Kamis, 26 September 2019

Etika pemasaran secara Syariah

Nama : Khoirun Nissa Afina
NIM/Kelas : 63020180064/ 5 B
Jurusan : Ekonomi Syariah
Etika Pemasaran Islami
1. Pengertian Etika Pemasaran Islami
Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah etika dalam Alquran adalah Khuluq. Al-Quran juga menggunakan sejumlah istilah lain untuk menggambarkan konsep tentang kebaikan : Khair (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui dan menyetujui) dan takwa (ketakwaan). Tindakan terpuji disebut dengan salihat dan tindakan yang tercela disebut sebagai sayyiat.
Dalam khazanah pemikiran islam, etika dipahami sebagai akhlak atau adab yang bertujuan untuk mendidik moralitas manusia. Etika terdapat dalam materi-materi kandungan ayat-ayat Al-Quran yang sangat luas, dan dikembangkan dalam pengaruh filsafat yunani hingga sufi. Ahmad Amin memberi batasan, bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan makna baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia kepada orang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Etika merupakan jiwa ekonomi islam yang membangkitkan kehidupan dalam setiap peraturan dan syariat. Oleh sebab itu, etika atau akhlak adalah hakikat-hakikat yang menempati ruang luas dan mendalam pada akal, hati nurani, dan perasaan seorang muslim.
Menurut Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula Pemasaran Syariah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stakeholdersnya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah (business) dalam Islam. Hal ini berarti bahwa dalam pemasaran syariah, seluruh proses baik proses penciptaan, penawaran, maupun perubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah Islam. Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan penyimpangan prinsip-prinsip muamalah Islami tidak terjadi dalam suatu transaksi atau dalam proses suatu bisnis,maka bentuk transaksi apapun dalam pemasaran dapat dibolehkan.
Sedangkan etika pemasaran Islam adalah prinsip-prinsip syariah marketer yang menjalankan fungsi-fungsi pemasaran secara Islam, yaitu memiliki kepribadian spiritual (takwa), jujur (transparan), berlaku adildalam bisnis (Al-Adl), bersikap melayani, menepati janji, dan jujur.
2. Prinsip Etika Pemasaran Islami
Ada sembilan etika pemasaran yang menjadi prinsip-prinsip Syariah Marketing dalam menjalankan fungsi pemasaran, yaitu :
a. Memiliki Kepribadian Spiritual (Takwa)
Seorang pedagang dalam menjalankan bisnisnya harus di landasi sikap takwa dengan selalu mengingat Allah, bahkan dalam suasana mereka sedang sibuk dalam aktifitas mereka dalam melayani pembelinya,ia hendaknya sadar penuh dalam responsive terhadap prioritas-prioritas yang telah ditentukan oleh sang maha pencipta. Kesadaran akan Allah hendaknya menjadi sebuah kekuatan pemicu (driving force) dalam segala tindakan. Sesuai dengan Al-Qur‟an surat at-Taubah ayat 119.
b. Berlaku baik dan simpatik (Shidiq)
Berprilaku baik, sopan dan santun dalam pergaulan adalah fondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai yang sangat tinggi dan mencakup semua sisi manusia. Alquran juga mengharuskan pengikutnya untuk berlaku sopan disetiap hal, bahkan dalam meakukan transaksi bisnis dengan orang-orang yang bodoh. Tetap harus bicara dengan ucapan dan ungkapan yang baik.
c. Berlaku Adil dalam Bisnis (Al-Adl)
Islam mendukung prinsip keadilan, Secara umum Islam mendukung semua prinsip dalam pendekatan keadilan terhadap etika, namun dalam proporsi yang seimbang. Islam tidak mendukung prinsip keadilan buta. Kebutuhan semata-mata tidak memerlukan keadilan. Karena seorang muslim yang tengah berusaha untuk keluar dari situasi yang menindas lebih membutuhkan bantuan dibanding dengan orang yang sekedar menuntut hak sebagai kekayaan dari orang-orang kaya.
Berbisnislah secara adil, demikian kata Allah. Sebagaimana firmanya, “Berusahalah secara adil dan kamu tidak boleh bertindak tidak adil”. Allah mencintai orang orang berbuat adil dan membenci orang-orang yang berbuat zalim, Islam telah mengharamkan setiap hubungan bisnis yang mengandung kezaliman dan kewajibkan terpenuhinya keadilan yang teraplikasi dalam hubungan dagang dan kontrak bisnis.
Di samping itu sikap berbisnis tidak membeda-bedakan, adil dihadapan memperlakukan semua konsumen dengan sama. dengan sikap secara adil yaitu tergambar semua dalam stakeholder, semuanya harus merasakan keadilan. Tidak boleh ada satu pihak pun yang haknya terzalimi, terutama bagi tiga stakeholder utama yaitu pemegang saham,pelanggan dan karyawan.Hal ini sesuai dengan Al-Qur`an Surat al An’am ayat: 152
d. Bersikap Melayani dan Rendah hati (Khidmah)
Sikap melayani merupakan sikap utama seorang pemasar. Tanpa sikap melayani, yang melekat dalam kepribadiannya. Melekat dalam sikap ini adalah sikap sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya. Suatu bisnis akan senantiasa berkembang dan sukses manakala ditunjang dengan adannya pelayanan terbaik. Misalnya dengan keramahan, senyuman kepada para konsumen akan semakin baik bisnisnya.
Sikap melayani juga merupakan salah satu ajaran yang cukup mewarnai pola kerja umat kristiani. Kita dapat melihat bagaimana profesionalisme mereka dalam melakukan pelayanan bagi pasien yang ada di rumah sakit mereka. Ini adalah salah satu implementasi dari ajaran mereka (Injil).
e. Menepati janji dan Tidak Curang
Janji adalah ikrar dan kesanggupan yang telah dinyatakan kepada seseorang. Ketika membuat suatu perjanjian tentunya didasari dengan rasa saling percaya serta tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan janji tersebut. Ketepatan janji dapat dilihat dari segi ketepatan waktu penyerahan barang, ketepatan waktu pembayaran serta melaksanakan sesuatu sesuai dengan kontrak yang disepakati.
Pelaku bisnis yang tidak bisa memenuhi janjinya dapat dikatakan sebagai golongan orang yang munafiq. Terlebih diera informasi yang terbuka dan cepat seperti sekarang ini mengingkari janji dalam dunia bisnis sama halnya dengan menggali kubur bagi bisnisnya sendiri. Karena dalam waktu singkat para rekan bisnis akan mencari mitra kerja yang dapat dipercaya.
Sikap pebisnis yang selalu menepati janji baik kepada para pembeli maupun diantara sesama pedagang lainnya, janji yang dimaksudkan dalam hal ini adalah janji dimana seorang pedagang terhadap pembelinya dalam melakukan transaksi ketika menjanjikan barang yang di jual itu barang yang baik, Semisal seorang pedagang menjadi seorang produsen, ataupun distributor harus senantiasa menepati janjinya dalam mengirimkan barang kepada para konsumen atau pembeli misalnya tepat waktu pengiriman, menyerahkan barang yang kualitasnya, kuantitas, warna, ukuran, atau spesifikasinya sesuai dengan perjanjian semula, memberi garansi dan lain sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para rekan pedagang misalnya, pembayaran dengan jumlah dan waktu tepat dan lain sebagainya.
f. Jujur dan Terpercaya (Al-Amanah)
Kejujuran merupakan sikap yang dianggap mudah untuk dilaksanakan bagi orang awam manakala tidak dihadapkan pada ujian berat atau dihadapkan pada godaan duniawi. Dengan sikap kejujuran seorang pedagang akan dipercaya oleh para pembelinya akan tetapi bila pedagang tidak jujur maka pembeli tidak akan memebeli barang dagangannya. Tak diragukan bahwasannya ketidak jujuran adalah sikap bentuk kecurangan yang paling jelek. Orang tidak jujur akan selalu berusaha melakukan penipuan pada orang lain, Al-Qur‟an dengan tegas melarang ketidak jujuran sebagaimana firmanya dalam surat al-Anfal ayat 27.
g. Tidak berburuk sangka (Su’udz zhan)
Saling menghormati satu sama lain adalah ajaran Nabi Muhammad SAW yang harus di Implementasikan dalam perilaku bisnis modern. Tidak boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha lain hanya untuk persaingan bisnis. Amat Naif jika perbuatan seperti itu terjadi dalam praktek bisnis yang dilakukan oleh seorang muslim. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surah Al-hujarat ayat 12.
h. Tidak suka menjelek-jelekkan (Ghibah)
Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedangkan mereka itu tidak ada dihadapannya. Ini merupakan kelicikan, sebab hal ini sama saja dengan menusuk dari belakang. Sikap semacam ini merupakan salah satu bentuk penghancuran karakter, sebab pengumpatan dengan model seperti ini berarti melawan orang lain yang tidak berdaya.
Biasanya seorang pemasar senang apabila telah mengetahui kelemahan, kejelekan dan kekurangan lawan bisnisnya. Dan biasanya kelemahan dan kejelekan ini senjata untuk memenangkan pertarungan dipasar dengan jalan menjelek-jelekan atau menfitnah lawan bisnisnya.
i. Tidak melakukan suap/sogok(riswah)
Dalam syariah, menyuap (Riswah) hukumnya haram, dan menyuap termasuk kedalam kategori memakan harta orang lain dengan cara bathil. Islam tidak saja mengharamkan penyuapan melainkan juga mengancam kedua belah pihak yang terlibat dengan neraka diakhirat. Suap adalah dosa besar dan kejahatan kriminal didalam suatu Negara. Oleh karena itu mendapat kekayaan dengan cara penyuapan jelas haram.

3. Karakteristik Pemasaran Islami
Ada beberapa karakteristik Pemasaran Syari’ah yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar sebagai berikut :
a. Ketuhanan (Rabbaniyah)
Salah satu ciri khas pemasar syariah marketing yang tidak dimiliki pasar konvensional yang dikenal selama ini adalah sifat yang religius. Kondisi ini tercipta keterpaksaan tetapi berangkat dari kesadaran akan nilai religius, yang dipandang penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok kedalam perbuatan yang tidak merugikan orang lain. Jiwa seorang marketing syariah meyakini bahwa hukum-hukum syariah yang teistis atau bersifat ketuhanan ini adalah hukum yang paling adil, paling sempurna, paling selaras dalam bentuk kebaikan, paling dapat mencegah segala kerusakan, paling mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan kebatilan, dan menyebarluaskan kemaslahatan. Karena merasa cukup akan segala kesempurnaan dan kebaikannya, diarela melaksanakannya dari hati yang paling dalam, seorang syariah marketer menyakini bahwa Allah Swt selalu dekat dan mengawasinya ketika dia sedang melaksanakan segala macam bentuk bisnis. Dan Allah akan meminta pertanggungjawaban darinya atas pelaksanaan syariat tersebut kelak dihari kiamat.
b. Etika (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah marketer selain karena teistis (rabbaniyyah), juga karena mengedepankan masalah akhlak (moral, etika) dalam seluruh aspek kegiatanya. Sifat etis ini merupakan turunan dari sifat teistis diatas. Dengan demikian marketing syariah adalah konsep yang sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tidak peduli apa pun agamanya.
Karena nilai-nilai moral dan etika adalah nilaiyang bersifat universal, yang diajarkan oleh semua agamanya. Untuk mencapai tujuan suci, Allah memberikan petunjuk melalui para Rasulnya, Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak, (moral, etika), maupun syariah. Dua komponen pertama, akidah dan akhlak (moral, etika) bersifat konstan, keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu dan tempat. Sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf perbedaan manusia, yang berbeda-beda sesuai dengan rasulnya masing-masing. Kesungguhan untuk senantiasa hidup bersih lahir batin merupakan salah satu cara untuk meraih derajat kemuliaan disisi Allah SWT.
Pebisnis muslim harus berpegang pada etika Islam, karena ia mampu membuat bisnis sukses dan maju, agar menjadi orang yang saleh dalam melakukan amal perbuatan dalam kapasitasnya sebagai khalifah dimuka bumi lain, dengan modal budi pekerti luhur, pebisnis bisa sampai pada derajat yang tinggi. Allah melapangkan hati makhluk-makhluknya untuk dirinya, dan Allah membukakan pintu rizki untuknya yang tidak bisa dicapai kecuali mempunyai karakter yang luhur. Karena dengan mempunyai karakter yang mulia, pembisnis akan menjadi orang yang lemah lembut, ramah, wajahnya berseri-seri, tidak banyak berpaling, berbicara dengan kata-kata baik dan mengasihi orang yang lebih kecil. Sedangkan salah satu bentuk bisnis yang mengalami suatu masalah jika para pemasar kurang baik dan dianggap bisa membawa kerugian suatu perusahaan.
c. Realistis (Al-Waqi‟iyyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang tidak ekslusif, fanatis,anti-modernitas, dan kaku, marketing syariah adalah konsep pemasaran yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah Islami yang melandasinya. Syariah marketer bukanlah berarti para pemasar itu harus penampilan ala bangsa Arab dan mengharamkan dasi karena dianggap merupakan simbol masyarakat barat, misalnya. Para pemasar juga professional dengan penampilan yang bersih, rapi, dan bersahaja, Ia tidak kaku, tidak ekslusif, tetapi sangat fleksibel dan luwes dalam bersikap dan bergaul. Ia memahami dalam situasi pergaulan di lingkungan yang sangat heterogen, dengan beragam suku, agama dan ras.
Fleksibilitas atau kelonggaran sengaja diberikan oleh Allah SWT agar penerapan syariah senantiasa realisties (al-waqi’iyyah) dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Kelonggaran bukanlah suatu kebetulan, melainkan kehendak Allah agar syariah Islam senantiasa abadi dan kekal sehingga sesuai bagi setiap zaman, daerah, dan keadaan apapun. Dalamsisi inilah, syariah marketing berada. Ia bergaul, bersilaturahmi, melakukan transaksi bisnis di tengah-tengah realitas kemunafikan, kecurangan, kebohongan, atau penipuan yang sudah biasa terjadi dalam dunia bisnis. Akan tetapi syariah marketing berusaha tegar, istiqomah, dan menjadi cahaya penerang di tengah-tengah kegelapan.
d. Humanistis (Al-Insaniyyah)
Keistimewaan marketing syariah yang lain adalah sikapnya humanistis universal. Pengertian humanistis adalah bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat manusia terjaga dan terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat kehewananiannya terkekang dengan panduan syariah. Dengan memiliki, nilai humanistis ia menjadi manusia yang terkontrol dan seimbang. Bukan manusia yang serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan yang sebesar- besarnnya. Bukan menjadi manusia yang bisa bahagia diatas penderitaan orang lain atau manusia yang hatinya kering dengan kepedulian sosial.
Syariat Islam diciptakan untuk manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna kulit, kebangsaan dan status. Hal inilah yang membuat syariah memiliki sifat universal sehingga menjadi syariat humanistis. Hal tersebut dapat dikatakan prinsip ukhuwah insaniyyah (persaudaraan antar manusia). Syariat Islam bukanlah syariat bangsa arab, walaupun Muhammad yang membawanya adalah orang arab. Syariat Islam adalah milik Tuhan bagi seluruh manusia.
4. Sistem Promosi Dalam Islam
Adapun yang harus dilakukan dalam berpromosi sesuai dengan anjuran Islam adalah:
a. Jangan mudah mengobral sumpah
Dalam berpromosi atau beriklan janganlah mudah mengucapkan janji sekiranya janji tersebut tidak bias ditepati. Bersumpah secara berlebihan dilarang dalam etika promosi Islam, mengobral sumpah tanpa sesuai dengan yang sesungguhnya dapat merusak nilai-nilai Islami. Sebab banyak dewasa ini perusahaan-perusahaan yang berpromosi dengan melebih-lebihkan dalam berkata melalui iklan. Allah SWT dan Rasul Nya telah memberikan aturan dan larangan mengenai hal ini.
b. Jujur
Kejujuran adalah buah dari keimanan, sebagai ciri utama orang mukmin, bahkan ciri para Nabi. Tanpa kejujuran, agama tidak akan tegak dan tidak akan stabil. Sebaliknya, kebohongan dan kedustaan adalah bagian daripada sikap orang munafik.
Bencana terbesar akan melanda jika para pelaku ekonomi melakukan dusta. Pedagang berbohong dalam mempromosikan barang dan menetapkan harga di atas harga yang wajar. Sedangkan pembeli melakukan kebohongan pada saat menawar harga. Demikian pentingnya faktor kejujuran dalam perilaku ekonomi hingga Allah menempatkan kejujuran sebagai karakter pedagang yang membawanya kepada derajat yang dangat tinggi di hadapan AlIah.
Islam sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat menyebabkan kerugian dan kedzaliman serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan.
c. Menjaga agar selalu memenuhi akad dan janji serta kesepakatan- kesepakatan di antara kedua belah pihak (pembeli dan penjual).
d. Menghindari berpromosi palsu
Hal ini bertujuan menarik perhatian pembeli dan mendorongnya untuk membeli. Berbagai iklan di media televisi atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau lewat radio sering kali memberikan keterangan palsu. Model promosi tersebut melanggar akhlaqul karimah. Islam sebagai agama yang menyeluruh, mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Demikian pula pada proses marketing, jual beli harus berdasarkan etika Islam.
Rela dengan laba yang sedikit karena itu akan mengundang kepada kecintaan manusia dan menarik bayak pelanggan serta mendapat berkah dalam rezeki. Jika pengusaha ingin mendapatkan rezeki yang berkah dan dengan prosfesi sebagai pedagang, tentu ingin dinaikkan derajatnya setara dengan para nabi, maka ia harus mengikuti syariah Islam secara menyeluruh, termasuk dalam jual beli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar