Rabu, 25 September 2019

Wakalah (keagenan) & Simsarah (makelar)

MAKALAH
Wakalah (keagenan) & Simsarah (makelar)
Disusun sebagai Tugas Mata Fiqih Ekonomi dan Bisnis Islam
Dosen Pembimbing Arsyil Azwar Senja, LC., M.E.I



Disusun Oleh:
Khoirun Nissa Afina 63020180064
Rina Aprilia Lestari 63020180060

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda Muhammad SAW. yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dengan bahasa yang sangat indah.
Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang kami beri judul Wakalah & Simsarah sebagai tugas mata kuliah Fiqih Ekonomi dan Bisnis Islam. Dalam makalah ini kami mencoba untuk menjelaskan mengenai teori dan praktik Wakalah di salah satu Lembaga Keuangan Syariah beserta dengan analisis.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya- karya kami dilain waktu.
Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita semua dan semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh bagi kami. Aamiin.

Salatiga, 16 September  2019


Penulis















Daftar Isi
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penulis 4
Bab II Pembahasan 5
A. Pengertian Wakalah dan Dasar Hukumnya 5
B. Rukun dan Syarat Wakalah 6
C. Aplikasi Wakalah Dalam Kehidupan Sehari-hari 7
D. Pengertian Simsarah dan Dasar Hukumnya 8
E. Rukun dan Syarat Simsarah 10
Bab III Penutup 11
A. Kesimpulan 11
Daftar Pustaka 12















BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selaras dengan perkembangan zaman, maka kebutuhan dan kesibukan masyarakat juga terus bertambah. Pertambahan kebutuhan masyarakat terkendala pada kesibukan dan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan secara tunai maka masyarakat membutuhkan alternatif untuk membantunya dalam pemenuhan kebutuhan.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) hadir sebagai pilihan dan alternatif pemenuh kebutuhan masyarakat secara syariah dan jauh dari kegiatan ribawi sebagaimana yang ada di Lembaga Keuangan Konvensional (LKK). LKS muncul dengan konsep dan sistem yang dapat menampung tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dengan sistem bagi hasil dan resiko, yang mengedepankan prinsip keadilan dan kebersamaan dalam berusaha, baik dalam memperoleh keuntungan maupun dalam menghadapi resiko.
Prinsip-prinsip dasar dalam LKS diantaranya adalah prinsip titipan atau simpanan (al-wadi’ah), prinsip bagi hasil yang meliputi mudharabah dan musyarakah, prinsip jual beli yang meliputi murabahah, salam dan istishna, prinsip sewa (ijarah) dan prinsip jasa yang meliputi wakalah, kafalah, hawalah, rahn, qardh, sharf . Dari banyaknya prinsip-prinsip dasar dalam LKS kali ini penulis akan membahas prinsip jasa yaitu Wakalah dan Simsarah. Meliputi teori dan praktik di salah satu lembaga keuangan syariah.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, karena wakalah dapat membantu seseorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti layaknya yang telah direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Wakalah dan dasar hukumnya?
2. Apa saja rukun dan syarat dalam Wakalah?
3. Bagaimana praktek Wakalah di masyarakat?
4. Apa pengertian simsarah dan dasar hukumnya?
5. Apa saja rukun dan syarat simsarah?
C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui pengertian Wakalah dan dasar hukumnya.
2. Untuk mengetahui apa saja rukun dan syarat Wakalah.
3. Untuk mengetahui bagaimana praktek wakalah dalam masyarakat.
4. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum simsarah.
5. Untuk mengetahui rukun dan syarat simsarah
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Wakalah dan Dasar Hukumnya
Al wakalah atau Al wikalah atau At-Tahwidh yang artinya penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Akad wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Namun,tidak semua hal dapat diwakilkan contohnya, sholat, puasa, bersuci, talak dan yang lainnya.
Secara terminology (syara’) sebagaimana dikemukakan oleh imam taqy al-Din Abu Muhammad al-Husain :
تفويض ما له فعله مما يقبل الينا بة الي غيره ليفظه فى حال حياته
Artinya: “menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain         agar dikelola dan dijaga pada masanya”.
Dalam hukum islam wakalah adalah pelimpahan kekuasaa oleh orang lain sepihak kedua dalam bahasa arab berarti menolong,memelihara,mendelegasian, atau menjadi wakil yang bertindak atas nama orang yang diwakilinya. Secara, istilah wakalah berarti tolong menolong antar-pribadi dalam suatu persoalan ketika seseorang tidak mampu secara hukum atau mempunyai halangan untuk melakukannya. Objek yang diwakilkan itu dapat menyangkut masalah harta benda dan masalah pribadi seperti nikah.
Dalam menjalani kehidupan ini, sering kali manusia tidak dapat menyelesaikan semua urusannya sendiri sehingga perlu pihak lain untuk mewakilinya dalam melakukan sesuatu. Misalnya,orang tua sedang pergi keluar kota sehingga tidak dapat mengambil raport anaknya dan meminta adiknya mewakili dirinya untuk mengambilkan raport atau juga tidak bisa menghadiri rapat dan diwakilkan.contoh lain adalah mewakili dalam pembelian barang, pengiriman uang, pembayaran utang, penagihan utang, dsb.
Wakalah dalam pendelegasian pembelian barang, terjadi dalam situasi dimana seseorang (perekomondasi) mengajukan calon atau menunjuk orang lain untuk mewakili dirinya membeli sesuatu. Orang yang mewakilkan atau (muwakkil) harus menyerahkan sejumlah uang secara penuh sebesar harga barang yang akan dibeli kepada agen/pihak yang mewakili dalam suatu kontrak wadiah. Agen membayar pihak ketiga dengan menggunakan titipan muwakkil untuk membeli barang.
Agen (wakil) boleh menerima komisi (al-ujr) dan boleh tidak menerima komisi (hanya mengharap rida Allah SWT /tolong menolong. Tetapi bila ada komisi atau upah maka akadnya seperti akad ijarah/sewa menyewa. Wakalah dengan imbalan disebut dengan wakalah bil ujrah, bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan sepihak.

 Dasar Hukum
1. Al Quran
Dasar hukum al-wakalah adalah firman allah Swt .
َفابْعَثُوْٓا اَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هٰذِهٖٓ اِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ اَيُّهَآ اَزْكٰى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ اَحَدً
Yang artinya:
”Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini.” (Q.S. Al-Kahfi: 19)
Ayat di atas menggambarkan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.
2. Hadits
َعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ, وَأَمَرَ عَلِيًّا أَنْ يَذْبَحَ اَلْبَاقِيَ )  اَلْحَدِيثَ. رَوَاهُ مُسْلِم)
Yang artinya:
“: Dari jabir r.a bahwa Nabi saw. Menyembelih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali r.a disuruh menyembelih binatang kurban yang belum disembelih” (riwayat Muslim)
3. Ijma’
Ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan taqwa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Dan rasuln-Nya. Allah berfirman dalam surat al-maidah ayat 2:
وتعا ونوا علي البر والتقوي ولا تعاونوا على الاثم والعدوان واتقوا الله ان الله شديد العقاب
Artinya: “dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada allah sesungguhnya siksa allah sangat pedih” .

B. Rukun Dan Syarat Wakalah
 Rukun wakalah
1. Al-muwakkil  (orang yang mewakilkan atau melimpahkan kekuasaan)
2. Al-wakil (orang yang menerima perwakilan)
3. Al-muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan atau objeknya)
4. Sighat (ucapan serah terima atau ijab qobul)
Sebuah akad wakalah dianggap sah apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Syarat wakalah
• Orang yang mewakilkan (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik benda atau barang, dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan pemiliknya atau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
• Wakil (orang yang mewakili) syaratnya adalah orang yang berakal. Jika dia gila atau idiot, atau belum dewasa maka batal akad tersebut. Tapi menurut hanafiyah anak kecil yang cerdas (dapat membekan mana yang baik dan buruk) sah menjadi wakil alasannya bahwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah, mengawinkan ibunya kepada Rasulullah, saat itu Amr masih kecildan belum baligh. Orang yang sudah berstatus sebagai wakil ia tidak boleh berwakil kepada orang lain kecuali seizin dari muwakkil pertama atau karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu banyak sehingga tidak dapat mengerjakannya sendiri, maka boleh berwakil kepada orang lain. Si wakil tidak wajib untuk menaggung kerusakan barang yang diwakilkan kecuali disengaja atau cara di luar batas.
• Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan atau objek) syaratnya:
 Pekerjaan atau urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakan ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-quran.
 Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya.
 Pekerjaan itu diketahui secara jelas, maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar. Seperti “aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawinkan salah satu anakku”
• Shigot. Shigot hendaknya berupa lafat yang menunjukkan arti “mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakil. Seperti “saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini” kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigot qobul si wakil tidak syaratkan maksudnya si wakil tidak mengucapkan qobul tetap dianggap sah.

C. Aplikasi Wakalah Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Akad wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:
1. Transfer uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad wakalah, di mana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai al-muwakkil terhadap bank sebagai al-wakil untuk melakukan perintah atau permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (jika rtransfer dari rekening ke rekening). Dan proses yang terakhir yaitu di mana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada rekening tujuan.
2. Wasel pos
Pada proses wasel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari al-muwakkil kepada al-wakil, dan al-wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
3. Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini al-muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan al-wakil, namun bank tidak memberikannya langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah tersebut.
4. Transfer melalui ATM
Proses ini ini juga dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari al-muwakkil kepada bank sebagai al-wakil. Dalam model ini, nasabah al-muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pegurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga dinama nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui ATM.


Dari skema di atas, kita bisa menganalisis bahwa seorang nasabah (muwakil) maupun investor (muwakil) mampu menyalurkan uang/barangnya (muwakil fih) kepada Bank melalui banyak cara, diantaranya ijab dengan cara transfer (uang/barang) atau melalui wesel maupun inkaso, yang kemudian melalui ijab tersebut secara tidak langsung uang/barang akan diterima oleh pihak Bank tanpa perlu bertatap muka secara langsung antara nasabah atau investor dengan pihak Bank. Dari analisis ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa skema ini telah memenuhi akad dan rukun wakalah.

D. Pengertian Simsarah Dan Dasar Hukumnya
Dalam kamus bahasa Indonesia makelar (simsarah) didefinisikan sebagai perantara pada jual beli . Makelar dalam bahasa arab disebut dengan simsar. Dan kerja makelar disebut dengan simsarah, ialah perantara perdagangan yaitu orang yang menjualkkan atau orang yang mencarikan pembeli. Atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Makelar dalam kitab-kitab fiqih terdahulu disebut “samsarah” atau “simsarah” sayyid sabiq mendefinisikan simsar adalah orang yang menjadi perantara antara pihak penjual dan pembeli guna lancarnya transaksi jual beli.
Pada zaman modern ini, pengertian perantara sudah lebih meluas lagi, sudah bergeser kepada jasa pengacara, jasa konsultan, tidak hanya sekedar mempertemukan orang yang menjual dengan orang yang membeli jasa, dan tidak hanya menemukan barang dan menjualkan barang saja.

 Dasar Hukum makelar dalam islam
Imam bukhari berkata: “ibnu sirin, artha, Ibrahim, dan hasan memandang bahwa simsar adalah boleh”. Sebuah hadist dintatakan:
عن ابن عباس رضي الله عنهما فى معني السمسار قال: لا باس ان يقول: بع هذا الثوب بكذا فما زاد فهو لك
Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a dalam perkara pengertian simsar, ia berkata: “tidak mengapa kalau sesorang berkata,”juallah kain ini dengan harga sekian, berapapun lebihnya (dari penjualan itu) adalah untuk engkau”. (H.R. Bukhori)
Adapun kelebihan yang dimaksud dalam hadist di atas adalah: pertama, harga yang lebih tinggi dari pada harga yang ditentukan si penjual barang. Kedua, kelebihan barang setelah dijual menurut harga yang telah ditentukan oleh si pemilik barang kepada si pembeli. Apapun namanya misalnya, makelar dan agen mereka bertugas sebagai perantara dalam menjualkan barang-barang dagangannya. Baik atas nama sendiri maupun atas nama perusahaan pemilik barang . Berdagang secara simsar ini dibolehkan oleh agama selama tidak terjadi penipuan. Dengan demikian antara pemilik barang dan makelar dapat mengatur suatu syarat tertentu mengenai jumlah keuntungan yang diperoleh pihak makelar.
Makelar hendaknya berlaku jujur dan ikhlas mengenai tugas yang dipercayakan kepadanya. Dengan demikian tidak akan terjadi kemungkinan ada penipuan dan memakan harta orang lain (imbalan) dengan jalan haram sebagaimana firman Allah yang artinya:
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu”. (Q.S. An-Nisa’:29).
Makelar berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya, sedangkan pihak yang menggunakan jasa makelar harus memenuhi dengan segera memberikan imbalannya.





E. Rukun dan syarat simsarah
Untuk sahnya aqad simsarah harus memenuhi berapa rukun yaitu:
1. Al-Muta’aqidani (makelar dan pemilik harta) untuk melakukan hubungan kerjasama ini, maka harus ada makelar (penengah) dan pemilik harta supaya kerjasama tersebut berjalan dengan lancar.
2. Jenis transaksi yang dilakukan dan kompensasi. Jenis transaksi yang dilakukan harus diketahui dan bukan barang yang mengandung maksiat dan haram, dan juga nilai kompensasi (upah) harus diketahui terdahulu supaya tidak terjadi salah faham.
3. Shigot. Lafadz atau sesuatu yang menunjukkan keridhoan atas transaksi pemakelaran tersebut. Supaya kerjasama tersebut sah maka, kedua belah pihak tersebut harus membuat sebuah aqad kerjasama (perjanjian) yang membuat hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Adapun syarat simsarah
1. Al-Aqidani (penjual dan pembeli)
2. Al-Shigot
 Bentuk-bentuk kerjasama dalam aqad simsarah
Bentuk kerja sama dalam aqad simsarah itu ada dua, yaitu bentuk kerjasama yang menjual barang dan bentuk kerjasama yang menjual jasa, atau sama dengan ijarah. Bentuk kerjasama yang menjual barang atau benda disebut ijarah al-ain atau sewa-menyewa, seperti menyewa rumah untuk ditempati oleh pihak yang menyewa. Sedangkan bentuk kerjasama yang menjual jasa orang disebut ijara al-zimmah atau upah-mengupah, seperti upah menjahit pakain atau upah pengacara atau upah para pekerja di peruisahaan swasta.
Dengan demikian tidak akan terjadi kemungkinan adanya penipuan dan memakan harta orang lain (imbalan) dengan jalan haram. Apabila barang yang nilainya tinggi, sebaiknya sudah ditetapkan uang imbalanya dan ketentuan-ketentuan lainya. Jika kesepakatan itu sudah ditandatangani, maka semua pihak harus menepati, tidak boleh mengukir janji.










       BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakalah adalah menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya. Hukum wakalah adalah boleh, rukun-rukun wakalah adalah al-muwakkil, al-wakil, al-muwakkil fih, dan shigot. Syarat-syarat wakalah adalah muwakkil syaratnya dia berstatus sebagai pemilik urusan, wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang yang berakal, dan muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan). Praktik wakalah dalam masyarakat seperti transfer uang, wasel pos, transfer uang melauli cabang suatu bank, dan transfer uang melalui ATM.
Simsarah (simsar) adalah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli), atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Hukum simsarah adalah boleh, rukun simsarah adalah Al-Muta’aqidani (makelar dan pemilik harta), jenis transaksi yang dilakukan dan kompensasi, dan shigot. Syarat-syarat simsarah adalah Al-aqidani(penjual dan pembeli), objek, dan al-shigot.















DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim. Surat al-kahfi.
Ghazaly, Abdul Rahman. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta: Kencana.
Hendi, Suhendi. 2002. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo.
Ibnu Mas’ud , Zainal Abidin S. Fiqih Madzab Syafi’I edisi 2. Bandung: Pustaka Setia.
WS, Indrawan. 1999. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini. Jombang: Lintas Media.
Antonio, M. Syafi’i. 2017. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar