Senin, 04 November 2019

Distribusi kekayaan Al-hasyr ayat 07

MAKALAH TAFSIR
DISTRIBUSI KEKAYAAN Q.S AL-HASYR AYAT: 07
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir
Dosen Pengampu : RA Umi Saktie Halimah, LC.,M.Pd.I.


 



Disusun oleh :
Khoirun Nissa Afina 63020180064
Indah sofiani 63020180076
Ismi Wulandari 63020180019



Kelas 3A

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019 
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa distribusi kekayaan itu tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Distribusi kekayaan merupakan bagian yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Karena kesejahteraan rakyat bukan hanya bergantung pada sector produksi saja tetapi juga pada pembagian yang sesaui (distribusi). Kekayaan di suatu negara dapat di produksi dalam jumlah yang besar, namun jika pendistribusikannya tidak didasarkan pada prinsip-prinsip yang benar dan adil, maka negara tersebut tidak dapat mencapai kemakmuran. Oleh Karen aitu, kita harus melakukan pendistribusian kekayaan secara adil dan makmur. 
Pada zaman dahulu pendistribusian kekayaan di lakukan melalui harta fa’i, karena harta fai.i tidak terlepas dari perhatian untuk siapa saja pembagian distribusinya. Namun, Pada saat sekarang pendistribusian kekayaan dapat dilakukan melalui beberapa instrument keuangan yang disyariatkan Islam. Dengan instrument ZIZWAF tersebut, distribusi kekayaan antara golongan kaya dengan golongan miskin dapat berjalan dengan baik, sehingga masalah yang diinginkan pun dapat terwujud. Dalam makalah ini yang dibahas adalah tentang distribusi kekayaan dari penafsiran Surat Al Hasyr Ayat 7. 








B. Ayat Al Qur’an dan Terjemahannya

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya:  “Apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

C. Tafsir dan Pembahasan
Apa yang Allah berikan kepada RasuluNya sebagai fa’i dari harta para penghuni negeri yang musyrik tanpa mengarahkan kuda dan unta, maka ia adalah milik Allah dan RasulNya. Ia didistribusikan untuk kemaslahatan umum kaum Muslimin, untuk para kerabat Rasulullah, yaitu Bani Hasyim dan Bani al-Mutthalib, juga untuk anak-anak yatim, yaitu anak-anak miskin yang ditinggal wafat bapak-bapak mereka saat belum baligh, juga orang-orang miskin, yaitu orang-orang yang membutuhkan dan tidak memiliki apa yang mencukupi dan memenuhi kebutuhan mereka, dan juga Ibnu Sabil, yaitu musafir yang bekalnya habis dan terputus dari hartanya. 
Hal ini agar harta tidak hanya beredar di tangan orang-orang kaya saja dan dihalangi dari orang-orang kafir dan miskin. Apa yang Rasulullah berikan kepada kalian berupa harta, atau apa yang Rasulullah syariatkan, maka ambilah ia dan apa yang Rasul larang kalian untuk mengambil dan melakukannya, maka hentikanlah. Dan bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan peritah-perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Sesungguhnya Allah Maha keras azabNya bagi siapa ynag mendurhakaiNya dan menyelisihi perintah dan laranganNya. Ayat ini merupakan dasar dalam beramal sesuai dengan al Quran dan as Sunnah, baik perkataan, perbuatan, dan penetapan Nabi. 
1. Tafsir Jalalain
Apa saja harta rampasan atau fai yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota) seperti tanah Shafra, lembah Al Quran dan tanah Yanbu’ (maka adalah untuk Allah) Dia memerintahkannya sesuai dengan apa yang dikehendakiNya (untuk Rasul, orang-orang yang mempunyai) atau memiliki (hubungan kekerabatan) yaitu kaum kerabat Nabi dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Mutthalib (anak-anak yatim) yaitu anak-anak kaum muslimin yang bapak-bapak mereka telah meninggal dunia sedangkan mereka dalam keadaan fakir (orang-orang miskin) yaitu orang-orang muslim yang serba kekurangan (dan orang-orang yang dalam perjalanan) yakni orang-orang muslim yang mengadakan perjalanan lalu terhenti di tengah jalan karena kehabisan bekal. Yakni harta fai itu adalah hak Nabi SAW beserta empat golongan orang-orang tadi, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT. dalam pembagiannya, yaitu bagi masing-masing golongan yang empat tadi seperlimanya dan sisanya untuk Nabi SAW. (supaya janganlah) lafal kay di sini bermakna lam, dan sesudah kay diperkirakan adanya lafal an (harta fai itu) yakni harta rampasan itu, dengan adanya pembagian ini (hanya beredar) atau berpindah-pindah (di antara orang-orang kaya saja di antara kalian. Apa yang telah diberikan kepada kalian) yakni bagian yang telah diberikan kepada kalian (oleh Rasul) berupa bagian harta fai dan harta-harta lainnya (maka terimalah dia. Dan apa ynag dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya).



2. Tasir al Misbah
 Ayat diatas menjelaskan harta rampasan yang akan diperoleh pada masa-masa yang akan datang. Di sini seakan-akan ada yang berkata: telah mengetahui bahwa harta rampasan (fai) yang diperoleh dari Bani an-Nadhir adalah buat Rasul SAW. 
Allah berfirman: Apa saja dari fa’i, yakni harta rampasan, yang dikembalikan, yakni diserahkan Allah kepada RasulNya dari harta benda yang berasal dari penduduk negeri-negeri di mana dan kapan pun maka semuanya adalah milik Allah. Dia yang berwenang membaginya. Dia telah menetapkan bahwa harta rampasan itu menjadi milik Rasul atau pemimpin tertinggi umat setelah wafatnya Rasul SAW., para kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan Ibn as-Sabil, yakni orang-orang yang telantar dalam perjalanan, supaya ia, yakni harta itu, tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu. Karena itu laksanakanlah ketetapan Allah ini dan apa saja yang diberikan Rasul serta hukum-hukum yang ditetapkannya bagi kaum maka terimalah ia dengan senang hati dan laksanakanlah dengan tulus dan apa yang dia larang kamu menyangkut apa pun maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah, yakni dihindari segala hal yang dapat mengundang siksa danpembalasanNya, karena sesungguhnya Allah sangat keras pembalasaNya”. 
Penyebutan kata   (الله ) lillah pada ayat di atas dapahami oleh sementara ulama dalam arti buat Allah, yakni ada satu bagian dari harta fa’i tesebut diberikan kepada Allah, alam hal ini adalah kepentingan umum. Pendapat lain tidak memahaminya demikian. Penyebutan kata lillah itu menurut mereka adalah dalam konteks menekankan kepemilikan dan wewenangNya menetapkan siapa yang berhak menerima harta rampasan fa’i. kalaupun kata lillah dapat dipahami dalam arti buat Allah, penyebutannya hanyalah untuk menggambarkan perlunya menyebut Allah dalam segala sesuatu guna memperoleh berkat dan restuNya sambil mengisyaratkan bahwa apa yang diberikan kepada Rasul SAW itu pada hakikatnya beliau gunakan sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
Pada masa Rasul SAW harta fa’i dibagi menjadi dua puluh lima bagian. Dua puluh bagian menjadi milik Rasul SAW. Beliau salurkan sesuai kebijaksanaan beliau, baik untuk diri dan keluarga yang beliau tanggung dan maupun selain mereka. Sedang, lima bagian sisanya dibagikan sebagaimana pembagian ghanimah, yang disebut dalam QS. Al-Anfal (8):41. Setalah RAsul SAW wafat, apa yang menjadi hak Rasul menurut pandangan Imam Syafii dibagikan kepada mujahidin yang bertugas membela negara dan, menurut pendapat yang lain, disalurkan untuk masyarakat umum berdasarkan prioritas kepentingan dan kebutuhannya. Adapun bagian Rasul dari ghanimah, ulama sepakat bahwa ia dibagikan untuk kepentingan kaum muslimin.
Kata (دولة  ) dulah adalah sesuatu yang beredar dan diperoleh secara silih berganti. firmanNya: (كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ). Bermaksud menegaskan bahwa harta benda hendaknya jangan hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia, tetapi ia harus beredar sehingga dinikmati ole semua anggota masyarakat. Penggalan ayat ini bukan saja membatalkan tradisi masyarakat Jahiliah, di aman kepala suku hati bukan saja membatalkan itu tetapi juga ia telah menjadi prinsip dasar Islam dalam biodang ekonomi dan keseimbangan peredaran harta bagi segenap anggota masyarakat, walaupun tentunya tidak berarti menghapuskan kepemilikan pribadi atau pembagiannya harus selalu sama. Dengan penggalan ayat ini, Islam menolak segala macam bentuk monopoli karena sejak semula al-Quran menetapkan bahwa harta memiliki fungsi sosial.
Firmannya: (وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا) dan apa yang diberikan Rasul bagi kamu maka terimalah ia dan apa yang dilarangnya bagi kamu maka tinggalkanlah, walupun pada mulanya turun dalam konteks pembagian harta, penggalan ayat ini pun telah menjadi kaidah umum yang mengahruskan setiap muslim tunduk dan patuh kepada keijaksanaan dan ketetapan rasul dalam bidang apa pun, baik yang secara tegas disebut dalam al Quran maupun dalam hadist-hadist shahih. Memang, kata آتَاكُمُ atakum dari segi bahasa hanya berarti memberi kamu, namun para ulama memperluas kandungan pesannya sehingga menjadi امركم amarakum “dia perintahkan kamu”. Hal tersebut demikian karena kalimat sesudahnya menyatakan (نهاكم) nahamum “yang dia larang kamu sehingga dipahami bahwa yang beliau berikan termasuk di dalamnya yang beliau perintahkan, dan yang beliau larang termasuk harta benda yang beliau larang mengambilnya. Kesemuanya tidak boleh diprotes atau diabaikan.
3. Tafsir Al-Muyassar/ Kementerisn Agama Saudi Arabia
Harta rampasan dari penduduk negeri yang diberikan oleh Allah kepada RasulNya tanpa didahului dengan peperangan, maka itu untuk Allah, diberikan kepada yang dikehendakiNya, untuk Rasul miliki, untuk kerabat beliau dari Bani Hasyim dan Bani al-Muthallib sebagai ganti mereka tidak boleh menerima sedekah, untuk anak-anak yatim, untuk orang-orang fakir dan untuk orang asing (mufasir) yang kehabisan bekal, agar harta itu tidak hanya berputar di antara orang-orang kaya saja tanpa melibatkan orang-orang fakir. Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian dari harta rampasan perang maka terimalah wahai orang-orang yang beriman. Dan apa saja yang dilarang oleh Rasul terhadap kalian, maka tinggalkanlah! Bertakwalah kepada Allah dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya maka hati-hatilah terhadap siksaNya.





4. Tafsir Al-Mukhtashar/Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ (Apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota) ini merupakan penjelasan tentang orang yang berhak mendapat hata rampasan setelah Allah menjelaskan bahwa itu ilik Rasulullah. Harta rampasan (fa’i) adalah seluruh negeri yang ditaklukan Rasulullah dan kaum muslimin setelah beliau sampai hari kimat tanpa melalui peperangan dan tidak membutuhkan pengerahan pasukan muslimin yang menunggang kuda atau unta, namun melalui perjanjian damai.  
فَلِلَّهِ (maka adalah untuk Allah). Sehingga Allah memberi keputusan tentangnya sesuai dengan kehendakNya.
وَلِلرَّسُولِ (untuk Rasul) yakni untuk menjadi kepemilikan Rasulullah , kemudian diberikan untuk kemashlahatan kaum muslim. 
وَلِذِي الْقُرْبَىٰ (kaum kerabat) mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Mutthalib, yakni orang-orang fakir di antara mereka saja, sebab mereka dilarang menerima harta sedekah, maka Allah memberi mereka hak untuk mendapatkan harta fa’i.
وَالْيَتَامَىٰ (anak-anak yatim) mereka adalah anak-anak kecil yang ditinggal mati Ayah mereka sebelum masa baligh.
وَالْمَسَاكِينِ (orang-orang miskin) yakni orang-orang fakir.
وَابْنِ السَّبِيلِ  (dan orang-orang dalam perjalanan) yakni orang asing yang perbekalannya telah habis.
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ  (supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di anatara kamu). Sehingga orang-orang kaya dapat berkuasa atas orang-orang kafir. Namun Allah menjadikannya harta itu dapat berputar di antara mereka semua.
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا  (apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu. Maka tinggalkanlah” yakni harta rampasan yang Allah berikan kepada kalian maka terimalah, dan harta yang Allah larang untuk kalian maka janganlah kalian ambil.

5. Tafsir Ibnu Katsir 
Allah SWT menerangkan tentang fa’i, sifat dan hukumnya. Fa’i adalah semua yang dirampas dari kaum kafir tanpa melakukan peperangan terlebih dahulu dan tanpa melarikan kuda dan unta. Dengan kata lain, mereka tidak mengadakan perang satu lawan satu dan saling menyergap. Bahkan, musuh itu ditimpa rasa takut, sesuatu yang telah allah timpahkan kedalam hati_hati mereka karena wibawa Rasulullah SAW, sebagaimana yang terjadi pada bani nadhir. Kemudian Allah memberikan harta_harta yang telah mereka tinggalkan itu untuk Rasulullah SAW pribadi. Karenanya beliau mengatur pembagian harta rampasan perang dari bani nadhir menurut cara yang beliau kehendaki. Beliau memberikanya kepada kaum muslimin menurut segi-segi kebaikan dan kemaslahatan yang telah disebutkan oleh Allah taala didalam ayat-ayat ini, ‘’dan apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasulnya dari mereka, ‘’yaitu dari bani nadhir’’maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengarahkan seekor kudapun dan seekor unta pun, tetapi Allah telah memberikan kekuasaan kepada Rasul_Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha kuasa atas segala sesuatu. ‘’yaitu, tidak dapat dikalahkan dan tidak dapat ditolak. Bahkan, dia adalah Yang Maha mengalahkan atas segala sesuatu. 
Kemudian Allah SWT berfirman, ‘’apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, ‘’yaitu semua kota yang telah ditaklukan, maka hukumnya disamakan dengan hukum-hukum harta rampasan perang bani nadhir. Itulah sebabnya Allah berfirman, ‘’maka adalah untuk Allah, Rasul, Kerabat Rasul, Anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan….’’Inilah pengaturan-pengaturan harta fa’i dan segi-seginya. 
Selanjutnya, Allah berfirman ‘’supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. ‘’yaitu, kami jadikan pengaturan harta fa’i ini agar pemanfaatanya tidak di monopoli oleh orang-orang kaya saja, lalu dipergunakan oleh mereka untuk memuaskan hawa nafsu dan hasrat mereka, serta tidak menjelmakanya kepada orang-orang fakir sedikitpun. Firman Allah, ‘’apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. ‘’yaitu, apapun yang diperintahkanya kepada kamu maka kerjakanlah, dan apapun yang dilarangnya maka tinggalkanlah. Karena dia hanyalah memerintahkan kepadanya kebaikan dan melarang dari keburukan. 
Selanjutnya Allah berfirman, ‘’dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnyah Allah sangat keras hukuma-Nya. Yaitu, bertakwalah kepada-Nya didalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, karena Allah itu maha keras siksa-Nya bagi orang yang berbuat durhaka kepada-Nya, menyalaih perintah-Nya, membelakangi-Nya dan melakukan perbuatan yang dicegah serta dilarang-Nya.






D. Kesimpulan
Al-qur’an telah menekankan bahwa kaum muslim tidak boleh menahan kekayaan dan pendapatan mereka hanya untuk diri mereka sendiri. Melainkan setelah memenuhi kebutuhan-kebutuhanmereka secukupnya, mereka harus melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dekat mereka, para tetangga serta orang-orang lain di dalam komunitas tersebut. Orang-orang yang berpunya secara khusus diperintahkan untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan fakir miskin. 
Surat al-hasyr ayat 07 menegaskan prinsip yang mengatur pembagian kekayaan dalam sistem kehidupan islami. Bahwa kekayaan itu harus dibagi-bagikan keseluruh kelompok masyarakat dan bahwa kekayaan itu tidak boleh menjadi komoditi yang beredar dintara orang-orang kaya saja. Al-quran telah menetapkan aturan tertentu guna mencapai sasaran keadilan dalam pendistribuan kekayann dalam masyarakat. Al-quran telah melarang riba dan telah memperkenalkan hukum-hukum waris, yang membatasi kekuasaan si pemilik harta kekayaan dan mendorongnya untuk mendistribusikan seluruh harta miliknya dikalangan kerabat dekat setelah ia wafat. Kemudian langkah-langkah positif diambl untuk menyebarkan kekayaan dikalangan penduduk melalui pungutan wajib zakat, sistem infaq dan sumbangan, sebagian (dalam bentuk bantuan) untuk orang-orang misin dan lemah dari penghasilan negara.
Hikmah QS. Al Hasyr ayat 7 sebagai berikut:
1. Melakukan semua yang diperintahkan Rasul dan meninggalkan semua yang dilarangnya.
2. Memberikan sedekah kepada orang-orang miskin dan musafir
3. Adil dalam memberi infak dan mengutamakan orang-orang yang berhak menerima harta tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Jalluddin dan Abdur rahman, Abu al-fard. 2017. Terjemah Tafsir Jalalain Jilid 2. Depok: Senja Media Utama.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-misbah: pesan, kesan, dan keserasian al-quran. Jakarta: Lantera Hati.
Riyad, Muhammad nasyid. 2009. Kemudahan dari allah, Ringkasan tafsir ibnu katsir. Depok: Gema Insani.
Tafsir web. Surat Al-Hasyr Ayat 7. https://tafsirweb.com/10805-surat-al-hasyr-ayat-7. (diakses pada 3 november 2019 pukul 22:30 wib)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar