Kamis, 12 September 2019

Etika bisnis islam

Nama : Khoirun Nissa Afina
NIM / kelas : 63020180064/ 5B
Jurusan : Ekonomi Syariah

A. Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud  pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
- Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau  etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
B. Pengertian Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan  keuntungan.
            Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
            Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.

C. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Konvensional
Pada umumnya, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari, dan prinsip ini sangat berhubungan erat terkait dengan sistem  nilai-nilai yang dianut di kehidupan masyarakat.
Menurut Sony Keraf  (1998)  prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut:[4]
1.  Prinsip Otonomi
yaitu dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasrkan kesadarannya tentang tentang apa yang baik baginya untuk dilakukan.  Unsur hakiki dari prinsip otonomi ini adalah kebebasan untuk bertindak secara etis dan bertangung jawab. Etis adalah tindakan yang bersumber dari kemauan baik serta kesadaran pribadi. Orang yang otonom adalah orang yang sadar akan kewaibannya dan bebas mengambi keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, melainkan juga adalah orang yang bersedia mempertanggung jawabkan keputusannya dan tindakannya serta mampu bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya serta dampak dari keputusan keputusan dan tindakannya.
2.  Prinsip Kejujuran
terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditujukan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak berdasarkan kejujuran.Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau  jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
Kejujuran memang prinsip yang paling penting dalam kegiatan bisnis islami maupun konvensional. Para pelaku bisnis modern sadar dan mengakui bahwa memang kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilannya. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Dalam mengikat perjanjian semua pihak secara Saling percaya, serius serta tulus dan jujur dalam membuat dan melaksanakannya. Jika ada salah satu pihak yang tidak jujur maka akan menimbulkan efek multiplier-expansive. Kejujuran juga relevan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Dengan 1x saja seorang pebisnis berbohong tentang hal apapun, jangan harap mendapatkan kepercayaan lagi
3.  Prinsip Keadilan
Menuntut agar orang diberlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang sesuai, rasional, objektif serta dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip Keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
a.                Keadilan Distributive
Yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social.
b.               Keadilan Retributif
Yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggung jawab atas konsekuensi negative atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain.
c.                Keadilan Kompensatoris
Yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian.
4.               Prinsip saling menguntung  (mutual benefit principle)
menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.
5.               Prinsip integritas moral
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan. Tanggung jawab moral juga tertuju kepada semua pihak terkait yang berkepentingan (skateholders): konsumen penyalur, pemasok, investor, atau kreditor, karyawan, masyarakat luas, relasi-relasi bisnis, pemerintah dan seterusnya. Artinya segi kepentingan pihak-pihak terkait dapat dipertanggungjawabkan secara moral.[5]
6.               Prinsip Laba
tidak mungkin jika bisnis tidak mencari keuntunganngan atau laba, pada kenyataanya hanya  keuntunganlah yang  menjadi satu-satunya  motivasi atau daya tarik pelaku bisnis. Mencari keuntungan adalah bukan hal jelek karena semua orang memasuki bisnis selalu punya motivasi dasar, yaitu mencari keuntungan.[6]
Sedangkan Ekonom Barat  Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen  Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam  merumuskan prinsip etika bisnis, yaitu:[7]
1.               Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam  bertindak  seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2.               Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkahlaku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3.               Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
1. Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik    intern perusahaan maupun dengan eksternal.
2.  Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
3.   Melindungi prinsip kebebasan berniaga
4.   Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.

D. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam

1. Kesatuan(unity)
Kesatuan yang dimaksud terefleksikan pada konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistemIslam(Naqvi,1993:50-51).

2. Keseimbangan(keadilan)
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah:8. Keseimbangan atau keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Hukum dan tatanan yang kita lihat pada alam semesta mencerminkan keseimbangan yang harmonis. (Beekun, 1997: 23.) Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupunentitasbisnis.

3. KehendakBebas
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Sampai pada tingakat tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas untuk memberi arahan dan membimbing kehidupannya sendiri sebagai khalifah di mukabumi (QS. Al-Baqarah, 2:30). Berdasarkan prinsip kehendak bebas ini, manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian termasuk menepati janji atau mengingkarinya. Tentu saja seorang muslim yang percaya kepada kehendak Allah akan memuliakan semua janji yang dibuatnya. (Beekun,1997: 24).

4. Pertanggungjawaban

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal mustahil, lantaran tidak menuntut tanggung jawab. Menurut Al-Ghozali, konsep adil meliputi hal bukan hanya equilibrium tapi juga keadilan dan pemerataan. Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggung jawabkan tindakannya. Allah menekankan konsep tanggung jawab moral tindakan manusia, (QS. 4:123-124).) Menurut Sayyid Qutub prinsip pertanggungjawaban Islam adalah pertanggungjawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara person dan keluarga, individu dan sosial antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. (Beekun, 1997:103)

5. Kebenaran:KebajikandanKejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Adapun kebajikan adalah sikap ihsan,yang merupakan tindakan yang dapat memberi keuntungan terhadap orang lain (Beekun, 1997: 28). Dalam al-Qur’an prinsip kebenaran yang mengandung kebajikan dan kejujuran dapat diambil dari penegasan keharusan menunaikan atau memenuhi perjanjian atau transaksi bisnis. Termasuk ke dalam kebajikan dalam bisnis adalah sikap kesukarelaandan keramahtamahan. Kesukarelaan dalam pengertian, sikap suka-rela antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian bisnis. Hal ini ditekankan untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan hubungan serta cinta mencintai antar mitra bisnis. Adapun kejujuran adalah sikap jujur dalam semua proses bisnis yang dilakukan tanpa adanya penipuan sedikitpun. Sikap ini dalam khazanah Islam dapat dimaknai dengan amanah. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis. Dari sikap kebenaran, kebajikan dan kejujuran demikian maka suatu bisnis secara otomatis akan melahirkan persaudaraan, dan kemitraan yang saling menguntungkan, tanpa adanya kerugian dan penyesalan.

E. Perbedaan Bisnis Konvensional dan Bisnis Non Konvensional
Pada bisnis konvensioal kesepakatan antara dua belah pihak untuk memperoleh keuntungan, bersifat umum dan bukan agamis dalam pelaksanaannya.
Sedangkan dalam bisnis non konvensional, kesepakatan untuk memperoleh keuntungan dan pelaksanaan itu bersifat agamis atau sesuai dengan aturan Islam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar