahun akhir ini secara umum dapat disimpulkan antara lain; pertama, bahwa pebisnis umumnya melihat praktik tanggung jawab sosial lingkungan sebagai kegiatan yang memiliki makna sosial dan bisnis sekaligus. Artinya praktik tanggung jawab sosial lingkungan atau CSR masih dikaitkan dengan peningkatan citra korporat di mata masyarakat. Kedua, praktik CSR yang dilakukan belum mencapai hasil seperti yang diharapkan dalam arti pemberdayaan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Hal ini terjadi antara lain disebabkan oleh kebijakan program yang terlalu kaku, implementasi yang salah, dan belum siapnya masyarakat calon penerima bantuan.
Menurut Prince of Wales Foundation ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi CSR; (1) menyangkut human capital atau pemberdayaan manusia. (2) Environments yang berbicara tentang lingkungan. (3) Good Corporate Governance. (4) Social cohesion, artinya, dalam melaksanakan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial. (5) Economic strength atau memberdayakan lingkungan menuju kemandirian di bidang ekonomi.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan merupakan tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan di perusahaan itu sendiri (internal) maupun di luar lingkungan perusahaan (eksternal). Perusahaan sebagai suatu aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar sudah selayaknya memikirkan kepentingan masyarakat di sekitarnya, karena perusahaan sebenarnya juga merupakan bagian dari masyarakat. 
Dengan demikian, dibalik penerapan CSR oleh perusahaan terdapat motivasi yang menonjol, yaitu demi menjamin keberlangsungan hidup perusahaan, meningkatkan citra perusahaan, dan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Di samping itu, faktor pendukung utama penerapan CSR adalah adanya kesadaran dari perusahaan itu sendiri, meskipun motif nya sebagai upaya untuk menjaga hubungan baiknya dengan stakeholders. 

B. Tanggung Jawab Pelaku Bisnis Terhadap Lingkungan; Perspektif Hukum Islam 
a.  Fiqh al Bi’ah; asas pemanfaatan dan pelestarian lingkungan 
Dalam perspektif hukum Islam (fiqh), pelestarian lingkungan dan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan sebenarnya sudah lama dibicarakan. Hanya saja, dalam berbagai literatur tafsir dan fiqh, isu-isu tersebut dikupas secara generik dan terpisah-pisah, belum spesifik dan utuh. Ini bisa dimengerti karena konteks perkembangan struktur dan budaya masyarakat waktu itu belum menghadapi krisis lingkungan sebagaimana terjadi sekarang ini. 
Karenanya, penguatan peran hukum Islam dalam konteks persoalan modern, semisal nasib lingkungan ke depan, menjadi hal yang niscaya, bahkan ia menjadi mata rantai dari sejarah perkembangan hukum Islam yang menyertai peradaban manusia. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka digagas lah suatu aturan perspektif hukum Islam yang mengatur pemanfaatan dan pelestarian lingkungan yang dikenal dengan Fiqh al Bi‟ah atau Fiqih Lingkungan.
Fiqih lingkungan atau fiqh al-bi`ah adalah bagian dari fiqih kontemporer yang dimaksudkan untuk menyikapi isu-isu lingkungan dari perspektif yang lebih praktis dengan memberikan patokan-patokan (hukum/regulasi) yang berinteraksi dengan lingkungan. 
Pendekatan fiqih memiliki keunggulan dibanding pendekatanpendekatan lain, semisal filsafat lingkungan, antara lain karena istilah “filsafat” belum di terima oleh semua kalangan-meminjam istilah Barat, filsafat lebih kearah metafisis/abstrak, sementara Fiqih terma yang diterima umat Islam, berkaitan hukum atau larangan, disamping karena umat Islam memerlukan aturan yang lebih praktis dengan bukti pola pikir bayini (seperti kecenderungan nalar fiqih) yang basis nya teks (nash) lebih dominan daripada pola-pola pikir lain („irfani dan burhani).
Dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, di nyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Konsep Islam tentang lingkungan dapat dilihat dari dalil-dalil al 
Qur‟an dan al hadis yang juga menjadi landasan teologis bagi aturan hukum Islam, sebagai berikut: 
1. Firman Allah swt o Manusia adalah khalifah untuk menjaga kemakmuran lingkungan hidup 
Dalam al-Qur‟an (khilafah) adalah konsep kunci dalam konteks fiqh al-bi`ah.. Sebagaimana dalam QS al An‟am:165 
Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS al 
An‟am:165) 
  
Manusia sebagai khalifah di bumi (khalifah fi al-ardl) memiliki amanah dan tanggung jawab untuk memakmurkan bumi seisinya; bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk barang tambang, merupakan karunia Allah SWT yang dapat dieksplorasi dan dieksploitasi untuk kepentingan kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat (mashlahah „ammah) secara berkelanjutan. Dan dalam proses eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud wajib menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup agar tidak menimbulkan kerusakan (mafsadah); 
o Firman Allah yang menegaskan bahwa Allah telah menjadikan dan menundukkan alam untuk kepentingan manusia, antara lain; QS. Lukman: 20, QS. Al-Hajj: 65, QS. Al-Baqarah: 29. 
o Firman Allah SWT yang menegaskan hubungan antara keimanan dengan memakmurkan bumi dan seisinya serta dampak negatif yang ditimbulkan jika tidak memperhatikan kaidah pelestarian lingkungan, antara lain: QS. Hud: 61, QS. Al-Rum: 9,  
o Firman Allah SWT yang melarang berbuat kerusakan di bumi, termasuk di dalamnya dalam hal pertambangan, antara lain; (QS. Al-A‟raf: 56), (QS. Al-Baqarah: 60), (QS. Al Qashash: 77), (QS al-Syuara‟: 183), (QS. Al-Rum: 41), (QS al-Baqarah: 195). 
o Merusak Lingkungan Adalah Sifat Orang Munafik dan Pelaku Kejahatan, seperti dalam (QS. Al-Baqarah [2]: 205). Serta perilaku kufur sebagaimana QS as Shad:27-28. 

2. Sabda Rasulullah saw, antara lain; 
o Hadis Dari Sa‟id ibn Yazid ra ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Barang siapa melakukan kezhaliman terhadap sesuatu pun dari bumi, niscaya Allah akan membalasnya dengan borgolan tujuh kali bumi yang ia zhalimi. (HR. Bukhari)
 
o Dari Jabir ibn Abdillah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidaklah seorang muslim menanam satu buah pohon kemudian dari pohon tersebut (buahnya) dimakan oleh binatang buas atau burung atau yang lainnya kecuali ia memperoleh pahala” (HR. Muslim) 
 
Dari Ibn Abbas ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain” (HR Ahmad, alBaihaqi, al-Hakim, dan Ibnu Majah) 
 
Aktifitas bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan. Bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang disediakan oleh alam lingkungan. Dalam konteks pelestarian lingkungan, paling tidak ada tiga kelompok yang harus terlibat. Pertama, pengguna yaitu setiap orang di desa maupun di kota yang merupakan pengguna lingkungan. Kedua, kelompok khusus bagi para pengusaha atau pelaku bisnis. Pengusaha ini harus tahu betul bagaimana melaksanakan usaha yang terkait dengan lingkungan. Apakah lingkungan hidup yang terkait dengan angin, tanaman, hewan, atau lain-lainnya. Ketiga, yaitu kelompok umara (para pemimpin, penguasa). 
Jadi jelas sesuai dengan dalil diatas bahwa Islam sangat concern dengan permasalahan lingkungan, bagi Islam lingkungan adalah bukti dan tanda kekuasaan Allah. Mengingkari tanda dan ciptaan Allah dengan merusak, atau menganggap sia-sia adalah termasuk golongan orang kufur lingkungan atau kufur al Bi‟ah. Dan ini jelas ditentang oleh Islam.
Semua bentuk tindakan yang berakibat pada rusaknya keseimbangan dan kelestarian lingkungan dan alam pada dasarnya merupakan pelanggaran agama dan berdosa. Sebagaimana dijelaskan dalam (QS. Al A‟raf: 56). Disamping itu pengrusakan juga bertentangan dengan kaidah Ushuliyyah bahwa;“Kemudaratan itu harus di hilangkan” )ال ضَ ر رَ ي   زا لَ) atau Segala 
Madharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin (ال ضَ ر رَ َي  دَف  عَ َب  قَ دَ رَ َ (الإمكان
Kewajiban manusia sebagai khalifah di bumi adalah dengan menjaga dan mengurus bumi dan segala yang ada di dalamnya untuk dikelola sebagaimana mestinya. Dalam hal ini kekhalifahan sebagai tugas dari Allah untuk mengurus bumi harus dijalankan sesuai dengan kehendak penciptanya dan tujuan penciptaan nya.
 
b. Orientasi Maqashid Syariah Sebagai Kendali Bisnis 
Tidak dapat diragukan lagi bahwa tujuan utama al Qur‟an adalah menegakkan sebuah tatanan masyarakat yang adil (egalitarian) dan etis atau berdasarkan etika. Hal tersebut tampak dalam celaan al Qur‟an terhadap disequilibrium ekonomi dan ketidakadilan sosial di dalam masyarakat Makkah pada waktu itu. 
Makkah adalah sebuah kota dagang yang ramai, tetapi di kota itu pun sangat kentara dijumpai eksploitasi terhadap orang-orang yang lemah, dan berbagai kecurangan di dalam berbagai praktek-praktek bisnis perdagangan dan keuangan. Jelas sekali al Qur‟an menggambarkan situasi yang bercirikan sikap kikir yang keterlaluan, sikap mementingkan diri sendiri, dan kemewahan disamping kemiskinan dan ketidakberdayaan. 
Tentu saja al Qur‟an tidak melarang manusia untuk mencari kekayaan. Sebaliknya ia memberikan nilai yang tinggi kepada kekayaan dengan sebutan sebagai kelimpahan dari Allah atau fadhlullah. Sebagaimana QS al Jumu‟ah (62:10) 
...ف ان  ت  ش رواَ فََ ا لْ  ر ضََ واب  ت  غ واَ م نََ ف  ض لََ ا ه للَّ.. َ
Artinya: “maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” 
Tetapi penyalahgunaan kekayaaan dapat menghalangi manusia didalam mencari nilai-nilai yang luhur sehingga kekayaan tersebut menjadi “sebagian kecil dari kelimpahan dunia” dan “delusi dunia”. Tanpa keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang miskin, shalat sekalipun akan berubah menjadi semacam perbuatan munafik. Sebagimana QS al Maun (107:1-7) 
Maka dalam konteks diatas, bisnis yang memang dianjurkan oleh syari‟at Islam akan menjadi hal yang dicela oleh Allah swt. Tentu bila dari perilaku bisnis tersebut menimbulkan fasad fi al Ardhi kerusakan di bumi, atau “penyelewengan di atas dunia”, yang juga bisa diartikan “keadaan yang menjurus pada pengabaian hukum-hukum yang telah di tetapkan oleh Syari‟at. 
Maka dalam pelaksanaan bisnis baik bagi pelaku bisnis individu perseorangan atau serikat perusahaan, dalam mengambil kebijakan bisnisnya harus benar-benar berdasar pada Maqashid Syari‟ah. Terlebih pelaku bisnis yang berkaitan langsung dengan lingkungan. Sebab yang diharapkan adalah mewujudkan kemaslahatan manusia. 
Kemaslahatan itu dapat diwujudkan jika lima unsur pokok (usul alkhamsah) dapat diwujudkan dan dipelihara. Kelima unsur pokok itu menurut alSyatibi, adalah din (agama), nafs (jiwa), nasl (keturunan), mal (harta), dan aql (akal). Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu dibagi kepada tiga tingkatan kebutuhan, yaitu daruriyat (kebutuhan primer, mesti), hajiyat (kebutuhan sekunder, dibutuhkan), tahsiniyat (kebutuhan tersier). Kebutuhan daruriyat ialah tingkatan kebutuhan yang harus ada sehingga disebut kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Memang dari rumusan tersebut tidak disebut secara jelas tentang pelestarian lingkungan (al Bi‟ah), namun mempertimbangkan menjaga lingkungan (hifdzu al Bi‟ah) atau menjaga alam semesta (hifdzu al Alam) adalah bagian dari Maqashid syari‟ah menjadi keniscayaan, setidaknya berikut pemaparannya; 
Pertama, memelihara alam semesta (hifdz al-„alam) merupakan pesan moral yang bersifat universal yang telah disampaikan Allah kepada manusia, bahkan memelihara lingkungan hidup, merupakan bagian integral dari tingkat keimananan seseorang. Berdasarkan pertimbangan tersebut pemeliharaan alam semesta (hifdz al-„alam).atau pemeliharaan lingkungan (hidz al Bi‟ah) dipandang sebagai bagian dari maqashid al-syari‟ah, sebagaimana yang ditawarkan oleh Al 
Qradhawi. Bahwa pemeliharaan lingkungan merupakan upaya untuk menciptakan kemaslahatan dan mencegah kemudaratan. Hal ini sejalan dengan maqasid al-syari‟ah.
Dalam pandanganya,al-Qaradhawi merumuskan istilah: hifzal-bi‟ah min al-muhafazah „ala ad-din  (memelihara lingkungan adalah bagian dari memelihara agama), hifz al-bi‟ah min al-muhafazah ala an-nafs (memelihara lingkungan adalah bagian dari memelihara jiwa) , hifz al-bi‟ah min al-muhafazah „ala an-nasl (memelihara lingkungan adalah bagian dari memelihara keturunan) , hifz al-bi‟ah min al-muhafazah „ala al-„aql (memelihara lingkungan adalah bagian dari memelihara akal), hifz al-bi‟ah min al-muhafazah „ala al-mal (memelihara lingkungan adalah bagian dari memelihara harta). Dengan demikian, segala prilaku yang mengarah kepada pengrusakan lingkungan hidup semakna dengan perbuatan mengancam jiwa, akal, harta, nasab, dan agama.
Kedua, tanpa merubah struktur  (alkulliyatul al-khamsah) sebagaimana rumusan al Syatibi, namun dapat digunakan kaidah ushul fiqh yang mengatakan “ maala yatimmu al-wajib illa bihi fahua wajib” (sesuatu yang menjadi mediator pelaksanaan sesuatu yang wajib maka ia termasuk wajib). Dengan argumentasi ini dapat dijelaskan bahwa meski pun pemeliharaan alam semesta tidak termasuk dalam kategori  al-kulliyat al-khamsah, tetapi al-kulliyat al-khamsah itu tidak mungkin terlaksana dengan baik apabila pemeliharaan alam semesta diabaikan. Atau dengan kata lain, meletakkan pemeliharaan lingkungan sebagai kebutuhan yang Dharuri dan pembahasannya pun menjadi pioritas (al Ashliyah). 
Sesuai dengan prinsip bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara‟, yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram, maka pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syari‟at. Dengan kata lain, syari‟at atau hukum merupakan kendali bisnis atau nilai utama yang menjadi payung strategis maupun taktis bagi organisasi bisnis. 
Maslahah bertujuan melahirkan manfaat, persepsi yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan.  Konsep Maslahah tidak  selaras  dengan  kemudaratan,  itulah  sebabnya  dia 
melahirkan  persepsi  menolak  kemudaratan  (daf‟u mafsadah) seperti  barangbarang  haram, termasuk  syubhat,  bentuk  konsumsi  yang  mengabaikan  orang  lain  dan membahayakan diri sendiri.
Dengan demikian maqasid al-syari‟ah tidak terlepas dari dimensi insani. Dengan asumsi bahwa syariah Islam bertujuan menuntun manusia mencapai kebahagiaan. Tetapi ia bukan kemanusiaan yang berdiri sendiri, melainkan kemanusiaan yang memancar dari Ketuhanan (habl min al-nas yang memancar dari habl min Allah). Kemanusiaan itu diwujudkan justru dengan tidak membatasi tujuan hidup manusia hanya kepada nilai-nilai sementara (al-dunya) dalam hidup di bumi (terrestrial) ini saja, tetapi menerabas dan menembus langit (ecclesiastical), mencapai nilai-nilai tertinggi (al-matsal al-a‟la) yang abadi di akhirat. Karena itu, sebagaimana nilai kemanusiaan tidak mungkin bertentangan dengan nilai syari‟ah, demikian pula nilai syari‟ah mustahil berlawanan dengan nilai kemanusiaan. 
Dengan kendali syari‟at, bisnis bertujuan untuk mencapai empat hal utama; (1) target hasil yakni profit (materi) dan benefit (non materi), (2) pertumbuhan, artinya terus meningkat, (3) keberlangsungan, dalam kurun waktu selama mungkin, dan (4) keberkahan atau keridhaan Allah. Tujuan perusahaan atau pelaku bisnis tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) sebanyak-banyaknya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) non materi kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), baik melalui pemberdayaan masyarakat dan lingkungan secara sistematis, terencana dan berkesinambungan.  
Sehingga hasilnya adalah kelangsungan keberkahan hidup. 
III. Kesimpulan 
Beradsarkan uraian diats, beberapa hal bisa disimpulkan sebagai berikut; 
Pertama, perintah untuk memelihara lingkungan, dan sebaliknya, larangan merusak lingkungan terdapat jelas dalam ayat-ayat al-Qur‟an dan haditshadits Nabi, dan termasuk di dalamnya pemeliharan keberlangsungan pemenuhan kebutuhan manusia. Ancaman bagi perusak lingkungan (mufsidin) berulang-ulang dinyatakan dalam al-Qur‟an. Bahkan, sebagaimana dijelaskan, eksistensi alam sering disandingkan dengan konsep tauhid yang mengandung arti bahwa manusia, binatang, tumbuhan dan benda tak bernyawa adalah mahluk Tuhan, sehingga perintah atau larangan menjadi bermuatan teologis. 
Kedua, Secara teoritis bahwa perusahaan harus menjalankan bisnisnya secara etis dan bertanggung jawab moral dan sosial terhadap lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Secara normatif tanggung jawab perusahaan sosial dan lingkungan telah diatur dalam tata perturan oerundangan. 
Ketiga, dalam konteks hukum Islam, tanggung jawab pelaku bisnis (baik perseorangan ataupun badan usaha) terhadap lingkungan tidak bisa terlepas dari fiqh al Bi‟ah, baik pendayagunaan dan pelestarian lingkungan hidup. Bentuk tanggung jawab pelaku bisnsi terhadap lingkungan secara umum yakni; pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya selain dengan kendali syari‟at, dalam mengambil kebijakan perusahaan harus berdasarkan pada maqashid syari‟ah dan unsur kemaslahatan. Termasuk didalamnya mempertimbangkan hifdzu al Bi‟ah, agar tercipta kelestarian dan kelangsungan keberkahan hidup. 




Rabu, 30 Oktober 2019

TRADISI JAWA : (RITUAL SEMBELIH BEKAKAK DI AMBAR KETAWANG)

TRADISI JAWA : (RITUAL SEMBELIH BEKAKAK DI AMBAR KETAWANG)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Keindonesiaan 
Dosen pengampu : Nur Edi Prabha Susila Yahya, S. TH.i., M.Ag.


 

Disusun oleh :
Kelompok 5
Kelas : 3C
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
 
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya lah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Ritual Sembelih Bekakak Di Ambar Ketawang”
Makalah ini diajukan guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Keindonesiaan, dengan dosen pengampu Bapak Nur Edi Prabha Susila Yahya, S. TH.i., M.Ag.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.Amin Ya Rabbal ‘Alamin.






Salatiga, 26 Oktober 2019



Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN 
A. Pengertian Tradisi 3
B. Nilai – Nilai Sebuah Tradisi 4
C. Sejarah Terjadinya Upacara Saparan Bekakak 5
D. Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping Dalam Konteks 
Nilai – Nilai Sebuah Tradisi 7
E. Proses Penyembelihan Sepasang Boneka 
Pengantin Bekakak 10
F. Pantangan – Pantangan 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA 15





 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan masing –masing yang berbeda antara budaya  yang satu dengan yang lain. Kebudayaan budaya yang ada diindonesia dilandasi oleh toleransi yang tinggi. Upacara tradisional dalam masyarakat jawa adalah salah satu contohnya.upacara tradisonal  merupakan salah satu pranata sosial religious yang diperlukan masyarakat sebagai usaha untuk memenuhi komunikasi dengan kekuatan magis atau roh leluhur .sebagai salah satunya adalah Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping yang hingga saat ini masih terjaga kelestariannya .Budaya Bekakak Gamping,penuh dengan simbol-simbol yang menitipkan suatu pesan didalamnya .untuk mengetahuai makna simbol dalam Budaya Bekakak Gamping digunakan untu metode analisis semiotika.Semiotika itu sendiri adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda .Tanda-tanda adalah perangkat yang bisa kita pakai dalam upaya  berusaha untuk mencari jalan didunia ini,ditengah –tengah manusia. Upacara Saparan Bekakak semula bertujuan untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta kepada Sri Sultan Hamengkubuwono I.Tradisi khas berupa penyembelihan bekakak, sepasang boneka temanten (pengantin jawa) muda yang terbuat dari tepung ketan sirup gula merah,merupakan siasat dari Sri Sultan Hamengkubuwono I guna untuk mengelabuhi setan –setan penunggu Gunung Gamping.oleh karena itu dengan mengangkat tema Makna Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping ini diharapkan bisa memberi pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai kebudayaan yang mungkin kurang dijadikan perhatian secara khusus oleh masyarakat sebagaian besar.sehingga menambah wawasan serta bisa melestarikan budaya agar tidar pudar dalam perkembangan zaman saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu tradisi dan  nilai apa saja yang terkandungnya?
2. Bagaimana sejarah terjadinya upacara saparan bekakak?
3. Bagaimana upacara adat saparan bekakak gamping dalam konteks nilai-nilai sebuah tradisi?
4. Bagaimana proses penyembelihan sepasang boneka pengantin bekakak?
5. Apa saja pantangan-pantangan tradisi penyembelihan bekakak?
C. Tujuan 
1. Untuk mengetaui apa itu tradisi beserta nilai-nilainya.
2. Untuk mengetahui sejarah terjadinya upacara saparan bekakak
3. Untuk mengetahui upacara adat saparan bekakak gamping dalam konteks nilai nilai sebuah tradisi
4. Untuk mengetahui proses penyembelihan sepasang boneka pengantin bekakak
5. Untuk mengetahui apa saja pantangan-pantangan   tradisi penyembelihan bekakak











BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengetian Tradisi
Dalam Ensiklopedia disebutkan bahwa adat adalah “kebiasaan” atau “tradisi” masyarakat yang telah dilakukan berulang kali secara turun-temurun. Kata “adat” disini tidak lazim dipakai tanpa membedakan mana yang mempunyai sanksi, seperti “hukum adat”, dan mana yang mempunyai sanksi, seperti disebut adat saja. 
Pengertian tradisi menurut para ahli : 
1. Soerjono Soekamto (1990)
Menurut Soerjono Soekamto tradisi ialah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dengan secara langgeng (berulang-ulang).
2. WJS Poerwadarminto (1976)
Menurut WJS Poerwadarminto tradisi ialah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dalam masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus, seperti adat, budaya, kebiasaan dan juga kepercayaan.
3. Van Reusen (1992)
Menurut Van Reusen tradisi ialah warisan atau norma adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tetapi tradisi bukan sesuatu yang tidak bisa dirubah. Tradisi justru perpaduan dengan beragam perbuatan manusia dan di angkat dalam keseluruhannya. 
4. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Menurut KBBI tradisi ialah adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. 
Pengertian tradisi secara umum adalah segala sesuatu yang diwariskan atau disalurkan dari masa lalu ke masa saat ini tau masa sekarang yang sudah menjadi sebuah kebiasaan. 
B. Nilai-nilai Sebuah Tradisi 
Dalam suatu kebudayaan tradisi Jawa pada umumnya terdapat nilai-nilai dasar yang terkandung didalamnya, misalnya: 
1. Nilai Religius Magis
Religius magis hidup dalam kesukuan masyarakat Jawa. Nilai tersebut mempengaruhi dan akhirnya menjadi tradisi yang hidup subur dan kekal dalam kehidupan masyarakat. Masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi dari padanya, dan masalah mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka ragam untuk mencari hubungan dengan ketentuan-ketentuan tersebut.
2. Nilai GotongRoyong
Sikap hidup masyarakat sehari-hari seperti sikap gotong royong dan tolong menolong masih dijunjung tinggi oleh masyarakat, hal ini menunjukkan sifat tradusional masyarakat desa. Corak hidup masyarakat yang demikian menunjukkan ciri tradisional masyarakat desa yang mempunyai suasanya demokratis dimana sebelum mengambil keputusan untuk melakukan tindakan tertentu selalu diawali dengan musyawarah sehingga setiap kegiatan adalah hasil keputusan bersama seluruh warga masyarakat.
3. NilaiSeni
Dalam budaya Jawa, terdapat suatu kesenian yang diuraikan dalam salah satu wujud rasa budaya manusia ialah alam seni. Alam seni ini terdiri beberapa unsur, yaitu:seni rupa, seni sastra, seni musik, dan seni drama. Alam seni merupakan aktivitas tingkah laku yang berpola pada manusia yang dalam mengungkapkannya penuh dengan tindakan-tindakan simbolis.
Dari ketiga tindakan diatas merupakan warisan budaya dari nenek  moyang. Tindakan-tindakan simbolis seperti ini masih banyak yang tetap dilaksanakan dengan penghayatan akan tuah dan pengaruh magisnya dalam kehidupan masyarakat Jawa. Namun, ada pula masyarakat Jawa hanya melaksanakan secara praktis tanpa penghayatan batiniah lagi, tetapi hanya melakukan sesuai pola-pola tradisional yang berlaku sebagai penghormatan kepada karya-karya budaya nenek moyangnya yang bersifat religius telah hilang dan tinggal tindakan alegoris belaka. 
C. Sejarah Terjadinya Upacara Saparan Bekakak 
Kegiatan sosial budaya yang dilakukan oleh masyarakat DesaAmbarketawang Dalam wujud upacara tradisional penyembeihan pengantinBekakak atau sepasang boneka yang terbuat dari tepung beras dan tepungketan yang diisi cairan gula jawa yang diberi warna merah sebagai juruhyang secara legendaries dihubungkan dengan tokoh Ki Wirasuta sekeluarga sebagai abdi dalem penongsong yang setia kepadapangeranmangkubumi yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono I yang meninggal dunia secara misterius.Tradisi ini dilakukan pada bulan Sapar maka disebut dengan saparan.
Upacara tradisional di Yogyakarta lebih dari dua misalnya, Saparan Ki Ageng Wonolelo di Ngemplak Sleman, Rebo Wekasan yang menjadi tradisi bagi masyarakat Bantul, Jatinom yang dikenal dengan Yokowiyu (apeman) yang ada di Klaten, dan yang terakhir adalah Saparan Kali Buko di Kecamatan Kokap Kabupaten Dati II Kulon Progo. Setiap kegiatan saparan mempunyai ciri yang berbeda-beda seperti halnya dengan tradisi saparan di Gamping Sleman Yogyakarta yang tepatnya di Desa Ambarketawang yang mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu penyembelihan sepasang pengantin Bekakak yang sebagai ritual persembahan.
Bersumber dari generasi ke generasi, saparan ini dilakukan atas dawuh dalem Pangeran Mangkubumi sebagai tanda untuk mengingat kesetiaan abdi dalem Ki Wirosuto ysng meninggal dunia secara misterius dan untuk keselamatan masyarakat yang pada waktu itu mencari batu kapur atau gamping. Upacara saparan ini mula-mula dimaksudkan untukmemperingati jasa dan kesetiaan Ki Wirosuto sebagai abdi dalem, tetapi seiring dengan berjalannya waktu maksud dari upacara saparan ini berubah, yakni sebagai simbol untuk meminta keselamatan dari Ki Wirasuta sekeluarga yang menguasai Gunung Gamping. Perubahan maksud itu rupanya didasarkan pada pengalaman dan kepercayaan masyarakat setempat.
Dahulu sewaktu Gunung Gamping masih dalam keadaan utuh, pengambilan batu gamping oleh masyarakat dilakukan secara bebas. Gunung ini merupakan sumber kehidupan masyarakat Gampingdan sekitarnya. Pengambilan batu gamping ini cukup sulit dan berbahaya biasanya sering menyebabkan korban jiwa. Pada waktu dulu korban manusia dan kecelakaan selalu terjadi setiap tahunnya dan yang lebih umum terjadi pada bulan Sapar. Masyarakat memiliki simbol tersendiri jika terdengar suara Bende dicanangkan dari Gunung Gamping maka itu pertanda di Gunung Gamping telah terjadi mala petaka ataubahaya.
Berhubung dengan sering terjadinya korban manusia, maka Sri Sultan HB I memerintahkan agar memberikan sesaji-sesaji setahun sekali berupa penyembelihan sepasang pengantin bekakak sebagai simbol pengganti korban manusia, dengan maksud agar korban manusia tidak selalu bertambah. 
D. Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping dalam Konteks Nilai-nilai Sebuah Tradisi
Tradisi Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping merupakan warisan nenek moyang secara turun temurun dari jaman dahulu hingga sekarang merupakan suatu keharusan untuk tetap melaksanakannya setiap satu tahun sekali pada hari Jumat, bulan Sapar antara tanggal 10 – 20 kalender Jawa, pada pukul 14.00 WIB (kirab temanten bekakak), sedangkan untuk penyembelihan bekakak dilakukan pada pukul 16.00 WIB. Oleh karena itu untuk hari pelaksanaan upacara sudah tidak dapat diubah. Ketetapan tersebut sudah diberlakukan sejak jaman nenek moyang warga Desa Ambarketawang karena tanggal tersebut dianggap merupakan hari baik. Pernah sempat terjadi polemik mengenai penyelenggaraan Upacara Adat Saparan Bekakak Gamping. Sebagian masyarakat menginginkan agar pelaksanaan diganti hari selain hari Jumat, dikarenakan Jumat adalah waktu bersamaan dengan ibadah Sholat Jumat yang wajib dikerjakan oleh semua umat muslim laki- laki. Kegiatan ini dianggap menghambat ibadah bagi warga muslim yang akan melaksanakan Ibadah Sholat Jumat. Namun hal itu tidak melunturkan tradisi yang sudah berjalan sejak dulu sehingga Upcara Adat Saparan Bekakak Gamping tetap dilaksanakan sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan.
Hal ini diperkuat bahwa sejarah perkembangan religi masyarakat Jawa dimulai juga sejak jaman prasejarah, mereka membayangkan bahwa disamping segala roh yang ada tentu ada kekuatan paling berkuasa dan lebih kuat dari manusia, maka untuk menghindarkan gangguan dari roh itu maka penduduk setempat memuja-mujanya dengan jalan mengadakan upacara (Herusatoto, 2001:88).
Oleh karena itu dengan diadakannya Upacara Adat Saparan Bekakak, masayarakat desa Ambarketawang secara bersama-sama memohon kepada Tuhan melalui Upacara Saparan Bekakak, agar seluruh warga diberi keselamatan, dijauhkan dari sambikolo atau bencana-bencana atau hal-hal yang akan mengancam keselamatan warga Ambarketawang dan seluruh isinya. Jadi pada dasarnya Upacara Adat Saparan Bekakak ini cukup melekat pada masyarakat Ambarketawang Gamping yang memiliki keyakinan dan keharusan untuk melaksanakan upacara ritual tersebut dengan beberapa alasan yang mendukung, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, diadakannya upacara ini adalah untuk mengenang jasa dan kesetiaan Ki Wirosuto yang meninggal dunia secara misteriusdalam menjalankan tugas menunggu bekas Pesanggrahan Kraton Ambarketawang atas dhawuh dalem Sri Sultan HB I, selain itu juga dimaksudkan oleh masyarakat setempat mengharap keselamatan agar terhindar dari segala macam bencana, karena Desa Ambarketawang adalah desa yang dikelilingi perbukitan kapur sehingga dulu sebagian besar masyarakat setempat menggantungkan hidupnya sebagai penambang batu kapur. Untuk itu melalui Upacara Adat saparan Bekakak ini, dimaksudkan untuk dipersembahkan kepada dhayang penunggu Gunung Gamping agar dalam pengambilan batu kapur diberi keselamatan karena mengingat dalam proses penambangan batu kapur memiliki resiko bahaya yang sangat besar. Selain itujuga 
Kedua, ungkapan terima kasih, kebahagiaan, serta rasa syukur kepadaTuhan YME karena telah memberi keselamatan tanpa ada bencana yang meninpa desa dan seluruhisinya.
Ketiga, selain untuk persembahan keselamatan serta ungkapan terima kasih kepada tuhan YME, Upacara Adat Saparan Bekakak juga merupakan kalender event tahunan Dinas Pariwisata Sleman. Upacara Adat Saparan Bekakak dikemas sedemikian rupa dan dalam setiap kirabnya memberikan inovasi setiap tahunnya agar menarik wisatawan baik dalam maupun luar negri.
Adapun tujuan diadakannya Upacara Adat Saparan Bekakak ini diantaranya adalah:
a. Melestarikan nilai-nilai budaya tradisional
b. Untuk menarik wisatawan baik wisatawan domestik maupun manca negara
c. Meningkatkan dan menjaga sifat kegotong-royongan, persaudaraan, serta kerukunan masyarakat di wilayah Desa ambarketawang. 
Penyelenggaraan Upacara Adat Saparan Bekakak di Desa Ambarketawang melibatkan berbagai pihak terutama panitia upacara saparan, panitia inilah yang mengururusi pelaksanaan jalannya upacara. Mereka bertugas mengatur persiapan-persiapan upacara, acara-acara, pengumpulan dana, pengerahan tenaga dan sebagainya. Untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara adat saparan bekakak di Gamping, banyak dibutuhkan tenaga, materi,serta partisipasi masyarakat setempat. Persiapan upacara ini justru lebih banyak menyita waktu serta tenaga dan ketelitian. Misalnya dalam pembuatan sepasang pengantin bekakak, sesaji-sesaji, kembar mayang, dan sebagainya.
Pagelaran upacara saparan bekakak menuai banyak kontroversi yang mana penduduk mayoritas Kecamatan Gamping adalah muslim. Sebagian warga beranggapan bahwa upacara saparan bekakak ini mengandung unsur musyrik. Menurut sebagian penduduk Gamping beranggapan bahwa Islam Kejawen adalah tindakan sinkretisme yaitu mencampur adukkan ajaran yang sudah jelas jauh berbeda dan bertolak belakang. Sampai kapanpun agama dan budaya merupakan dua hal yang tidak akan pernah bisa untuk disatukan. Di Gamping ini terdapat beberapa organisasi Islam garis keras yang menentang diadakannya pegelaran saparan bekakak ini. Namun banyak juga yang mendukung penuh diadakannya upacara saparan bekakak ini. Sebagian besar organisasi Islam tersebut hanyalah pendatang bukan warga Gamping asli, sehingga kedekatan emosional dengan upacara adat tersebut dirasa kurang. Berbeda dengan warga gamping asli yang menginginkan upacara adat tersebut terus diselenggarakan. Sebuah hal yang dilematis antara melesatarikan budaya atau keimanan terhadap agama.
Kontroversi dari internal inilah yang sebenarnya menjadi faktor penghambat utama dalam pelestarian budaya saparan bekakak. Pada tahun 1989 sempat tidak diselelnggarakan upacara adat saparan bekakak dikarenakan banyak penolakan-penolakan dari warga setempat. Namun kevakuman itu tidak berlangsung lama, masayarakat bahu membahu kembali menyelenggarakan upacara adat tersebut karena tidak ingin kehilangan kebudayaan khas daerah setempat. Sehingga penyelenggaraan Upacara Adat Saparan Bekakak kini beralih fungsi, yang semula untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta terhadap Sri Sultan HB I kemudian beralih fungsi lagi menjadi ritual persembahan kepada dhayang penunggu Gunung Gamping, agar para penambang batu kapur selamat, karena mengingat dalam menambang batu kapur sangat berbahaya dan penuh resiko. Hingga  sekarang fungsi dari penyelenggaraan upacara adat saparan bekakak tersebut hanya semata meneruskan tradisi yang sudah ada, karena penduduk sekitar tidak menginginkan jika kebudayaan mereka menghilang seiring dengan perkembanganjaman.
E. Proses Penyembelihan Sepasang Boneka Pengantin Bekakak
Prosesi penyembelihan sepasang boneka pengantin bekakak diawali dengan dilakukannya kirab yang dimulai dari Balai Desa Ambarketawang. Kirab yang mengiringi joli atau yang berisi boneka pengantin bekakak serta sesaji adalah kirab adat. Pada awal penyelenggaraan Upacara Adat Saparan Bekakak peserta kirab hanya sebatas kirab adat saja.
Kirab Adat berisi dua pasang boneka pengantin bekakak, sepasang genderuwo, sesaji-sesaji, replika hewan kesayangan Ki Wirasuta, beberapa komunitas kesenian daerah setempat, serta beberapa prajurit yang  mengawal. Pelaksanaan Upacara Adat Saparan Bekakak dirasa monoton sehingga yang semula diselenggarakan oleh pemerintah daerah setempat, kini diserahkan kepada masyarakat Gamping untukmengelolanya.
Pada tahun 2006 akhir, merupakan peralihan kepanitiaan penyelenggara Upacara adat Saparan Bekakak. Penyelenggara saparan bekakak dulu di kelola oleh pemerintah setempat, kemudian dilimpahkan sepenuhnya kepada warga Gamping. Tahun 2007 adalah merupakan awal diselenggarakannya upacara Adat Saparan Bekakak yang berbeda dari penyelenggaraan pada tahun-tahun sebelumnya. Penambahan simbol seperti Pra kirab dan Kirab Penggembira, yang terdapat dalam Upacara Adat Saparan Bekakak merupakan inovasi dari panitia penyelenggara yang baru agar saparan bekakak dikemas lebih menarik, efektif, dan menghibur.
Pra Kirab adalah barisan pembuka yang terdapat barisan Tonti, marching band, organisani kemasyarakatan, PKK, dan masih banyak lagi. Pra Kirab merupakan suatu barisan yang mempertontonkan potensi SDMyang terdapat di wilayah Gamping. Pra Kirab terletak pada awal kirab. Sedangkan Kirab Penggembira adalah kirab pamungkas yang mengiringi Kirab Adat.
Kirab Penggembira berisi barisan dari berbagai macam paguyuban kesenian dari berbagai daerah tidak hanya dari wilayah Gamping. Dalam Kirab Penggembira ini para paguyuban seni mempertontonkan hasil kesenian yang digeluti. Kostum yang digunakan lengkap dengan segala asesoris layaknya akandipentaskan.
Barisan upacara kirab pengantin bekakak di Desa Gamping itu berangkat dari Balai Desa Ambarketawang menuju ke arah Selatan, kemudian di samping jalan besar menuju arah Jogja-Wates belok ke kiri (arah ke Timur). Setelah melewati Pasar Gamping, lalu belok ke kanan (arah ke Selatan), kemudian menuju ke arah bekas Gunung Gamping (sekarang menjadi Kampus Stikes A.Yani), di sinilah tempat penyembelihan sepasang boneka temanten bekakak yang pertama. Arak-arakan kirab boneka temanten bekakak dilanjutkan ke tempat penyembelihan boneka bekakak yang ke dua di Gunung Kliling. Lokasi ini berada disebelah utara bekas keraton (pesanggrahan) Ambarketawang, tempat yang merupakan tempat tinggal Pangeran Mangkubumi pada waktu dulu. 
F. Pantangan - Pantangan
Semua komponen upacara keagamaan seperti tempat upacara, waktuatau saat-saat upacara, peralatan atau perlengkapan upacara dan lain sebagainya sebagai sifat sakral atau keramat. Karena sifatnya ini maka tidak boleh dilakukan dengan cara sembarangan, harus dilakukan dengan hati-hati sebab kalau tidak akan menimbulkan dari berbagai larangan atau pantangan- pantangan.
Dengan larangan-larangan atau pantangan para pelaku terlibat didalam upacara keagamaan itu akan memperoleh rasa khusuk. Pantangan-pantangan ini merupakan ketentuan selama berlakunya kegiatan upacara, sedangkan wujudnya berupa pesan-pesan dari tokoh leluhur yang merupakan larangan- larangan agar tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diwariskan oleh leluhur itu, bisa juga larangan itu berwujud, makanan, ucapan, dan sebagainya.
Dalam suatu upacara adakalanya mempunyai pantangan-pantangan yang harus dipatuhi atau larangan-larangan yang tidak boleh ditinggalkan dalam pelaksanaan upacara tersebut. demikian juga dalam seluruh pelaksanaan upacara tradisional saparan bekakak ini memiliki pantangan- pantangan bagi mereka yang terlibat langsung dalam upacara tersebut. Pantangan yang dimaksud adalah bagi mereka yang membuat sesaji sepasang boneka pengantin bekakak tidak boleh kotor, harus suci dalam artian mereka harus orang-orang tua atau wanita yang sudah tidak datang bulan lagi dan masih dalam lingkup keluarga atau secaraturun-temurun.
Dalam pelaksanaan upacara sugengan ageng, Ki Juru Kunci harus sesirih atau mutih selama tiga hari sebelum hari upacara kirab sepasang boneka pengantin bekakak dimulai dan disertai rasa ikhlas tanpa pamrih, selain itu juga dalam upacara ini harus ada cerutu, jenewer, impling atau candu, jadah bakar, rondo kemul, sebab semua itu merupakan simbol dari makanan kegemaran Ki Wirasuta. Sedangkan dalam upacara sugengan ageng
yang harus ada tawonan karena ini juga merupakan simbol dari makanan kegemaran Sri Sultan HB I. Bagi para pengunjung yang menyaksikan penyembelihan sepasang boneka pengantin bekakak ini masyarakat dilarang memakai pakaian serba hijau karena dianggap menyamai Kanjeng Ratu Kidul, dan dilarang mengambil atau menggunakan batu-batu bata bekas Kraton Ambarketawang. Jika pantangan itu dilanggar maka akan terjadi hal- hal yang tidak diinginkan yang biasanya akan menimpa warga sekitar. 











BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Upacara bekakak dilaksanakan pada setiap satu tahun sekali pada hari Jumat, bulan Sapar antara tanggal 10 – 20 kalender Jawa, pada pukul 14.00 WIB (kirab temanten bekakak), sedangkan untuk penyembelihan bekakak dilakukan pada pukul 16.00 WIB. 
Diadakannya upacara ini adalah : 
1. Untuk mengenang jasa dan kesetiaan Ki Wirosuto yang meninggal dunia secara misteriusdalam menjalankan tugas menunggu bekas Pesanggrahan Kraton Ambarketawang atas dhawuh dalem Sri Sultan HB I
2. masyarakat setempat mengharap keselamatan agar terhindar dari segala macam bencana, karena Desa Ambarketawang adalah desa yang dikelilingi perbukitan kapur. 
3. Upacara Adat saparan Bekakak ini, dimaksudkan untuk dipersembahkan kepada dhayang penunggu Gunung Gamping agar dalam pengambilan batu kapur diberi keselamatan
4. Sebagai ungkapan terima kasih, kebahagiaan, serta rasa syukur kepadaTuhan YME karena telah memberi keselamatan tanpa ada bencana yang meninpa desa dan seluruhisinya
Upacara tersebut dilaksanakan dengan empat tahap: tahap midodareni, kirab, nyembelih pengantin, sugeng ageng. Peserta kirab dibagi menjadi tiga: pra kirab, kirab adat dan kirab penggembira. Tujuannya untuk mendo’akan ki wirasuta dan nyi wirosuto, serta menyedekahkan sebagian hasil panen mereka untuk bersama. Dan sebelum upacara penyembelihan bekakak pengantin, ada ritual khusus semacam mujahadan dan tahlilannya juga.
DAFTAR PUSTAKA

Ensiklopedia Islam, jilid I (Jakarta;PT ichtiar baru van hoeve, 1999)
Fiki Trisnawati Wulandari, Skripsi: “Pergeseran Makna Budaya Bekakak Gampling “ (Yogyakarta: UPN “Veteran” Yogyakarta, 2011)
Rofiana Fika Sari, “ Pengertian Tradisi Menurut Para Ahli ‘(http://www.idpengertian.com/pengertian-tradisi-menurut-para-ali/), Di akses pada 26 Oktober 2019 


Selasa, 29 Oktober 2019

TEORI BIAYA DAN MAKSIMISASI KEUNTUNGAN

“TEORI BIAYA DAN MAKSIMISASI KEUNTUNGAN”
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Ekonomi Mikro
Dosen Pengampu : Rifda Nabila, M. Si.
 
Disusun Oleh:
Kelompok 01

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019 
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan mengenai “Teori Biaya dan Maksimisasi Keuntungan” dan pengalaman bagi pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini. Sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Salatiga, Oktober 2019

Penyusun







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Makalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Konsep Dasar Biaya 2
B. Pilihan Input yang Meminimumkan Biaya 3
C. Kurva Biaya Jangka Pendek dan Jangka Panjang 5
D. Maksimisasi Keuntungan 8
BAB III PENUTUP 11
A. Kesimpulan 11
B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori biaya memegang peranan penting untuk analisa perilaku konsumen. Sebagai seorang produsen yang baik harus memperhatikan kebutuhan konsumen akan suatu barang/jasa. Namun juga tidak melupakan tujuan dari memproduksi suatu barang/jasa yang nantinya akan dipasarkan. Tujuan utama seorang produsen adalah mencari keuntungan maksimum namun dengan biaya yang minimum.
Pada kesempatan kali ini kami akan memaparkan penjelasan singkat mengenai teori biaya dan maksimisasi keuntungan. Yang dapat digunakan pembaca sebagai referensi jika ingin memulai membuat suatu usaha.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan biaya dan bagaimana konsep biaya?
2. Apa saja pilihan input yang dapat meminimumkan biaya?
3. Bagaimana kurva biaya jangka pendek dan jangka panjang?
4. Bagaimana cara memaksimisasi keuntungan?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk memahami apa itu biaya dan konsep dasar mengenai biaya.
2. Untuk mengetahui pilihan input yang meminimumkan biaya.
3. Untuk memahami kurva biaya jangka pendek dan jangka panjang.
4. Untuk mengetahui cara memaksimisasi keuntungan.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Biaya
Teori biaya memegang peranan penting dalam analisa perilaku konsumen. Seorang produsen biasanya memegang prinsip untuk meminimumkan biaya namun tetap menghasilkan output atau hasil yang maksimal. Sebelum mempelajari lebih lanjut mengenai konsep biaya, lebih baik mempelajari terlebih dahulu apa itu biaya. Biaya adalah pengorbanan sumber daya yang diukur dalam nilai moneter, untuk mencapai tujuan pada kurun waktu tertentu.
Biaya berdasarkan perubahan skala produksi dibagi menjadi tiga, yaitu biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya total. Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang secara relatif tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi, biasanya dilambangkan dengan FC. Biaya tidak tetap (Variable Cost) adalah biaya yang volumenya dipengaruhi oleh banyaknya output, biasanya dilambangkan dengan VC. Sedangkan biaya total (Total Cost) adalah jumlah dari biaya tetap dan tidak tetap, biasanya dilambnagkan dengan TC.
Biaya berdasarkan fungsi dalam proses produksi dibagi menjadi dua, yaitu biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung (Direct Cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada unit produksi yang langsung berkaitan dengan pelayanan kepada konsumen. Biaya tidak langsung (Indirect Cost) adalah biaya yang dikeluarkan pada unit penunjang.
Biaya produksi adalah sejumlah pengorbanan ekonomis yang harus dikorbankan untuk memproduksi suatu barang. Menetapkan biaya produksi berdasarkan pengertian tersebut memerlukan kecermatan karena ada yang mudah diidentifikasikan, tetapi ada juga yang sulitdiidentifikasikan dan hitungannya. Biaya produksi yang di keluarkan setiap perusahaan dapat di bedakan dalam 2 jenis, yaitu biaya eksplisit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplisit adalah semua pengeluaran untuk memperoleh faktor-faktor  produksi dan input lain yang di bayar melalui pasaran (pembayaran berupa uang). Biaya tersembunyi adalah pembayaran untuk keahliaan keusahawanan produsen tersebut modalnya tersendiri yang digunakan dalam perusahaan dan banguanan perusahaan yang dimiliki.
Beberapa simbol dan rumus mengenai biaya yang akan dipelajari:
1. Biaya Total (Total Cost/TC) merupakan jumlah dari biaya tetap dengan biaya variabel.
TC = TFC + TVC
2. Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost/TFC) adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dari jumlah produksi, Mis. Biaya modal, gaji, sewa gedung dll.
3. Biaya Variabel (Total Variable Cost/TVC) adalah biaya yang besarnya tergantung dari tingkat produksi, Mis. biaya bahan baku, upah buruh.
4. Biaya Tetap Rata-rata (AFC)
AFC = TFC/Q              
5. Biaya Berubah Rata-rata (AVC)
AVC =  TVC/Q
6. Biaya Total Rata-Rata (AC)
AC  =  TC   atau   AC =( AFC + AVC)/Q
7. Biaya Marginal
MCn =  ( TCn – TC n-1)/(Qn – Qn-1)

B. Pilihan Input yang Meminimumkan Biaya
Pada prinsipnya minimisasi biaya dapat dilakukan oleh perusahaan melalui pemilihan kombinasi input tenaga kerja (L) dan modal (K) yang dapat meminimalkan biaya. Perusahaan perlu mencari seluruh kemungkinan kombinasi input untuk mendapatkan kombinasi harga yang termurah. Kondisi tersebut terjadi ketika Tingkat Substitusi Teknis Marginal Dari L dan K sama dengan rasio biaya input antara tingkat upah (W) dengan tarif sewa modal (R).

Ini menunjukan bahwa perusahaan yang meminimumkan biaya harus menyamakan MRTS kedua masukan dengan rasio harga kedua masukan tersebut. Secara grafis dapat dijelaskan pada gambar berikut:
 
Penjelasan:
1. Garis isokos (TC1) menunjukan seluruh kombinasi input modal dan tenaga kerja yang dapat dibeli atau dipekerjakan oleh perusahaan pada tingkat biaya tertentu. 
2. Garis isokuan (q1) menunjukan seluruh kombinasi input K dan L yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk memproduksi sejumlah output tertentu dengan biaya total yang ada. 
3. Kombinasi antara K dan L menjaga biaya total tetap konstan, yang terletak disepanjang garis lurus dengan slope -w/v. 
4. Seluruh garis biaya total yang sama dapat ditunjukan pada Gambar 1 sebagai garis lurus paralel dengan slope –w/v. 
5. Dari tiga garis total cost (TC1,TC2 dan TC3) terlihat bahwa biaya total minimum untuk menghasilkan q1 dapat diberikan oleh TC1 ketika kurva biaya total bersinggungan dengan isokuannya. 
6. Kombinasi input yang dapat meminimisasi biaya tersebut adalah pada L* dan K*. 
7. Titik singgung antara garis isokuan dan garis total cost tersebut menunjukan bahwa secara teknis perusahaan mampu mensubstitusikan L untuk K (RTS) dalam produksinya adalah sama dengan tingkat dimana perusahaan dapat mensubstitusikan L untuk K melalui transaksi di pasar.




C. Kurva Biaya Jangka Pendek dan Jangka Panjang
1. Kurva Biaya Jangka Pendek
a. Kurva Biaya-biaya Total
 
Dalam gambar di atas digambarkan 3 jenis kurva yang termasuk dalam golongan kurva –kurva  biaya total rata-rata, yaitu:
1) Kurva TFC yang menggambarkan biaya tetap total.
2) Kurva TVC yang menggambarkan biaya berubah total.
3) Kurva TC yang menggambarkan biaya total.
Pada pemulaannya apabila jumlah faktor berubah adalah sedikit, produksi marjinal meninngkat dan menyebabkan TVC berbentuk agak landai (lihat bagian ab) tetapi, apabila produksi sudah semakin banyak, produksi marjinal semakin berkurang dan menyebabkan kurva TVC semakin tegak (lihat bagian bc).








b. Kurva Biaya Rata-rata
 
Kurva dalam gambar di atas berdasarkan kepada angka-angka yang terdapat dalam kurva biaya tetap rata-rata berbentuk menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Bentuk yang demikian disebabkan karna ia menggambarkan bahwa semakin besar jumlah produksi, semakin kecil biaya tetap rata-rata.

c. Analisis Biaya Produksi Jangka Pendek
Terdapat banyak pembedaan jenis biaya:
1) Biaya langsung yaitu biaya yang langsung masuk dalam proses produksi suatu barang, bahan baku, tenaga kerja  dll.
2) Biaya tidak langsung yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mendukung proses produksi misalnya biaya telepon, listrik, iklan dll.
3) Biaya eksplisit yaitu biaya yang muncul atau kelihatan dalam proses produksi.
4) Biaya implisit yaitu biaya yang tidak kelihatan dalam proses produksi namun sebenarnya ada dan dikeluarkan.


d. Perilaku Biaya Produksi Jangka Pendek
1) Perubahan Output menurun (Decreasing Return to input variable):
a) Fungsi output: Q=bX – cX2
b) Fungsi biaya: TC= a +bQ =cQ2
TVC= bQ – cQ2 +dQ3 ; TFC=a
MC>AC>AVC
2) Perubahan Output menaik dan menurun (Increasing Decreasing Return to input variable):
a) Fungsi output: Q=bx + cX2 – dX3
b) Fungsi biaya: TC= a + bQ –cQ2 +dQ3
TVC= bQ –cQ2 +dQ3 ; TFC=a
mc>AC>AVC

2. Kurva Biaya Jangka Panjang
Sejauh ini, analisis kita terfokus pada perubahaan biaya bersamaan dengan naiknya output dalam jangka pendek dari suatu perusahaan dengan ukuran tertentu. Dalam jangka pajang, semua input perusahaan dapat diubah, sehinggah tidak ada biaya tetap. Jangka pajang tidak hanya sekedar gabungan dari beberapa jangka pendek. Dalam jangka pajang, pilihan kombinasi input adalah fleksibel, tetapi fleksibilitas ini hanya berlaku bagi perusahaan yang belum melaksanakan rencananya. Perusahaan membuat rencana untuk jangka pajang, tetapi mereka berproduksi dalam jangka pendek.








a. Kurva Biaya Rata-rata Jangka Panjang
 
Meskipun kurva SRAC dan kurva LRAC dalam gambar diatas keduannya berbentuk U, namun masing-masing mempunyai alasannya tersendiri. Kurva SRAC mula-mula turun, tetapi akhirnya naik karena berlakunya hukum hasil yang semakin berkurang (akibat ada input tetap dalam jangka pendek). Dalam jangka pajang, tidak ada input tetap, dan bentuk kura LRAC ditentukan oleh skala ekonomis dan disekonomis.

D. Maksimisasi Keuntungan
Di dalam memaksimalkan keuntungan oleh produsen terdapat tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Totalitas (Totality Approach)
Pendekatan totalitas merupakan pendekatan dengan cara membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC). Pendekatan total (TC) adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual (Q) dikalikan dengan harga output per unit (P), maka TR = P.Q . Sedangkan biaya total (TC) adalah sama dengan biaya tetap (FC) ditambah dengan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC.
Dalam pendekatan totalitas biaya variable per unit output dianggap konstan sehingga biaya variable adalah jumlah output (Q) di kalikan dengan biaya variable per unit (v), maka VC=v.Q. Sehingga dapat disimpulkan bahwa π=P.Q-(FC+v.Q).
Q P TR TC Keuntungan Total
1 5 5 17 -12
2 5 10 18,5 -8,5
3 5 15 19,5 -4,5
4 5 20 20,75 -0,75
5 5 25 22,25 2,75
6 5 30 24,25 5,75
7 5 35 27,5 7,5
8 5 40 32,5 7,5
9 5 45 40,5 4,5
10 5 50 52,5 -2,5

Implikasi dari pendekatan totalitas ini adalah perusahaan menempuh strategi penjualan maksimum (maximum selling). Sebab semakin besar penjualan semakin besar laba yang diperoleh. Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung berapa unit output yang harus diproduksi untuk mencapai titik impas. Kemudian besarnya output tadi dibandingkan dengan potensi permintaan efektif.

2. Pendekatan Marginal (Marginal Approach)
Analisis marginal ini mirip dengan analisis mencari kepuasan maksimum. Analisis ini mendasarkan pada satu konsep yaitu keuntungan marginal yakni tambahan keuntungan total sebagai akibat tambahan satu unit output. Untuk mencari  jumlah output yang menghasilkan keuntungan maksimum dapat digunakan patokan sebagai berikut “Jika keuntungan marginal masih positif dengan menambah satu unit output maka output harus ditambah dan apabila keuntungan marginal negatif dengan menambah satu unit output maka output harus dikurangi sampai keuntungan atau laba marginal= 0”.
Dalam pendekatan marginal perhitungan laba dilakukan dengan membadingkan biaya marginal (MC) dan pendapatan marginal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR=MC. Suatu perusahaan akan menambah keuntungannya apabila menambah produksinya pada saat MR>MC  yaitu hasil penjualan marginal (MR) melebihi biaya marginal (MC). Dalam keadaan ini pertambahan produksi dan penjualan akan menambah keuntungannya. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu apabila MR<MC, mengurangi produksi dan penjualan akan mmenambah untung. Maka keuntungan maksimum di capai dengan keadaan di mana MR=MC berlaku, sehingga π=TR-TC.

3. Pendekatan Rata-rata (Average Approach)
Dalam pendekatan ini perhitungan laba per unit dilakukan dengan membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P) . Laba total adalah laba per unit dikalikan dengan jumlah output yang terjual. Dapat dijelaskan secara matematis π=(P-AC).Q. Dari persamaan ini perusahaan akan mencapai laba bila harga jual per unit output (P) lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas bila P sama dengan AC.
Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan besarnya P dengan AC. Bila P sama dengan AC (P=AC), Perusahaan hanya mencapai angka impas. Implikasi pendekatan rata-rata adalah perusahaan atau unit laba usaha harus menjual sebanyak-banyaknya (maximum selling) agar laba (π) makin besar.






BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Biaya adalah pengorbanan sumber daya yang diukur dalam nilai moneter, untuk mencapai tujuan, pada kurun waktu tertentu.  Klasifikasi biaya sangat bermacam-macam. Namun, beberapa macam biaya sangat sering digunakan, diantaranya biaya tetap, biaya variabel, biaya rata-rata, total biaya tetap, total biaya variabel, total biaya rata-rata dan biaya marginal.
Titik singgung antara garis isokuan dan garis total cost menunjukan bahwa secara teknis perusahaan mampu mensubstitusikan L untuk K (RTS) dalam produksinya adalah sama dengan tingkat dimana perusahaan dapat mensubstitusikan L untuk K melalui transaksi di pasar.
Kurva biaya pada jangka pendek dibagi menjadi dua, yaitu kurva biaya-biaya total dan kurva biaya rata-rata. Sedangkan kurva biaya pada jangka panjang hanya ada satu, yaitu kurva biaya rata-rata. Di mana pada kurva biaya rata-rata jangka panjang merupakan gabungan titik-titik dari kurva biaya rata-rata jangka pendek.
Dalam maksimisasi keuntungan oleh produsen terdapat tiga pendekatan, yaitu pendekatan totalitas, pendekatan marginal dan pendekatan rata-rata.

B. Saran 
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Sebagai mahasiswa kita harus mengembangkan ilmu yang kita peroleh dan mencari kebenaran ilmu itu semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, akhir kata kami menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah kami yang selanjutnya. Atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

Harahap, S. S. (1997). Analisis kritis Laporan Keuanagan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
http://duniasatujendela.blogspot.com/2014/11/teori-biaya-dan-keuntungan.html?m=1 
Sumarji, Haryono. (2011). Analisis Biaya untuk Pengambilan Keputusan Bisnis. Faculty of Economic Muhammadiyah Surabaya, halaman 28.
Suprayitno, Eko. (2008). Ekonomi Mikro Perpsektif Islam: UIN-MALANG PRESS


langkah langkah metodologi dalam ilmu pengetahuan

LANGKAH-LANGKAH METODOLOGI
DALAM  ILMU PENGETAHUAN
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Ahmad Muzakil Anam, M.Pd.









Disusun Oleh:
Kelompok 07

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN AKADEMIK 2019 
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Filsafat Ilmu ini tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti. 
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang sudah ikut membantu menyusun makalah ini dengan baik. Kami berharap semoga dengan makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik serta saran membangun demi terciptanya makalah yang jauh lebik baik lagi.

Salatiga, 29 Oktober 2019

Penulis
                   








DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang. 1
B. Rumusan Masalah. 1
C. Tujuan Penulisan. 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Metodologi. 2
B. Unsur-Unsur Metodologi. 4
C. Metodologi Ilmu Pengetahuan 10
D. Struktur Ilmu Pengetahuan. 11
E. Langkah Pengembangan Ilmu Pengetahuan. 17
BAB III 20
PENUTUP 20
A. Kesimpulan. 20
DAFTAR PUSTAKA 21









 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Pengetahuan sangat penting untuk membentuk kepribadian seseorang dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari dalam berbagai bentuk perbuatantang dilakukan. Pengetahuan juga penting untuk menjawab pertanyaan tertentu yang diajukan, maka dari itu kita harus memanfaatkan seluruh pengetahuan kita secara maksimal.
Untuk mencapai hal yang lebih baik, dan untuk mendapatkan suatu kebenaran dari pengentahuan diperoleh, maka diperlukan beberapa metodologi yaitu ilmu tentang cara atau jalan yang harus di lalui oleh para ahli ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran sesuatu yang di ketahui.
Dan untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan menjelaskan tentang  metodologi, ilmu pengetahuan, dan metodologi ilmu pengetahuan 
B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian metodologi ?
2. Apa saja unsur-unsur metodologi ?
3. Bagaimana metodologi ilmu pengetahuan ?
4. Apa saja struktur ilmu pengetahuan ?
5. Bagaimana langkah pengembangan ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui pengertian dari metodologi.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur metodologi.
3. Untuk mengetahui metodologi ilmu pengetahuan.
4. Untuk mengetahui struktur ilmu pengetahuan.
5. Untuk mengetahui langkah pengembangan ilmu pengetahuan.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metodologi.
Metodologi berasal dari Bahasa Yunani, yang terdiri dari dua suku kata “Metodos dan Logos”. Metodos berarti cara atau jalan, logos berarti ilmu. Maka netodologi berarti ilmu tentang jalan atau cara.
Berikut ini beberapa pengertian dari metodologi menurut para ahli :
1. Menurut Asmuni Syukir, metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan dasil yang efektif dan efisien.
2. Menurut Hasan Langgulung, metodologi adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metodologi adalah ilmu tentang cara untuk mencapai tujuan. Metodologi merupakan bagian epistimologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah, yaitu suatu ilmu pengetahuan yang telah teruji kebenarannya melelui cara-cara ilmiah yang telah ditentukan, alur pemikiran ilmiah memiliki beberapa langkah, sebagai berikut :
1. Perumusan masalah yang merupakakn pertanyaan mengenai objelk empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamya.
2. Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dalam membentuk permasalahan.
3. Perumusan hipotesis yang merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.
4. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Metodologi juga dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah-kaidah penalaran yang tepat. Menurut DR. Anton Bakkkar dalalm buku metode-metode filsafat menyatakan bahwa “Metodologi adalah analisis dan penyusunan asas-asas dan jalan yang mengatur penelitian ilmiah. Pada umumnya dalan hal ini metodollogi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. Metodologi Empiris.
Metodologi empiris adalah metode yang cenderung menggunakan pola pikir induktif, yang bergerak dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal umum, dengan cara menerima bermacam-macam metode yang lazim digunakan serta menguraikan dan membandingkan, sehingga ditemui corak-corak yang umum.
2. Logika.
Logika pada prinsipnya merupakan kemampuan berfikir seseorang untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Prof. Ir. Purdjawijatna, tugas dari logika adalah memberikan penerangan bagaimana orang seharusnya berfikir atau carra sebenar-benarnya untuk berfikir. Dalam hal ini seseorang dituntut untuk menggunakan kemampuannya yang ada pada dirinya, yakni akal, budi dan fikir. Keterpaduan ketiga aspek inilah yang dapat membawa seseorang kepada hasil pemikiran yang benar dalam mengkaji hakekat sesuatu.
3. Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan penjabaran dari metode-metode ilmiah yang mampu memberikan kejelasan mutlak bagi kaidah-kaidah ilmu lainnya.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa metodologi adalah ilmu tentang cara untuk sampai kepada tujuan. 
B. Unsur-Unsur Metodologi.
Unsur-unsur metodologi sebagaimana telah dirumuskan oleh Anton Bakker dan Achmad Zubair dalam buku Metodologi Penelitian Filsafat (1994), antara lain dijelaskan sebagai berikut.
1. Interpretasi.
Interpretasi artinya menafsirkan, membuat tafsiran, teteappi yang tidak bersifat subjektif (menurut selera orang menafsirkan) melainkan harus bertumpu pada evidensi untuk mencapai kebenaran yang autentik. Dengan interpretasi ini diharapkan manusia dapat memperoleh perngertian, pemahaman, atau Verstehen. Pada dasarnya interpretasi berarti tercapainya pemahaman yang benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari. Menurut Ricoeur fakta atau produk itu dibaca sebagai suatu masalah. Pemahaman seperti itu terjadi, jikalau misalnya pemahaman mengenai:
a. Bahasa bukan sekedar sebagai bunyi-bunyian, tetapi sebagai komunikasi, kuarsi tidak semata-mata sebagai objek yang terbuat dari kayu, melainkan sebagai kedudukan sosial.
b. Tarian tidak hanya sebagai gerak yang bersifat biotik, tetapi sebagai bagian dalam upaara ritual.
c. Kurban tidak hanya sebagai pembakaran benda, atau penyembelihan binatang, tetapi sebagai tanda penyerahan.
Unsur interpretasi ini merupakan landasan bagi metode hermeneutika. Dalam interpretasi itu memuat hubungan-hubungan atau lingaran-lingkaran yang beraneka ragam, yang merupakakn satuan unsur-unsur metodis. Unsur-unsur itu menunjukkan dan menjamin, bahwa interpretsi bukan semata-mata merupakakn kegiatan manasuka, menurut selera orang yang mengadakakn interpretasi, melainkan bertumpu pada evidensi objektif, dan mencapai kebenaran otentik. 
2. Dedukasi dan Induksi.
Dikatakan oleh Beerling, bahwa setiap ilmu terdapat penggunaan metode induksi dan dedukasi, menurut pengertiansiklus empiris. Siklus empiris meliputi beberapa tahapan, yakni observasi, induksi, deduksi, kajian (eksperimentasi) dan evaluasi. Tahapan itu pada dasarnya tidak berlaku  secara berturut-turut melainkan terjadi sekaligus. Akan tetappi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam penelitian filsafat, berhubungandengan sifat-sifat objek formal yang istimewa yaitu manusia.
a. Metode Deduktif.
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya adalah akan (rasio). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal saja yang memenuhi syarat yang ditunutu oleh sifat umum dan harus mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah. Sedangkan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan yang benar, karena akal dapat menurunkan kebenaran itu dari dirinya sendiri, dengan menerapkan metode deduktif.
Berfikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyususn argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Dengan demikian maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan yang tersusun dan teroorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak teratur dapat konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelahaan.
Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan yan bersifat final. Sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistic, maka dimungkinkan disusunnya sebagai penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara rasional didasarkan kepada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan argumetasi. Oleh sebab itu maka dipergunakan pula berpikir induktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi. 
b. Metode Induktif.
Pemikiran empiris yang dikemukakan oleh Bacon menyatakan bahwa manusia melalui pengalamannya dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi antar benda-benda. Sedangkan Hume mengemukakan sumber ilmu pengetahuan adalah pengalamanm, dengan pengamatan manusia memperoleh kesan-kesan (impression) dan pengertian-pengertian (ideas). Pemikiran induktif mempunyai proposisi a posteriori, sintetik yang berarti tidak dapat diuji kebenarannya hanya dengan analisis pernyataan tapi harus diuji secara empiris. Teori empirikal berdasarkan atas eksperimentasi. Eksperimen ilmiah telah menunjukkan bahwa indera adalah yang memberikan persepsi-persepsi yang menghasilkan konsepsi-konsepsi maunsia. Berpikir secara induktif dianggap lebih luwes dibandingkan dengan deduktif karena menggunakan data-data empirik yang tidak dipatok oleh pola apapun, dan berdasarkan data-data empiriklah kemudian disusun suatu model yang menggambarkan hubungan sebab-akibat. Kaum empiris mengembangkan pengamatannya dari pengalaman itu menjadi pengetahuan yang cakupannya lebih luas dan umum. Namun demikian induktif ini juga mempunyai kelemahan yang fundamental yaitu orang harus menunggu terkumpulnya sejumlah fakta untuk menentukan suatu pola yang tampak pada seseorang dari dalam empiris, dan apabila terjadi kesalahan dalam melakukan perumusan akan merugikan berbagai pihak.
Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-hal yang umum. Bacon memang bukan penemu metode induktuf, namun ia berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat.
3. KoherensiIntern.
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat dengan menunjukkan semua unsur struktural dilihat dalam suatu struktur yang konsisten sehingga benar-benar merupakan internal structure atau internal relations, walaupun mungkin terdapat semacam opsi di antaranya, tetapi unsur-unsur itu tidak boleh bertentangan satu sama lain. Dengan demikian akan terjadi suatu lingkaran pemahaman antara h  akikat menurut keseluruhannya dari suatu pihak dan unsur-unsurnya dipihak lain. Koherensi merupakan pengaturan secara rapi keyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya. 
4. Holistika.
Holistika merupakan corak khas dan suatu ‘kelebihan’ dalam konsepsi filosofis, sebab justru filsafat berupaya mencapau kebenaran yang utuh.  
5. Keseinambungan Historisn.
Jika ditinjau menurut perkembangannya, manusi itu adalah makhluk historis. Mnusia disebut demikian karena ia berkembang dalam pengalaman dan pikiran, bersama dengan lingkungan zamannya. Masing-masing orang bergerumul dalam relasi dengan dunianya untuk membentuk nasib sekaligus nasibnya dibentuk oleh mereka. Dalam perkembangannya pribadi itu harus dapat dipahami melalui suatu proses kesinambungan. Rangkaian kegiatan dan peristiwa dalam kehidupan setiap orang merupakan mata rantai yang tidak terputus. Yang baru masih berlandaskan yang dahulu, tetapi yang lama juga mendapatkan arti dan revansi baru dalam perkembangan yang lebih kemudian.
6. Idealisasi.
Idealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya penelitian untuk memperoleh haasil yang ideal atau sempurna.
7. Komparasi.
Adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakikat dalam objek penelitian sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan itu dapat menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga hakikat objek dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan dengan objek lain yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan perbandingan itu, meminimalkan perbedaan yang masih ada, banyak ditemukan kategori dan sifat yang berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga dapat diadakan dengan objek lain yang sangat berbeda dan jauh dari ibjek utama. Dalam perbandingan itu dimaksimalkan perbedaan-perbadaan yang berlaku untuk dua objek, namun sekaligus dapat ditemukan beberapa persamaan yang mungkin sangat strategis.
8. Heuristika.
Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya menemukan. Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber berbagai data agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian masa lampau yang relevan dengan topik/judul penelitian. 
9. Analogi.
Berbicara mengenai analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan. Dua hal yang berlainan tersebut dibandingkan. Jika dalam perbandingan itu hanya diperhatikan persamaannya saja tanpa melihat perbedaannya, maka timbulah analogi, yakni persamaan diantara dua hal yang berbeda.
Analogi merupakan salah satu teknik dalam prose penalaran induktif. Sehingga analogi kadang-kadang disebt juga sebagai analogi induktif, yaitu proses penalaran dari satu fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain. Persamaan hanya terdapat pada anggapan orang saja. Ini dalalm kesusastraan disebut sebagai metafora. Oleh karena orang yakin bahwa sebetulnya memang hanya anggapan saja, kerap kali dipakai kata seakan-akan atau seolah-olah. Ynag demikian ini bukanlah analogi sebenarnya, hanya seolah-olah. Bisa dikatakan analogi jika pengertian itu menunjuk perbandingan dalam realitas.
10. Deskripsi.
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang dieksplisitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap. 
C. Metodologi Ilmu Pengetahuan
Metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode- metode, aturan-aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dengan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. Metode ilmiah yang digunakan mempunyai latar belakang yaitu pengetahuan.
Dengan adanya latar belakang yang demikian itu, maka metode ilmiah juga cenderung bermacam-macam, tergantung kepada watak bahan atau problem yang diselidiki. Diantara beberapa jenis, metode observasi adalah yang paling sedikit dipakai oleh jenis ilmu pengetahuan apapun. Dengan metode obeservasi, pengamatan yang tepat dan objektif adalah mutlak dalam ilmu pengetahuan. Dengan metode ilmiah akan diperoleh pengetahuan yang kebenarannya dapat diandalkan, sebab metode ilmiah menuntut urutan kerja yang objektif, sistematik, dan rasional.
Metode ilmiah sendiri harus berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, mengembangkan analisa, menghasilkan solusi untuk menyelesaikan masalah, dan menghasilkan keputusan yang objektif.
1. Keunggulan metode ilmiah
Penerapan metode ilmiah di setiap penyelesaian masalah dapat melatih kebiasaan berpikir yang sistematis, logis, dan analitis.
2. Keterbatasan metode ilmiah
Adanya kelemahan panca indera maupun keterbatasan peralatan. Sulit untuk memilih fakta yang benar-benar berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan.
Meskipun metode ilmiah memiliki keunggulan dan keterbatasan didalamnya, para ilmuwan seharusnya bisa memilih mana yang harus diperhatikan dari kekurangan metode ilmiah itu sendiri agar hasil bisa mencapai yang diinginkan dari kekeliruan yang bisa saja terjadi didalamnya dapat diminimalisir. Metode ilmiah menghasilkan ilmu yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. 
D. Struktur Ilmu Pengetahuan.
Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistimatisir dalam suatu lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Menurut Savage & Amstrong, struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts, concepts, and generalization. Dengan demikian struktur ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi, keterkaitan tersebut membentuk suatu bangun struktur ilmu, sementara itu menurut H.E. Kusmana struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metoda penelitian yang akan membantu memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan mengantar kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan.
Dengan demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu yaitu :
1. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan boundary yang dimilikinya 
2. A mode of inquiry. Atau cara pengkajian/penelitian yang mengandung pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.
Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit yaitu fakta sampai level yang abstrak yaitu teori, makin ke fakta makin spesifik, sementara makin mengarah ke teori makin abstrak karena lebih bersifat umum. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut : 









 
                                                    TEORI
                                            GENERALISASI
                                          KONSEP-KONSEP
                                            FAKTA-FAKTA
                            
Dari gambar tersebut nampak bahwa bagian yang paling dasar adalah fakta-fakta, fakta-fakta tersebut akan menjadi bahan atau digunakan untuk mengembangkan konsep-konsep, bila konsep-konsep menunjukan ciri keumuman maka terbentuklah generalisasi, untuk kemudian dapat diformulasikan menjadi teori. Fakta-fakta sangat dibatasi oleh nilai transfer waktu, tempat dan kejadian. Konsep dan generalisasi memiliki nilai transfer yang lebih luas dan dalam, sementara itu teori mempunyai jangkauan yang lebih universal, karena cenderung dianggap berlaku umum tanpa terikat oleh waktu dan tempat, sehingga bisa berlaku universal artinya bisa berlaku dimana saja (hal ini sebenarnya banyak dikritisi para akhli). Namun demikian keberlakuannya memang perlu juga memperhatikan jenis ilmunya. 
1. Fakta dan Konsep.
Fakta merupakan Building Blocks untuk mengembangkan konsep, generalisasi (Schuncke : facts are building blocks from which concept and generalization are constructed) dan teori. Menurut Bertrand Russel fakta  adalah segala sesuatu yang berada di dunia, ini berarti gejala apapun baik gejala alam maupun gejala human merupakan fakta yang bisa menjadi bahan baku bagi pembentukan konsep-konsep, namun demikian karena luasnya, maka tiap-tiap ilmu akan menyeleksi fakta-fakta tersebut sesuai dengan orientasi ilmunya.
Konsep adalah label atau penamaan yang dapat membantu seseorang membuat arti informasi dalam pengertian yang lebih luas serta memungkinkan dilakukan penyederhanaan atas fakta-fakta sehingga proses berfikir  dan pemecahan masalah lebih mudah. Menurut Bruner konsep merupakan abstraksi atas kesamaan atau  keterhubungan dari sekelompok benda atau sifat.
2. Generalisasi dan Teori.
Generalisasi adalah kesimpulan umum yang ditarik berdasarkan hal-hal khusus (induksi), generalisasi menggambarkan suatu keterhubungan beberapa konsep dan merupakan hasil yang sudah teruji secara empiris (empirical generalization), Generalisasi empiris adalah pernyataan suatu hubungan berdasarkan induksi dan terbentuk berdasarkan observasi tentang adanya hubungan tersebut. Kebenaran suatu generalisasi ditentukan oleh akurasi konsep dan referensi pada fakta-fakta. Generalisasi yang diakui kebenarannya pada satu saat memungkinkan  untuk dimodifikasi bila diperoleh fakta baru atau bukti-bukti baru, bahkan mungkin juga ditinggalkan jika lebih banyak bukti yang mengingkarinya . 
Generalisasi berbeda dengan teori sebab teori mempunyai tingkat keberlakuan lebih universal dan lebih kompleks, sehingga teori sudah dapat digunakan untuk menjelaskan dan bahkan memprediksi kejadian-kejadian, pernyataan tersebut menunjukan bahwa apabila suatu generalisasi telah bertahan dari uji verifikasi maka generalisasi tersebut dapat berkembang menjadi teori, sebagaimana dikemukakan oleh Goetz  & LeCompte bahwa teori adalah komposisi yang dihasilkan dari pengembangan sejumlah proposisi atau generalisasi yang dianggap memiliki keterhubungan secara sistematis. Bailey dalam bukunya Methods of Social Research  menyatakan bahwa teori merupakan suatu upaya untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu serta harus dapat diuji, suatu pernyataan yang tidak dapat menjelaskan dan memprediksi sesuatu bukanlah teori, lebih jauh Bailey menyebutkan bahwa komponen-komponen dasar dari teori adalah Konsep (Concept)   dan variabel (Variable).
Teori terdiri dari sekumpulan konsep yang umumnya diikuti oleh relasi antar konsep sehingga tergambar hubungannya secara logis dalam suatu kerangka berpikir tertentu. Dalam suatu teori, konsep-konsep sering dinyatakan dalam suatu relasi atau hubungan antara dua konsep atau lebih yang tersusun secara logis, pernyataan yang menggambarkan hubungan antar konsep disebut proposisi, dengan demikian konsep merupakan himpunan yang membentuk proposisi, sedangkan proposisi merupakan himpunan yang membentuk teori. 
3. Preposisi dan Asumsi.
Proposisi. Konstruksi sebuah teori terbentuk dari proposisi, dan proposisi merupakan suatu pernyataan mengenai satu atau lebih konsep/variabel, proposisi yang menyatakan variabel tunggal disebut proposisi univariate, bila menghubungkan dua variabel disebut proposisi multivariat sedang bila proposisi itu menghubungkan lebih dari dua variabel disebut proposisi multivariat. Adapun jenis-jenis proposisi (sub tipe proposisi) adalah : Hipotesis, Generalisasi empiris, aksioma, postulat, dan teorema.
Asumsi biasanya dipadankan dengan istilah anggapan dasar, menurut Komaruddin (1988 : 22), bahwa : “Asumsi adalah sesuatu yang dianggap tidak berpengaruh atau dianggap konstan. Asumsi dapat berhubungan dengan syarat-syarat, kondisi-kondisi dan tujuan. Asumsi memberikan hakekat, bentuk dan arah argumentasi. Dan asumsi bermaksud membatasi masalah.” dalam setiap judgment dan atau kesimpulan dalam bidang ilmu di dalamnya tersirat suatu anggapan dasar tertentu yang menopang kekuatan kesimpulan/judgmen tertentu.
Dalam ilmu ekonomi dikenal istilah Ceteris Paribus artinya keadaan lain dianggap tetap, ini merupakan asumsi yang dapat memperkuat suatu kesimpulan atau teori, misalnya hukum permintaan menyatakan bahwa bila permintaan naik maka harga akan naik, hukum ini jelas tidak akan berlaku bila misalnya penawaran naik, untuk itu faktor penawaran naik dianggap tidak ada atau tidak berpengaruh terhadap harga (ceteris paribus), ini berarti bahwa asumsi bisa dipandang sebagai syarat berlakunya suatu kesimpulan (atau kondisi tertentu) Dengan demikian asumsi merupakan hal yang sangat penting untuk dipahami, mengingat tidak setiap pernyataan/kesimpulan ilmiah menyatakan dengan jelas/eksplisit asumsinya, meskipun sebaiknya dalam penulisan karya ilmiah seperti skripsi  dinyatakan secara eksplisit. 
4. Definisi.
Definisi adalah pernyataan tentang makna atau arti yang terkandung dalam sebuah istilah atau konsep. Dalam setiap karya ilmiah menentukan definisi menjadi hal yang sangat penting. Apabila ditinjau dari sudut bentuk pernyataannya menurut Redja Mudyahardjo(2001) definisi dapat dibedakan dalam dua macam yaitu :
a. Definisi konotatif. Yaitu definisi yang menyatakan secara jelas/eksplisit tentang isi yang terkandung dalam istilah/konsep yang didefinisikan. 
b. Definisi denotatif. Yaitu definisi yang menyatakan secara tersurat luas pengertian dari istilah/konsep yang didefinisikan, luas pengertian adalah hal-hal yang merupakan bagian kelas dari konsep yang didefinisikan. Cara untuk mendefinisikan konsep secara denotatif adalah dengan jalan menyebutkan keseluruhan bagian atau salah satu bagian yang termasuk dalam kelas dari konsep yang didefinisikan.
5. Paradigma.
Menurut Webster’s Dictionary, paradigma adalah, pola, contoh atau model, sebagai istilah dalam bidang ilmu  (sosial) paradigma adalah perspektif atau kerangka acuan untuk memandang dunia, yang terdiri dari serangkaian konsep dan asumsi. Sebenarnya konsep paradigma bukan hal yang baru, namun semakin mendapat penekanan sejak terbitnya buku karya Thomas Kuhn (1962) yang berjudul The structure of scientific revolution, dimana Kuhn sendiri mendefinisikan paradigma antara lain sebagai keseluruhan  konstelasi daripada kepercayaan, nilai, teknologi dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota dari suatu kelompok tertentu. 
George Ritter menyatakan bahwa paradigma merupakan citra dasar bidang kajian di dalam suatu ilmu (fundamental image of the subject matter withina science), lebih lanjut dia mengatakan bahwa terdapat empat komponen pokok yang membentuk suatu paradigma yaitu : Contoh suatu penelitian dalam bidang kajian, Suatu citra tentang bidang kajian, Teori, serta Metode dan alat penelitian. Sementara itu Bailey mendefinisikan paradigma sebagai jendela mental seseorang untuk melihat dunia.
Dengan dasar pengertian di atas, maka suatu masalah yang sama akan menghasilkan analisis dan kesimpulan yeng berbeda bila paradigma yang digunakan berbeda, sebagai contoh masalah kemiskinan (ledakan penduduk), menurut Malthus hal itu terjadi karena penduduk bertambah menurut deret ukur sedangkan bahan makanan bertambah menurut deret hitung, dan untuk mengatasinya perlu dilakukan population control; sementara menurut Marx, hal itu terjadi karena kapitalisme yang mengeksplotasi manusia, dan untuk mengatasinya adalah dengan pembentukan masyarakat sosialis. Terjadinya perbedaan tersebut tidak lain karena perbedaan paradigma antara Malthus dengan Marx.  
E. Langkah Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
Nazir (1988) dalam buku Metode Penelitian, menyimpulkan bahwa penelitian dengan menggunakan metode ilmiah, sekurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan serta mendefinisikan masalah.
Langkah pertama dalam meneliti adalah menetapkan masalah yang akan dipecahkan. Untuk menghilangkan keragu-raguan, masalah tersebut didefinisikan jelas. Sampai ke mana luas masalah yang akan dipecahkan.
2. Mengadakan studi kepustkaan.
Langkah kedua adalah mencari data yang tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungan dengan masalah yang ingin dipecahkan, mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindari oleh seorang peneliti.
3. Memformulasikan hipotesa.
Merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4. Menentukan model unutk menguji hipotesa.
Setelah hipotesa-hipotesa ditetapkan, langkah selanjutnya adalah merumuskan cara-cara untuk menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang, seperti ilmu ekonomi misalnya, pengujian hipotesa didasarkan pada kerangka analisa yang telah ditetapkan. Model analisis dapat juga dibuat unutk mengtefleksikan hubungan antarfenomena yang secara implisit terdapat dalam hipotesa, untuk diuji dengan teknik statistik yang tersedia. 
5. Mengumpulkan data.
Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut yang merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesa perlu dikumpulkan.
Teknik pengumpulan data akan menjadi berbeda tergantung dari masalah yang dipilih serta metode yang digunakan. Misalnya, penelitian yang menggunakan metode percobaan, maka data diperoleh dari plot-plot percobaan yang dibuat sendiri oleh peneliti. Peneliti yang menggunakan metode sejarah ataupun survei normatif, data diperoleh dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden, baik secara langsug ataupun dengan menggunakan questionair.
6. Menyusun, menganalisa, dan memberikan interpretasi.
Setelah data terkumpul, peneliti menyusun data untuk mengadakan analisa. Sebelum annalisa dilakukan, data tersebut disusun terlebih dahulu untuk membuat analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk tabel ataupun membuat coding analisa dengan komputer. Sesudah data analisa, maka perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap data tersebut.
7. Membuat generalisasi dan kesimpulan.
Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan. Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa. Apakah hipotesabenar untuk diterima, ataukah hipotesa tersebut ditolak. Apakah hubungan-hubungan antarfenomena yang diperoleh akan berlaku secara umum ataukan hanya berlaku pada kondisi khususnya saja.
8. Membuat laporan ilmiah.
Langkah akhir dari suatu penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah mempunyai teknik tersendiri pula. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Metodologi adalah ilmu tentang cara untuk mencapai tujuan. Metodologi merupakan bagian epistimologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah, yaitu suatu ilmu pengetahuan yang telah teruji kebenarannya melelui cara-cara ilmiah yang telah ditentukan.
Unsur-unsur metodologi sebagaimana telah dirumuskan oleh Anton Bakker dan Achmad Zubair dalam buku Metodologi Penelitian Filsafat (1994), antara lain dijelaskan sebagai berikut.
1. Interpretasi. 6. Idealisasi
2. Dedukasi dan Induksi 7. komparasi
3. Koherensi Internal 8. Heuristika 
4. Holistika 9. Analogi 
5. Kesinambungan Historisn 10. Deskripsi 
Langkah – langkah ilmu pengetahuan:
• Merumuskan serta mendefinisikan masalah.
• Mengadakan studi kepustkaan
• Memformulasikan hipotesa
• Menentukan model unutk menguji hipotesa.
• Mengumpulkan data
• Menyusun, menganalisa, dan memberikan interpretasi
• Membuat generalisasi dan kesimpulan
• Membuat laporan ilmiah






DAFTAR PUSTAKA

A, Zilfaroni. 2012. Metodologi Ilmu Pengetahuan di https://www.zilfaroni.com/2012/05/metodologi-ilmu-pengetahuan.html# (diakses 26 Oktober 2019 pukul 20:53)
Muhayani, Novita. 2016. Metodologi dan Ilmu Pengetahuan di https://www.academia.edu/27576252/Metodologi_dan_Ilmu_Pengetahuan_Filsafat_Ilmu (diakses 26 Oktober 2019 pukul 21:30)
Suharsaputra, Uhar Drs.,M.Pd. Filsafat Ilmu jilid 1. Jawa barat.
2016. Metodologi Ilmu Pengetahuan di http://filsafatepistemologi.blogspot.com/2016/12/metodologi-ilmu-pengetahuan.html (diakses 26 Oktober 2019 pukul 22:04)