Senin, 11 November 2019

EPISTEMOLOGI KEILMUAN


EPISTEMOLOGI KEILMUAN
Makalah ini Disusun Guna memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu Ahmad Muzakkil .Anam, M.Pd.I.

 


Disusun oleh :
Kelompok 09



PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN AKADEMIK 2019 
KATA PENGHANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat SWT, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada beliau baginda rasul Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya kelak di hari kiamat. Atas selesainya makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini sehingga berjalan dengan lancar.
 Makalah ini merupakan pemenuhan tugas dari mata kuliah Filsafat Ilmu. Makalah ini disusun untuk meningkatkan pengetahuan tentang pemikiran dalam Filsafat Ilmu. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Salatiga, 07 November 2019

Penulis









DAFTAR ISI
HALAMAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1 
A Latar Belakang 1
B Rumusan Masalah 1
C Tujuan penuliasan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A Pengertian Epistemologi 3
B Ruang Lingkup Epistemologi 6
C Aliran- Aliran Dalam Epistemologi 7
D Pengaruh Epistemologi Dalam Kehidupan 11
1. Kemajuan Sains dan Teknologi 11
2. Sumber Moral 12
BAB III PENUTUP 
A Simpulan 14
B Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16

 
BAB 1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang 
Manusia hidup di dunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi atau cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan.dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari epistemologi. Epistemology  disebut juga sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh tolak ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan. 
Sejak semula epistemologi merupakan bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi mejangkau permasalaham-permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada ssuatu yang boleh disingkarkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahn ilmiah didalam kehidupan sehari-hari.  Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi yang cepat. 
B Rumusan Masalah 
1 Apa yang dimaksud dengan Epistimologi ?
2 Bagaimana ruang lingkup Epistemologi ?
3 Apa saja aliran-aliran yang ada didalam Epistemologi ?
4 Bagaimana pengaruh Epistemologi bagi kehidupan ?
C Tujuan Penulisan 
1 Untuk mengetahui pengertian Epistemologi.
2 Untuk mengetahui ruang lingkup Epistemologi.
3 Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada dalam Epistemologi.
4 Untuk mengetahui pengaruh epistemologi dalam kehidupan.


















BAB II
PEMBAHASAN
A Pengertian Epistemologi
Istilah “epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti ilmu pengetahuan dan “logos” berarti ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang menyoroti atau membahas tentang cara-cara, teknik, atau prosedur mendapatkn ilmu dan keilmuan.  Teknik, tata cara mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah dengan metode non-ilmiah, metode ilmiah dan metode problem solving. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan pendekatan/non-ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan dengan cara penemuan kebetulan secara kebetulan, untung-untungan (trial and error), akal sehat (common sence); prasangka, otoritas ( kebawahan ) dan pengalaman  biasa. Metode ilmiah adalah cara memperoleh pengetahuan dengan pendekatan deduktif dan induktif. Sedangkan problem solving adalah memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menyimpulkan dan collusion, melakukan verifikasi, yakni pengujian hipotesis. Tujuan utamanya yaitu untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip, generalisasi dan hukum-hukum. Temuan ini dapat dipakai sebagai basis, bingkau atau kerangka pemikiran untuk menerangkan, mendeskripsikan, mengontrol, mengantisipasi atau meramal suatu kejadian secara lebih cepat. 
Epistemology bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara ‘alim (subjek) dan ma’lum (objek). Dengan kata lain, epistemology adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menanyakan apa yang dapat kita ketahui sebelum menjelaskannya. Pertanyakan dulu secara kritis, baru diyakini. Ragukan dulu bahwa seuatu itu ada, kalau terbukti ada, baru dijelaskan. Berpikir dulu, baru yakini atau tidakk. Ragukan dulu, baru yakini atau tidak.
Menurut Keith Lehrer secara historis terdapat tiga perspektif dalam epistemology yang berkembang di Barat, yaitu: (i) dogmatic epistemology, (ii) critical epistemology, dan (iii) scientific epistemology.
Pertama, dogmatic epistemology adalah pendekatan tradisional terhadap epistemology. Dalam perspektif epistemology dogmatic, metaphysic (ontologi) diasumsikan dulu ada, baru kemudian ditambahkan epistemology untuk menjelaskan bagaimana kita mengetahui relaitas tersebut. Pertanyaan utama epistemology jenis ini: Apa yang kita ketahui? Singkatnya, epistemology dogmatic menetapkan ontologi sebelum epistemology. Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat.  Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. 
 Kedua, critical epistemology. Revolusi dari epistemology dogmatic ke epistemology kritis diperkenalkan oleh Rene Descartes. Descartes membalik epistemology dogmatic dengan menanyakan apa yang dapat kita ketahui sebelum menjelaskannya. Pertanyakan dulu secara kritis, baru diyakini. Ragukan dulu bahwa sesuatu itu ada, kalau terbukti ada, baru dijelaskan. Berpikir dulu, baru yakini atau tidak. Pertanyaan utama epistemology jenis ini: Apa yang dapat kita ketahui? Dapatkah kita mengetahuuinya? Mungkinkah kita dapat mengetahui sesuatu di luar diri kita? Singkatnya, epistemology kritis menetapkan ontology setelah epistemologi. Ketiga, scientific epistemology. Pertanyaan utama epistemology jenis ini adalah apa yang benar-benar sudah kita ketahui dan bagaimana cara kita mengetahuinya? Epistemologi jenis ini tidak peduli apakah batu di depan mata kita adalah menampakkan atau bukan. Yang ia urus adalah bahwa ada batu di depan mata kita dan kita teliti secara sainstifik.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan atas kajiam tentang justifikasi kebenaran pengetahuan atas kepercayaan. Untuk menemukan kebenaran dilakukan sebagai berikut: (i) Menemukan kebenaran dari masalah; (ii) Pengamatan dan teori untuk menemukan kebenaran; (iii) Pengamatan dan eksperimen untuk menemukan kebenaran; (iv) Falsification atau operasionalisme (experimental operation, operation research); (v) Konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran; (vi) Metode hipotetico-deduktif; (vii) Induktif dan presuposisi/teori untuk menemukan kebenaran fakta.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat  dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat  diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. 
B Ruang Lingkup Epistemologi 
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.  
C Aliran-Aliran Epistemologi
Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :
1 Empirisme 
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.
John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar. Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen.
Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
2 Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah pemberian tuhan seorang dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama , aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik  ajran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan .
3 Positivisme
Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.
4 Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal maka bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. 



5 Fenomenologi 
Istilah fenomenologi secara filosofis pertama kali dipakai oleh J.H. Lambert (1764). Dia memasukkan dalam kebenaran (alethiologia), ajaran mengenai gejala (fenomenologia). Maksudnya adalah menemukan sebab-sebab suubjektif dan objektif ciri-ciri bayangan objek pengalaman indrawi (fenomen). Hegel (1807) memperluas pengertian fenomenologi dengan merumuskan sebagai ilmuu mengenai pengalaman kesadaran, yakni suatu pemaparan dialektis perjalanan kesadaran kodrati menuju kepada pengetahuan yang sebenarnya.
6 Skeptisisme 
Skeptisisme adalah satu-satunya aliran yang secara radikal dan fundamental tidak mengikuti adanya kepastian dan kebenaran, atau sekurang-kurangnya menyangsikan secara fundamental kemampuan pikiran manusia untuk mendapatkan kepastian. (Pranarka, 1987: 95) secara etimologikal kita mengetahui bahwa istilah skeptisisme itu berasal dari kata bahasa Yunani skeptomai, artinya memperhatikan dengan cermat, meneliti. Para skeptisi pada mulanya adalah orang-orang yang mengamati segala sesuatu dengan cermat serta mengadakan penelitian terhadapnya. Namun di dalam interaksi diantara mereka itu tidak tercapai kesepakatan, maka timbullah masalah baru yaitu mengenai patokan kesepakatan. Bahkan selanjutnya sementara sampai kepada kesimpulan untuk meragukan adanya kepastian dan ukuran kebenaran. Dari situlah timbul istilah skeptisisme yaitu aliran atau sistem pemikiran yang mengajarkan sikap ragu sebagai sikap dasar yang fundamental dan universal.
7 Objektivisme
Dalam Mudhofir(1996:167) objektivisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap bahwa segala sesuatu yang dipahami adalah tidak tergantung pada orang-orang yang memahami. Dapat diartikan, ada kebenaran sejati terlepas dari pemikiran manusia. Asumsi bahwa terdapat alam realitas adalah lebih baik dan memadai dari dari asumsi lain. Asumsi tersebut sesuai dengan pengalaman hidup kita sekarang, dan pemahaman kita terhadap proses pemikiran.
8 Subjektivisme
Subjektivisme adalah pandangan bahwa objek dan kalitas yang kita ketahui dengan perantaraan indera kita adalah tidak berdiri sendiri, lepas dari kesadaran kita terhadapnya. Realitas terdiri atas kesadaran serta keadaan kesadaran, walaupun tidak harus kesadaran kita dan keadaan akal kita. 

D Pengaruh Epistemologi Bagi Kehidupan
1. Kemajuan sains dan technologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Suatu kehidupan, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya. 
2. Sumber moral
Fakta empiris bisa kita saksikan, semakin banyaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme di setiap lembaga sosial dan pemerintahan, pelanggaran hukum dan aturan birokrasi, suap-menyuap ketika ingin menjadi pegawai, ingin masuk sekolah, ingin menyelesaikan perkara di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, ingin mendapatkan proyek, merapikan laporan administrasi keuangan, dan masih banyak lagi. Saksi yang masih “bermoral” terhadap berbagai tindakan tersebut merasa bingung, bahkan takut, dan frustasi. Apa yang mesti mereka diperbuat? Berbagai ketimpangan yang dilakukan para pejabat penyelenggara negara dan sebagainya, juga ditambah moral rakyat yang rusak, menunjukkan seakan negara ini hampir runtuh, menuju negara gagal dan seterusnya.
Kata “moral” berasal dari bahasa Latin “mores”, bentuk jamak dari mos berarti kebiasaan. Dalam bahasa Inggris yang disebut “moral”, yaitu concerned with principles of right and wrong behavior, sedangkan istilah yang dekat dengan moral adalah etika yang berarti moral principles that contorl or influence a person’s behaviour, a system of moral principles or rules of behaviour. Dalam praksis kehidupan bermasyarakat, etika berkaitan dengan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia.
Pembentukan budaya masyarakat yang hanya mengambil salah satu dari dimensi ilmu pengetahuan dan hanya bersumber dari moral kemanusiaan tentu akan menghasilkan budaya yang tidak utuh, dan mudah tergerus pola kehidupan pragmatis, materialis, dan hedonis. Seperti pendapat yang mengatakan bahwa ilmu bebas nilai, adalah suatu pandangan yang hanya mengambil satu dimensi ontologi ilmu saja. Demikian juga paham yang menyatakan bahwa kebenaran agama adalah kebenaran fatamorgana atau setidaknya diposisikan sebagai hal yang subjektif. Di sinilah letak tanggung jawab ilmuwan bersama pemangku kepentingan (stake-holder) dalam membentuk budaya bangsa yang bermoral.
Ilmu pengatahuan merupakan salah satu produk khas manusia dan dipandang sebagai salah satu unsur dasar kebudayaan yang mampu mengantarkan peradaban global dan membawa akibat-akibat besar terhadap eksistensi kemanusiaan. Melalui potensi ilmu pengetahuan, manusia dapat membudayakan diri dan menyumbang bagi pemenuhan kodratnya sehingga menjadi pribadi yang bermartabat dan berbudaya. Prinsipnya, sebagai salah satu kekuatan dasar kebudayaan yang khas manusiawi, ilmuwan bisa memosisikan dirinya pada jalur tanggung jawab kultural untuk dapat merealisasikan diri manusia pada alam kebudayaan secara utuh dan menyeluruh. 
BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan 
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang menyoroti atau membahas tentang cara-cara, teknik, atau prosedur mendapatkn ilmu dan keilmuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan pendekatan/non-ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan dengan cara penemuan kebetulan secara kebetulan, untung-untungan (trial and error), akal sehat (common sence); prasangka, otoritas ( kebawahan ) dan pengalaman  biasa.
Ada beberapa aliran dalam Epistemolofi ilmu: Empiris, Rasionalisme, Positivme, Intuisionisme, Fenomenologi, Skpetisisme, Objektivisme dan Subjektivisme.
Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Ilmu pengatahuan merupakan salah satu produk khas manusia dan dipandang sebagai salah satu unsur dasar kebudayaan yang mampu mengantarkan peradaban global dan membawa akibat-akibat besar terhadap eksistensi kemanusiaan.

B Saran 
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca, mohon kritik dan sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
https://mohnurula.blogspot.com/2014/03/bab-i-pendahuluan-1.html
https://Kompasiana.Com
Lies, Sudibyo. Dkk. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Deepublish.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 
https://mohnurula.blogspot.com/2014/03/bab-i-pendahuluan-1.html
Mudzakir. “Peran Epistemologi Ilmu Pengetahuan dalam membangun Peradaban”.274-296, Vol.14, No.2, September 2016.
Bahrum, “Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi”,35-43. Vol.8, No.2, 2013






Tidak ada komentar:

Posting Komentar