Nama : Khoirun Nissa Afina
NIM / kelas : 63020180064/ 5B
Jurusan : Ekonomi Syariah
A. Produksi
1. Pengertian Produksi
Produksi adalah kegiatan yang dilakukan manusia dalam menghasilkan suatu produk, baik barang maupun jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen (Sukirno, 2002). Secara teknis, produksi dapat diartikan sebagai proses mentransformasi input menjadi output, tetapi definisi produksi dalam ilmu ekonomi mencakup tujuan kegiatan yang menghasilkan output serta karakter-karakter yang melekat padanya.
Beberapa ekonomi Muslim turut pula mendefinisikan mengenai produksi dalam perspektif Islam, yaitu sebagai berikut.
a. Kahf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik material, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
b. Siddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan memerhatikan nilai keadilan dan kemanfaatan (maslahah) bagi masyarakat. Dalam pandangannya, selama produsen telah bertindak adil dan membawa kebajikan bagi masyarakat, ia telah bertindak Islami.
c. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj, yang secara harfiah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi, yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
d. Hal senada juga diutarakan oleh Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya, muqaddimah fi’ilm al-iqtishad al-islamy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi, dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut. Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat. Dalam hal ini Abdurrahman merefleksikan pemikirannya dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah [2]: 219 yang menjelaskan pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi) khamr.[1]
e. Al-Haq menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardhu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi merupakan proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan dan memberi maslahah bagi manusia.[2]
2. Tujuan Produksi
Tujuan produksi dalam islam sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan diciptakan dan diturunkannya manusia ke muka bumi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi (QS.Al-Baqarah:30), pemakmur bumi (QS.Hud:61), yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya (QS.Adz-Dzariyat:56). Dengan memahami tujuan penciptaan manusia tersebut, kita lebih mudah memahami tujuan produksi dalam Islam. Sebagai khalifah, manusia mendapat amanat untuk memakmurkan bumi. Ini berarti bahwa manusia diharapkan campur tangan dalam proses-proses untuk mengubah dunia dari apa adanya menjadi apa yang seharusnya. Sejalan dengan berlakunya hukum alam (sunnatullah), alam telah dirancang oleh Allah untuk tunduk pada kepentingan manusia, dirancang dan dimaksudkan untuk memenuhi kesejahteraan manusia.
Karena itu, mereka harus melakukan berbagai aktivitas termasuk di bidang ekonomi diantaranya berproduksi. Melakukan aktivitas produksi merupakan kewajiban manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga tercapai kesejahteraan lahir dan batin. Semua aktivitas ekonomi tersebut dimaksudkan sebagai bagian dari ibadah dan rasa syukur kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta, sebagai rahmat dan karunia yang diberikan-Nya kepada manusia.
Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok umat manusia dan berusaha agar setiap orang dapat hidup dengan layak, sesuai dengan martabatnya sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain, tujuan produksi adalah tercapainya kesejahteraan ekonomi.
3. Prinsip-Prinsip Produksi
Prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam produksi adalah kesejahteraan ekonomi yang merupakan salah satu tujuan kegiatan produksi. Kesejahteraan ekonomi tidak hanya menjadi tujuan ekonomi Islam, dalam sistem kapitalis terdapat pula konsep memproduksi barang dan jasa yang didasarkan pada asas kesejahteraan ekonomi. Hanya saja, kesejahteraan menurut ekonomi Islam tidak boleh mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum yang menyangkut persoalan-persoalan moral, pendidikan, agama dan sebagainya, berbeda dengan ekonomi kapitalis yang mengukur kesejahteraan ekonomi dari segi materi semata.
Dapat dikatakan bahwa tujuan produksi dalam Islam adalah untuk menciptakan maslahah yang optimum bagi individu ataupun manusia secara keseluruhan. Dengan maslahah optimum ini, maka akan dicapai falah (keberuntungan) yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup manusia. Falah adalah kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat yang akan memberikan kebahagiaan yang hakiki bagi manusia. Kemuliaan dan harkat martabat manusia harus mendapat perhatian utama dalam keseluruhan aktivitas produksi.
Sejalan dengan tujuan produksi dalam Islam di atas, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam produksi yang dikemukakan Muhammad al¬Mubarak, yakni:
a. Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela karena bertentangan dengan syariah,
b. Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kedzaliman,
c. Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang), dan
d. Memelihara lingkungan, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam.
4. Etika Bisnis dalam Produksi
Etika dalam berproduksi, sejak dari kegiatan mengorganisasi faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen, semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan bahwa perbedaan dari perusahaan-perusahaan non islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasar. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai religius tidak diperbolehkan. Adapun nilai yang penting dalam memproduksi adalah sebagai berikut:
a. Ihsan dan Itqan (Sungguh-Sungguh) dalam Berusaha
M.Abdul Mun’in al-Jamal, dalam hal ini mengemukakan hal yang sama bahwa usaha dan peningkatan produktivitas dalam pandangan Islam adalah sebagai ibadah, bahkan aktivitas perekonomian ini dipandang semulia-mulianya nilai. Karena hanya dengan bekerja setiap individu dapat memenuhi hajat hidupnya, keluarganya, karib kerabatnya, juga memberikan pertolongan serta ikut berpartisipasi dalam mewujudkan kemaslahatan umum.
b. Iman, Taqwa, Maslahah, dan Istiqamah
Iman, taqwa, dan istiqamah merupakan pendorong yang sangat kuat untuk memperbesar produksi melalui kerja keras dengan baik, ikhlas, dan jujur serta amanah dalam melakukan kegiatan produksi yang dibutuhkan untuk kepentingan umat, agama, dan dunia.
c. Bekerja pada Bidang yang Dihalalkan Allah
Selanjutnya, akhlak utama yang harus diperhatikan seorang Muslim dalam bidang produksi secara pribadi maupun kolektif adalah bekerja pada bidang yang dihalalkan Allah. Oleh karena itu, setiap usaha yang mengandung unsur kedzaliman dan mengambil hak orang lain dengan jalan yang bathil, sangat tidak dibenarkan menurut syariat dan diharamkan oleh Islam.[6]
Penerapan nilai-nilai di atas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah yang diperoleh oleh produsen merupakan satu maslahah yang akan memberi konstribusi bagi tercapainya falah. Dengan cara ini, maka produsen akan memperoleh kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga diakhirat.
B. Konsumsi
1. Pengertian Konsumsi
Konsumsi merupakan suatu hal yang niscaya dalam kehidupan manusia, karena ia membutuhkan berbagai konsumsi untuk dapat memepertahankan hidupnya. Ia harus makan untuk hidup, berpakaian untuk melindungi tubuhnya dari berbagai iklim ekstrem, memiliki rumah untuk dapat berteduh, beristirahat sekeluarga, serta menjaganya dari berbagai gangguan fatal. Dalam ilmu ekonomi konsumsi adalah sebagai pemakaian barang utntuk mencukupi suat kebutuhan secara langsung.
Konsumsi dalam Islam merupaka salah satu aktivitas ekonomi manusia yang bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian dan kesejahteraan akhirat (falah), baik dengan membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal saleh bagi sesamanya.
2. Tujuan Konsumsi dalam Islam
Manusia mengkonsumsi suatu barangf pastilah mempunyai tujuan tertentu. Tujuan konsumsi yaitu:
a. Untuk mengharap Ridha Allah SWT
b. Untuk mewujudkan kerjasama antar anggota masyarakat dan tersedianya jaminan sosial
c. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab individu terhadap kemakmuran diri, keluarga dan masyarakat sebagai bagian aktivitas dan dinamisasi ekonomi.
Tujuan utama dari pemenuhan kebutuhan umat Islam adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah SWT. Pemenuhan kebutuhan (konsumsi) dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam bingkai ketaatan dan pengabdian kepada Allah akan menjadikannya bernilai ibadah yang berpahala.
3. Prinsip-prinsip Konsumsi dalam Islam
a. Prinsip keadilan
Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rezeki yang halal dan tidak dilarang oleh syariat Islam. Artinya, sesuatu yang di konsumsi itu didapatkan secara halal dan tidak bertentangan dengan hukum Islam. Karena itu, berkonsumsi tidak boleh menimbulkan kedzaliman, berada dalam koridor aturan atau hukum Islam, serta menjungjung tinggi kepantasan atau kebaikan.
Keadilan yang dimaksud dalam aktivitas konsumsi adalah mengonsumsi sesuatu yang halal, tidak haram, dan baik, tidak membahayakan tubuh. Barang yang haram dan membahayakan tubuh dilarang oleh Islam, mislanya makan babi dan bangkai serta minum khamr yang dinilai sebagai barang najis dan membahayakan.
b. Prinsip Kebersihan
Prinsip ini tercantum dalam Al Quran dan Sunnah Nabi dalam mengkonsumsi sesuatu, seseorang haruslah memilih barang yang baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
c. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur manusia agar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak terlalu berlebihan. Sikap berebih-lebihan sangat dibenci Allah dan merupakan pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Islam menghendaki kuantitas dan kulitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efisien dan efektif secara individual maupun sosial.
4. Etika Konsumsi
a. Tauhid (Unity/ Kesatuan)
Konsep mengesakan Allah ini adalah prinsip utama yang dioegang oleh seorang muslim, dalam apapun yang dilakukannya dan dimanapun. Prinsip ini adalah prinsip yang menyakini bahwa segala apapun yang dikerjakan oleh manusia tidak akan terlepas dari hubungan manusia itu dengan Allah.
b. Adil (Equilibrium/ Keadilan)
Adil yang berasal berasal dari bahasa arab Al-Adl yang berarti adil, seimbang, sama rata, yang kemudian dalam konsep ekonomi sepadan dnegan istilah equilibrium (keseimbangan). Adil dalam konteks ini adalah dimaksudkan adil dalam menjaga hak-hak setiap individu. Individu yang dimaksud disini adalah mereka yang berhak menerima baik itu berupa zakat, shodaqoh dari orang lain yang merasa lebih mampu.
c. Kebebasan berkehendak
Dalam setiap tindakan manusia memiliki kebebasan. Namun dalam kebebasan ini bukan berarti manusia secara sembarangan dapat melakukan hal-jal yang di inginkannya. Kebebasan yang dimaksud disini adalah kebebasan yang bertanggung jawab, kebebasan yang tidak menerobios kepentingan orang lain. Kebebasan adalah fitrah yang dimiliki manusia, dimana manusia mempunya potensi untuk berbuat yang baik, berkarya yang menjadi insan yang produktif.
d. Amanah (menjaga kepercayaan)
Dari konsep kebebasan yang sebelumnya, maka manusia harus bertanggung jawab dengan apa yang tela diperbuatnya.
e. Halal
Barang yang halal tentuny akan bisa menjadi haram apabila dalam menggunakannya secara berlebihan. Kemudian selin itu barang yang dibeli jika dirasa tidak mendatangkan manfaat yang seimbnag dengan harganya atau lebih dikenal dengan sia-sia maka dalam hal ini barang tersebut juga bisa dikatakan nharam karena tidak mampu membantu manusia untuk lebih produktif. Contohnya, ketika seseorang mempunyai pilihan membeli rumah seharga 60 juta dengan rumah seharga 1 miliar, maka akan membawa dampak halal haramnya. Jika dia memilih rumah seharga 1 miliar kemudian dia tidak dapat memanfaatkan rumah tersebut untuk lebih produktif bagi lingkungan sekitar maka akan menjadikan haram, karena tidak memberikan manfaat untuk orang banyak.
f. Sederhana
Kesederhanaan merupakan salah satu etika konsumsi yang penting dalam islam. Sederhana dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam berkonsumsi. Di antara dua cara hidup yang “ekstrim” antara paham materialistis dan zuhud. Al Quran menjelaskan bahwa dalam berkonsumsi tidak boleh boros dan tidak kikir.
C. Distribusi
1. Pengertian Distribusi dalam Islam
Secara bahasa, distribusi berasal dari bahasa Inggris distribution yang berarti penyaluran dan pembagian, yaitu penyaluran, pembagian atau pengiriman barang atau jasa kepada beberapa orang atau tempat. Distribusi adalah suatu prosespenyaluran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai.
Distribusi dalam ekonomi Islam dimaknai lebih luas yang mencakup pengaturan kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan. Islam memperbolehkn kepemilikan umum (public proverty) dan kepemilikan pribadi (privat property), dan meletakkan pada masing-masing keduanya aturan-aturan untuk mendapatkan, menggunakan, dan memilikinya, serta aturan-aturan tentang warisan, hibah dan wasiat. Dalam ekonomi Islam distribusi lenbih ditekankan pada penyaluran harta kekayaan yang diberikan kepada beberapa pihak, baik individu, masyarakat, maupun negara.
Menurut Afzalur Rahman, yang dimaksud dengan distribusi adalah suatu cara dimana kekayaan disalurkan atau dibagikan ke beberapa faktor produksi yang memberikan kontribusi kepada individu-individu, masyarakat maupun negara. Islam tidak memperbolehkan distribusi barang atau jasa yang dilarang seperti bunga modal dan bunga pinjaman yang termasuk riba, hasil pencurian, khamar, bangkai, babi dan sebagainya.
2. Tujuan Distribusi dalam Ekonomi Islam
1. Tujuan dakwah, yakni dakwah kepada islam dan menyatukan hati kepadanya
2. Tujuan pendidikan, tujuan pendidikan dalam distribusi dalah seperti dalam surat At Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlaqul karimah
3. Tujuan sosial, yakni memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian
4. Tujuan ekonomi, yakni pengembangan harta dan pembersihannya, memperdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam menempatkan sesuatu.
3. Prinsip Distribusi dalam Islam
a. Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
b. Antara dua penyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus tetap ada kebebasan ijab Kabul dalam akad-akad
c. Tetap berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut
d. Jelas dan jauh dari perselisihan
4.Etika dalam keadilan distribusi sebagai berikut:
a. Selalu mneghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
b. Transparan dan barangnya halal serta tidak membahayakan.
c. Adil dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang dalam islam
d. Tolong menolong, toleransi dan sedekah
e. Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi negative.
f. Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi
g. Ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan harga
h. Mencari keuntungan yang wajar.
i. Distribusi kekayaan yang meluas, islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat
j. Kesaaman sosial, maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi atau berkasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.
Rabu, 18 September 2019
Etika islam dalam produksi, konsumsi dan distribusi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar