Kamis, 14 November 2019

PLURALITAS ISLAM TRADISI TONGKONAN

MAKALAH
PLURALITAS ISLAM TRADISI TONGKONAN
Dosen pengampu: Nur Edi Praba Susila Yahya,S.THI.,M.Ag.

 


Disusun Oleh:

Kelompok 07


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM  NEGERI SALATIGA 2019

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan  kehadirat Allah SWT  karena dengan taufik dan  hidayahNya kami dapat mempersembahkan makalah ini yang berjudul pengertian akhlak, ruang lingkup, tujuan, dan manfaat mempelajari ilmu akhlak. kehadapan  para pembaca yang budiman. Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan cahayaNya menuju  jalan  kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dalam kesempatan ini kami juga menyampaikan  banyak  terima kasih kepada segenap pihak yang  telah  mendukung dan membantu dalam penyelesaian  makalah ini.  Tidak ada kata yang pantas penulis ungkapkan untuk menyampaikan ucapan terima kasih. Semoga amal baik kita semua diterima  Allah SWT.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kami berserah diri serta memohon hidayah dan tambahnya ilmu.Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan  para pembaca yang  budiman umumnya.
 
 
Salatiga, 2019
Penulis,
 









DAFTAR ISI
KATA  PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I
A.  LATAR BELAKANG 3
B.  RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN 4
BAB II 
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TRADISI TONGKONAN 5
B. SIMBOL DAN MAKNA DALAM TRADISI TONGKONAN 7
C. PERJALANAN DAN PENGARUH TRADISI TONGKONAN 8
D. JENIS RUMAH ADAT TONGKONAN 9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN 11
B. DAFTAR PUSTAKA 12









BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Tongkonan sebagai pusat penguasa adat dan ikatan kekerabatan biasanya terdiri atas beberapa rumah yang masing-masing mengemban fungsi adat yang berbeda-beda, ditunjang oleh alang atau lumbung padi, rante atau tempat upacara rambu solo' liang atau kuburan, kombong atau kebun bambu dan kayu untuk bahan bangunan jika rumah Tongkonan direnovasi, uma/bela' atau sawah/ladang sebagai sumber penghidupan penghuni rumah Tongkonan, dan luba’ba atau pangrampak (space) antara rumah Tongkonan dengan Alang. Dengan demikian, suatu kelompok Tongkonan sebenarnya mencakup aspek yang luas karena meliputi aspek upacara adat, tata kehidupan, dan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan sehingga dapat disimpulkan bahwa secara luas Tongkonan adalah bangunan rumah adat Toraja dan lingkungan binaannya.(Lullulangi dan Onesimus 2007 : 9). 

Falsafah tentang tata letak tongkonan, bersumber dari ajaran Aluk Todolo tentang kosmologi, di mana perkampungan secara konsepsional senantiasa mengikuti empat penjuru angin, kemudian tongkonan secara konsepsional pula mengikuti model perkampungan yaitu segi empat. Dengan demikian, bentuk perkampungan yang berbanjar dari arah timur ke barat, melahirkan tata letak tongkonan yang membentuk suatu jalur menurut pola timur-barat. 
Sumalyo (2001) mengatakan, “ Deretan tongkonan menghadap ke sebuah halaman luas memanjang terbentuk oleh deretan tongkonan dengan deretan lumbung atau alang. Halaman ini berupa ruang terbuka”. 
Pendapat ini juga didukung oleh Tangdilintin (1985), yang mengatakan: “ Tingayo banua mempunyai kedudukan tersendiri di antara seluruh bagian kesatuan rumah sebagai tempat upacara yang tinggi dinamakan “Inan Panguranda-randean’. “ Kemudian Sandarupa (2002) mengatakan bahwa, “ Tongkonan dan alang itu beroposit, bagaikan laki-laki dan perempuan, di antaranya terdapat pangrampak atau tarampak".

Chatani mengatakan bahwa di hadapan tongkonan sebelah utara dibangun alang menghadap selatan (saling berhadapan). Ini adalah dasar pengaturan tongkonan dan alang, biasanya dibuat sama tanpa peduli lokasi dan ukuran kampung. Bahkan di perkampungan besar, tongkonan dan alang disusun secara berhadapan berbaris dari arah timur ke barat. 21 

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk dasar tata letak perkampungan adat adalah segi empat, tongkonan dan alang dibangun saling berhadapan dan berderet dari arah timur ke barat, di mana antara tongkonan dan alang itu membentuk suatu ruang yang sangat besar peranannya bagi kehidupan masyarakat Toraja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tradisi tongkonan?
2. Apa Jenis-jenis tongkonan?
3. Apa penjelasan symbol yang ada?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Tradisi Tongkonan
2. Untuk mengetahui jenis-jenis  Tongkonan
3. Untuk mengetahui  symbol-symbol yang ada dalam tradisi Tongkonan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tradisi Tongkonan
Pluralitas adalah keberagaman atau kemajemukan yang terdapat dalam suatu bangsa yang mendorong tumbuhnya persatuan dan kesatuan.
Inilah salah satu bentuk kearifan lokal yang mengagumkan dari sebuah rumah adat Nusantara. Tongkonan adalah rumah khas masyarakat Tana Toraja di Sulawesi Selatan. Hingga saat ini rumah unik tersebut bersama budaya Tana Toraja lainnya menjadi daya tarik wisata dan terus-menerus diminati pelancong.
Tongkonan adalah rumah adat dengan ciri rumah panggung dari kayu dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Atapnya rumah tongkonan dilapisi ijuk hitam dan bentuknya melengkung persis seperti perahu telungkup dengan buritan. Ada juga yang mengatakan bentuknya seperti tanduk kerbau. Sekilas mirip bangunan rumah gadang  di Minang atau Batak.
Semua rumah tongkonan yang berdiri berjejer akan mengarah ke utara. Arah tongkonan yang menghadap ke utara serta ujung atap yang runcing ke atas melambangkan leluhur mereka yang berasal dari utara. Ketika nanti meninggal mereka akan berkumpul bersama arwah leluhurnya di utara.
Berdasarkan penelitian arkeologis, orang Toraja berasal dari Yunan, Teluk Tongkin, Cina. Pendatang dari China ini kemudian berakulturasi dengan penduduk asli Sulawesi Selatan. Kata tana artinya negeri, sedangkan kata toraja berasal dua kata yaitu tau (orang) dan maraya (orang besar atau bangsawan). Kemudian penggabungan kata-kata tersebut bermakna tempat bermukimnya suku Toraja atau berikutnya dikenal sebagai Tana Toraja.
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja karena ritual adat terkait tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual mereka dengan leluhur. Oleh karena itu, semua anggota keluarga diharuskan ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.
Tongkonan berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat berkumpulnya bangsawan Toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini mempunyai fungsi sosial dan budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Awalnya merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat, sekaligus perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja.
Masyarakat Toraja menganggap rumah tongkonan sebagai ibu, sedangkan alang sura (lumbung padi) sebagai bapak. Tongkonan berfungsi untuk rumah tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan. Bagian dalam rumah dibagi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah, dan selatan. Ruangan di bagian utara disebut tangalok yang berfungsi sebagai ruang tamu, tempat anak-anak tidur, serta tempat meletakkan sesaji.  Ruangan sebelah selatan disebut sumbung, merupakan ruangan untuk kepala keluarga tetapi juga dianggap sebagai sumber penyakit. Ruangan bagian tengah disebut Sali yang berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, dapur, serta tempat meletakkan orang mati.
Ada nuansa unik dari rumah tongkonan yang luar biasa sekaligus sarat makna. Perhatikan seksama bagaimana tumbuhan hijau merajalela ada di atas atapnya justru memperindah tampilan rumah adat ini.Mayat orang mati masyarakat Toraja tidak langsung dikuburkan tetapi disimpan di rumah tongkonan. Agar mayat tidak berbau dan membusuk maka dibalsem dengan ramuan tradisional yang terbuat dari daun sirih dan getah pisang. Sebelum upacara penguburan, mayat tersebut dianggap sebagai ‘orang sakit‘ dan akan disimpan dalam peti khusus.
Peti mati tradisional Toraja disebut erong yang berbentuk kerbau (laki-laki) dan babi (perempuan). Sementara untuk bangsawan berbentuk rumah adat. Sebelum upacara penguburan, mayat juga terlebih dulu disimpan di alang sura (lumbung padi) selama 3 hari.
Lumbung padi tersebut tiang-tiangnya dibuat dari batang pohon palem (bangah) yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari  yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
Ukiran khas Toraja bermakna hubungan masyarakat Toraja dengan pencipta-Nya, dengan sesama manusia (lolo tau), ternak (lolo patuon), dan tanaman (lolo tananan). Ukiran tersebut digunakan sebagai dekorasi eksterior maupun interior rumah mereka.
Saat Anda melihat rumah adat ini, ada ciri lain yang menonjol yaitu kepala kerbau menempel di depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau pada tiang utama di depan setiap rumah. Jumlah tanduk kepala kerbau tersebut berbaris dari atas ke bawah dan menunjukkan tingginya derajat keluarga yang mendiami rumah tersebut. Di sisi kiri rumah yang menghadap ke arah barat dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih. Di sisi kanan yang menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.
Ornamen tanduk kerbau di depan tongkonan melambangkan kemampuan ekonomi sang pemilik rumah saat upacara penguburan anggota keluarganya. Setiap upacara adat di Toraja seperti pemakaman akan mengorbankan kerbau dalam jumlah yang banyak. Tanduk kerbau kemudian dipasang pada tongkonan milik keluarga bersangkutan. Semakin banyak tanduk yang terpasang di depan tongkonan maka semakin tinggi pula status sosial keluarga pemilik rumah tongkonan tersebut.
 Ornamen rumah tongkonan berupa tanduk kerbau serta empat warna dasar yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih yang mewakili kepercayaan asli Toraja (Aluk To Dolo). Tiap warna yang digunakan melambangkan hal-hal yang berbeda. Warna hitam melambangkan kematian dan kegelapan. Kuning adalah simbol anugerah dan kekuasaan ilahi. Merah adalah warna darah yang melambangkan kehidupan manusia. Dan, putih adalah warna daging dan tulang yang artinya suci. Ada beberapa jenis rumah adat togkonan, antara lain  tongkonan layuk (pesio'aluk),  yaitu tempat menyusun aturan-aturan sosial keagamaan. 
Tongkonan pekaindoran (pekamberan atau kaparengngesan), yaitu berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat. Ada juga batu a'riri yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang yang mengatur dan membina persatuan keluarga serta membina warisan. Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang umumnya. Yaitu pada bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang halus, detail, dan beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta diselang-seling sulur mirip batang tanaman. Menurut cerita masyarakat setempat bahwa tongkonan pertama itu dibangun oleh Puang Matua atau sang pencipta di surga. Dulu hanya bangsawan yang berhak membangun tongkonan. 
Selain itu, rumah adat tongkonan tidak dapat dimiliki secara individu tapi diwariskan secara turun-temurun oleh marga suku Toraja. Rumah tongkonan rata-rata dibangun selama tiga bulan dengan sepuluh pekerja. Kemudian ditambah proses mengecat dan dekorasi satu bulan berikutnya. Setiap bagian tongkonan melambangkan adat dan tradisi masyarakat Toraja. Rumah adat tongkonan akan terus dibangun dan didekorasi ulang oleh masyarakat Toraja. Hal itu bukan karena alasan perbaikan tetapi lebih untuk menjaga gengsi dan pengaruh dari kaum bangsawan. Pembangunan kembali rumah tongkonan akan disertai upacara rumit yang melibatkan seluruh warga dan tidak jauh berbeda dengan upacara pemakaman. 

B. Simbol dan Makna
1.Atap Berbentuk Perahu
Bagian Tongkonan yang paling terlihat mencolok adalah atapnya yang berbentuk seperti perahu. Ini menjadi pengingat orang Toraja, bahwa leluhur mereka menggunakan perahu untuk sampai di Sulawesi. 
2.Terdapat Patung Hewan
Kemudian di atas rumah biasanya akan terpasang patung kepala kerbau. Ada 3 warna kerbau mulai putih, hitam dan belang atau biasa disebut bule. 

        Di beberapa tongkonan terdapat patung tambahan berupa kepala ayam atau naga. Ini menjadi tanda bahwa si pemilik rumah adalah yang dituakan di tempat itu. 
Papan dengan susunan tanduk kerbau terpasang di depan tongkonan. Bukan hanya itu, dereten gigi babi juga berderet rapi di atas rumah. Inilah status sosial orang Toraja. 
3.Terdapat Alang
Di depan tongkonan dibangun alang atau lumbung. Alang memiliki lambang ukiran ayam dan matahari di atas bangunan. Ini adalah lambang kemakmuran orang Toraja. Hampir sama dengan kepala kerbau, ini adalah lambang kelimpahan orang Toraja.
Tak hanya satu, alang juga biasanya dibangun sesuai dengan jumlah keturunan. Sang pemilik akan meletakkan padi-padi yang masih bertangkai di dalam alang. Uniknya, kadang alang juga jadi tempat penyimpanan barang berharga. Tongkonan dan alang dibangun berhadapan sesuai dengan arah utara dan selatan. Kedua bangunan ini berperan sebagai pengganti orang tua. "Kalau tongkonan itu berperan sebagai ibu dan alang sebagai bapak," jelas Rantetasak. 
Tongkonan diibaratkan sebagai ibu yang melindungi anak-anaknya yaitu orang Toraja. Sedangakan alang yang adalah lumbung adalah ayah yang menjadi tulang punggung.
C.Perjalanan dan Pengaruh Tongkonan sebagai Bentuk Kebudayaan Masyarakat Toraja 
Tongkonan Toraja sebagai objek studi dari penelitian ini adalah merupakan salah satu dari perkembangan artefak kebudayaan Toraja yaitu Tongkonan. Tongkonan itu sendiri sebenarnya merupakan rumah adat yang merupakan cerminan dari religi masyarakat Toraja yaitu Aluk Todolo sedangkan Tongkonan Toraja disini berfungsi sebagai gereja Kristen tempat pewartaan firman Tuhan. Perbedaan ini menuntut penulis untuk menganalisa perjalanan masa lalu dari masyarakat Toraja dan pengaruh-pengaruh apa saja yang muncul dalam perjalanan waktu kehidupan masyarakat Toraja.
Didalam kalangan masyarakat Adat Toraja, Tongkonan mempunyai ketentuan-ketentuan dan aturan tentang tatanan kehidupan bagi setiap orang atau rumpun keluarga Tongkonan yang disebut Aluk dan Ada’yang mengikat dan menuntun tanggung jawab terhadap setiap orang dan atau rumpun keluarga Tongkonan.
Tongkonan menjadi rumah yang telah diwarisi secara turun temurun. Pemilik Tongkonan menjadikan warisan Tongkonan untuk dimanfaatkan bersama oleh seluruh keturunan dalam sebuah Tongkonan.Tongkonan dan tanah tongkonan merupakan contoh harta pusaka tinggi yang pemanfaatannya diatur oleh pemangku adat (To Parengnge’) dari tongkonan tersebut. 
Dalam adat Toraja dikenal pula istilah Ba’gi (dikhususkan). Ba’gi adalah warisan yang diistimewakan karena hal-hal tertentu, misalnya seorang anak yang selama hidupnya tinggal dan mengabdi kepada orang tuanya, atau dari sekian bersaudara anak tersebut merupakan satu-satunya anak yang berjenis kelamin laki-laki ataupun satu-satunya berjenis kelamin perempuan. 
 
D. Jenis Rumah Adat Tongkonan
Secara umum, setidaknya terdapat tiga jenis rumah adat Tongkonan yang memiliki keunikannya masing-masing.Keunikan rumah adat Tongkonan ini sangat bergantung pada peranan penguasa atau penghuni rumahnya.
Ketiga jenis rumah adat Tongkongan tersebut yaitu:
1. Tongkonan Layuk
Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio’ Aluk memiliki makna Tongkonan yang Maha Tinggi atau Agung. Hal ini dikarenakan fungsi utamanya yaitu sebagai tempat untuk menciptakan atau merancang aturan-aturan sosial serta keagamaan. Oleh karena itu, rumah Tongkonan jenis ini merupakan pusat perintah dan kekuasaan yang mengatur seluruh masyarakat Tana Toraja zaman dahulu.
2. Tongkonan Pekaindoran
Tongkonan Pekaindoran juga dikenal dengan nama lainnya seperti Tongkonan Pekamberan atau Tongkonan Kaparengngesan. Tempat ini biasanya difungsikan sebagai pusat kendali bagi pemerintahan adat di mana aturannya disesuaikan dengan aturan dari Tongkonan Pesio’ Aluk.
3. Tongkonan Batu A’riri
Jenis Tongkonan yang terakhir yaitu Tongkonan Batu A’riri yang memiliki fungsi sebagai Tongkonan Penunjang.Dengan kata lain, Tongkonan ini memiliki peran untuk membina persatuan keluarga serta membina warisan keluarga tersebut.
Dekorasi Rumah Adat Tongkonan:
1. Dinding
Dinding rumah Tongkonan dapat berdiri tegak dan kokoh meskipun dibuat tanpa menggunakan paku ataupun unsur besi lainnya. Sebagai pengganti, dinding rumah Tongkonan dibangun dengan menggunakan bantuan tanah liat sebagai perekatnya. Sementara bahan baku dinding dan sebagian besar rumah terbuat dari kayu uru yang memang banyak tumbuh di wilayah Sulawesi. 
2. Atap
Bila diperhatikan dengan seksama, salah satu keunikan rumah adat Tongkonan yang paling menonjol ialah bagian atapnya. Atap rumah Tongkonan memiliki bentuk yang menyerupai sebuah perahu dan memiliki filosofinya tersendiri. Konon, hal ini merupakan sebuah pengingat terhadap leluhur masyarakat Toraja yang merupakan pelaut ulung.

3. Ukiran
Terdapat empat jenis ukiran yang biasa terpampang pada rumah Tongkonan, yaitu: pak barre allo, pak tedong, pak manuk londong, dan pak sussuk. Ukiran pak barre allo merupakan ukiran yang menyerupai matahari atau bulan sebagai perlambang Puang Matua atau Sang Pencipta. Sementara itu, ukiran pa’ tedong menyerupai kepala kerbau dan diletakkan di tiang tegak lurus yang merupakan tulang bangunan sebagai perlambang kerja keras serta kemakmuran.
Kemudian ukiran pa’ manuk londong yang biasanya serupa dengan ayam jantan sebagai perlambang dari norma atau aturan manusia yang berasal dari langit. Terakhir yaitu pa’ sussuk yang merupakan ukiran garis-garis lurus yang melambangkan kebersamaan serta kesatuan dalam kekerabatan satu Tongkonan.
4. Warna
Salah satu penanda rumah adat Tongkonan yang paling jelas adalah penggunaan warna. Terdapat empat jenis warna yang biasa digunakan untuk mendekorasi rumah Tongkonan, yaitu putih, hitam, merah, serta kuning. Warna putih biasanya digunakan sebagai perlambang dari daging dan tulang yang suci dan bersih. 
Sedangkan warna hitam digunakan untuk melambangkan akhir dari kehidupan (kematian) serta kegelapan.Lalu, bila warna merah digunakan pada rumah Tongkonan maka itu merupakan perlambang darah yang merupakan bagian dari kehidupan manusia. Terakhir ada warna kuning yang melambangkan anugerah serta kekuasaan dari Yang Maha Kuasa.
5. Tanduk Kerbau
Tanduk kerbau juga merupakan salah satu elemen dekorasi yang banyak ditemukan pada rumah adat Tongkonan. Biasanya, tanduk kerbau diletakkan di bagian depan rumah dan bertumpukan. Konon, dekorasi tanduk kerbau merupakan tanda kemewahan serta pembeda strata sosial masyarakat Toraja. Semakin tinggi strata sosialnya, maka semakin banyak pula hiasan tanduk kerbau yang dipajang di depan rumah tersebut. 


BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Tongkonan adalah rumah adat dengan ciri rumah panggung dari kayu dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Atapnya rumah tongkonan dilapisi ijuk hitam dan bentuknya melengkung persis seperti perahu telungkup dengan buritan. Ada juga yang mengatakan bentuknya seperti tanduk kerbau. Sekilas mirip bangunan rumah gadang  di Minang atau Batak.
Adapun simbol Tongkonan sendiri ada tiga yaitu: Atap Berbentuk Perahu, Terdapat patung hewan, Terdapat Alang. Ketiga jenis tersbut masinng-masing mempunyai arti tersendiri sebagaimana yang sudah dijelaskan dimakalah tadi.
Perjalanan dan Pengaruh Tongkonan sebagai Bentuk Kebudayaan Masyarakat Toraja, Tongkonan Toraja sebagai objek studi dari penelitian ini adalah merupakan salah satu dari perkembangan artefak kebudayaan Toraja yaitu Tongkonan. Tongkonan itu sendiri sebenarnya merupakan rumah adat yang merupakan cerminan dari religi masyarakat Toraja yaitu Aluk Todolo sedangkan Tongkonan Toraja disini berfungsi sebagai gereja Kristen tempat pewartaan firman Tuhan.
 Jenis-jenis Rumah Adat Tongkonan yaitu; Layuk, Tongkonan Pekaindoran, Tanduk Kerbau. Ada beberapa dekorasi dalam Rumah Adat Tongkonan antara lain; Dinding, Atap, Ukiran, Warna, Tongkonan Batu A’riri.


DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat, 1972, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta
Suparlan, P, 1982, Kebudayaan dan Lingkungan, Lermbaga Penelitian Fakultas Ekonimi UI, Jakarta
Lullulangi, Mithen.dkk, 2017, Arsitektur Tradisional Ramah Lingkungan.Guna Dharma Ilmu. Jakarta
Kis-Jovak, Jowa I.; Hetty Nooy Pal, Reimar Schefold, and Ursula Schulz-Dornburg. 1988. Banua  Toraja: Changing Patters in Architecture and Symbolism among the Sa’dan Toraja Sulawesi Indonesia. The Netherlands: Royal Tropical Institute.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar