Selasa, 19 November 2019

DASAR AKSIOLOGI KEILMUAN

DASAR AKSIOLOGI KEILMUAN
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Ahmad Muzakil Anam, M.Pd.









Disusun Oleh:
Buana Adi Kurnia Caromalela 63020180005
Wina Yulianti 63020180041
Khoirun Nissa Afina 63020180064

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN AKADEMIK 2019
 
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Filsafat Ilmu ini tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti. 
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang sudah ikut membantu menyusun makalah ini dengan baik. Kami berharap semoga dengan makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik serta saran membangun demi terciptanya makalah yang jauh lebik baik lagi.

Salatiga, 16 November 2019

Penulis








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Hakikat Aksiologi 3
B. Aksiologi-Masalah Nilai 5
C. Kategori Dasar Aksiologi 8
D. Nilai Dan Kegunaan Ilmu (Aksiologi Ilmu) 9
E. Aksilogi Sain dan Aksiologi Filsafat 13
F. Korelasi Antara Filsafat Ilmu dan Aksiologi 14
BAB III PENUTUP 16
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18





 
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
       Manusia memiliki hasrat dan rasa keingintahuan menjadi alur perjalanan manusia yang tidak kunjung usai. Hal inilah yang kemudian melahirkan beragam hasil-hasil penelitian dan beragam hipotesa awal manusia terhadap realita kehidupan. Manusia melakukan proses filsafat merupakan salah satu awal dari sejarah perkembangan pemikiran manusia. Hal inilah yang membuktikan dimana manusia dengan daya pikirnya berusaha untuk mencari, meneliti, mengamati, merinci dan melakukan pembuktian-pembuktian selama hidupnya.
Lantas keberadaan manusia dengan pemahaman untuk mencapai rasa keingintahuan tersebut, muncul berbagai pengetahuan, baik yang berasal dari indrawi maupun intuisi. Pengetahuan tidak lepas dari ranah kebenaran secara ilmiah yang kemudian akan melahirkan berbagai disiplin-disiplin ilmu dalam kajian ilmu filsafat. Konsep manusia dengan segala keingintahuan dibuktikan dengan berbagai upaya bahkan diharuskan dengan metode yang ilmiah jika kebenaran yang diperolehnya akan fasih bagi kehidupan manusia seutuhnya. Ilmu pengetahuan dengan kebenarannya tersebut diharapkan menjadi bekal kehidupan manusia serta harus memiliki dampak dan pengaruh yang positif bagi manusia itu sendiri.
Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan tindakan, dalam filsafat juga ada yang mempelajari tentang Aksiologi yang sangat berguna untuk berfilsafat. Keingintahuan adalah salah satu pemicu kita untuk berfilsafat, dan begitu juga dengan keragu-ragu’an, filsafat merupakan pemikiran secara rasional Jika mempelajari Aksiologi maka kita telah mempelajari sebagian cara berfilsafat, dimana berfilsafat itu sangat penting dan jika kita tidak berfilsafat kita tidak akan maju, itu dalam artian berfilsafat adalah berfikir secara abstrak.  

B. Rumusan Masalah     
Adapun rumusan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah Aksiologi itu ?
2. Bagaimana Aksiologi- Masalah Nilai?
3. Bagaimana Kategori Dasar dalam Aksiologi?
4. Bagaimana Nilai dan Kegunaan Ilmu (Aksiologi Ilmu)?
5. Bagaimana dengan Aksiologi Sain dan Aksiologi Filsafat?
6. Bagaimana Korelasi antara Filsafat Ilmu dan Aksiologi itu ? 

C. Tujuan
       Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Agar kita mengetahui apa itu Aksiologi.
2. Agar kita mengetahui tentang Aksiologi-Masalah Nilai.
3. Agar Kita mengetahui Kategori Dasar dalam Aksiologi.
4. Agar kita mengetahui milai dan kegunaan ilmu (aksiologi ilmu).
5. Agar kita mengetahui antara aksiologi sain dan aksiologi filsafat.
6. Agar kita mengetahui korelasi antara filsafat ilmu dengan aksiologi.
 
 





BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Aksiologi
Aksiologi berasal dari perkataan Axios (Yunani) yang berarti nilai, layak, pantas, patut dan Logos yang berarti teori, pemikiran. Jadi Aksiologi adalah "teori tentang nilai". Aksiologi merupakan teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian : Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan. Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social politik.  
Menurut John Sinclair, lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial, dan agama. Adapun nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. 
Aksiologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan. Aksiologi disebut juga teori nilai karena ia dapat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha menjawab suatu pertanyaan. 
Jadi, Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu itu dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. 
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan . Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.








B. Aksiologi – Masalah Nilai
Apakah yang-baik itu?
Bersama dengan filusuf-filusuf yang lain, socrates berpendapat bahwa masalah yang pokok adalah kesusilaan, tetapi semenjak masa hidup socrates masalah hakikat yang-baik senantiasa menarik banyak kalangan dan dipandang bersifat hakiki serta penting untuk dapat mengenal manusia. Kattsoff mengatakan bahwa baik merupakan pengertian yang bersahaja, namun tidak dapat diterangkan apakah baik itu. 
Makna yang dikandung oleh “Nilai” dan “Yang-Baik”?
Kata “baik dipakai dalam arti yang berbeda-beda dalam masing-masing pernyata’an, seperti“ini pisau baik”, sudah pasti yang saya maksudkan berbeda apabila saya mengatakan “pisau merupakan sesuatu yang baik”. Contoh lain “pembelian yang baik”, berarti pembelian yang didalamnya  Nilai uang yang dibayarkan lebih rendah dibandingkan dengan Nilai barang yang dibelinya, dengan kata lain penulis dapat menyimpulkan bahwa “Yang-Baik” itu merupakan sesuatu yang didalamnya terdapat unsur yang bermanfaat bagi seseorang.
1. Nilai Merupakan Kualitas Empiris Yang Tidak Dapat Didefinisikan
Kualitas ialah sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek. Dengan kata lain, kualitas ialah suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang barang tersebut dan dapat membantu melukiskanya. Kualitas empiris ialah kualitas yang dapat diketahui melalui pengalaman. Kualitas merupakan sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek atau suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang tersebut dan dapat membantu melukiskannya. Adapun kualitas empiris didefinisikan sebagai kualitas yang diketahui atau dapat diketahui melalui pengalaman.
Jika Nilai merupakan suatu kualitas obyek atau perbuatan tertentu, maka obyek dan perbuatan tersebut dapat didefinisikan berdasarkan atas Nilai-Nilai, tetapi tidak mungkin sebaliknya. Contoh “pisang itu kuning” tapi saya tidak bisa mengatakan bahwa “kuning itu pisang”, karna kuning bermacam-macam. Kenyataan bahwa Nilai tidak dapat didefinisikan tidak berarti Nilai tidak dapat dipahami. Nilai bersifat subyektif, contoh si A mengatakan bahwa “si gadis itu cantik”, tapi si B mengatakan bahwa “si gadis itu jelek”
2. Nilai Sebagai Obyek Suatu Kepentingan
Ada yang mengatakan bahwa masalah Nilai sesungguhnya merupakan masalah pengutamaan. Contoh ungkapan “perang merupakan suatu keburukan” kiranya diiringi oleh tanggapan ”saya menentang perang”. Pandangan orang Amerika dalam bukunya bahwa jika saya mengatakan “x berNilai” maka dalam arti yang sama saya dapat mengatakan “ saya mempunyai kepentingan pada x”. Sikap setuju atau menentang tersebut oleh Perry ditunjuk dengan istilah “kepentingan”.
Dewey (dalam Kattsoff, 2004: 332) menyatakan bahwa nilai bukanlah sesuatu yang dicari untuk ditemukan. Nilai bukanlah suatu kata benda atau kata sifat. Masalah nilai berpusat pada perbuatan memberi nilai. Dalam Theory of Valuation, Dewey mengatakan bahwa pemberian nilai menyangkut perasaan dan keinginan. Pemberian nilai juga menyangkut tindakan akal untuk menghubungkan sarana dan tujuan. Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal tersebut mempunyai Nilai,jadipenulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai ialah kepentingan. 
3. Teori Pragmatis Mengenai Nilai
Sejumlah hal yang telah saya perbincangkan yang bersifat penolakan terhadap teori Nilai yang didasarkan atas kepentingan kiranya menyebabkan tampilnya teori lain, yaitu Teori Pragmatis. Pragmatisme mendasarkan diri atas akibat-akibat, dan begitu pula halnya dengan teori pragmatisme mengenai Nilai. Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa Teori Pragmatis mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita anggap bernilai.
4. Nilai Sebagai Esensi
Sesungguhnya Nilai-Nilai merupakan hasil ciptaan yang-tahu (subyek yang mengetahui). Jika Nilai merupakan Nilai karena kita yang menciptakannya, maka tentu kita akan dapat membuat baik menjadi buruk dan sebaliknya. Esensi adalah inti, sesuatu yang menjadi pokok utama, hakikat. Contoh “Perdamaian merupakan sesuatu yang bernilai”, maka ia memahami bahwa di dalam hakekat perdamaian itu sendiri terdapat Nilai yang mendasarinya. Jadi penulis menyimpulkan Nilai sebagi esensi ialah Nilai tentang sesuatu yang pasti ada dalam setiap sesuatu tersebut. Esensi tidak dapat di tangkap secara inderawi. Ini berarti bahwa nilai tidak dapat di lakukan sebagaimana kita memahami warna. 


C. Kategori Dasar Aksiologi
Menurut Susanto mengatakan, ada dua kategori dasar aksiologi: Pertama, objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai. Kedua, subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu di mana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan). Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu teori nilai intuitif, teori nilai rasional, teori nilai alamiah, dan teori nilai emotif. Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran objektivis, sedangkan teori nilai alamiah dan teori nilai emotif beraliran subjektivis. 
1. Teori Nilai Intuitif (The Intuitive Theory of Value)
Menurut teori ini, sangat sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai yang absolut. Bagaimanapun juga suatu perangkat nilai yang absolut itu eksis dalam tatanan yang bersifat objektif. Nilai ditemukan melalui intuisi, karena ada tatanan moral yang bersifat baku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti objek atau menyatu dalam hubungan antar-objek, dan validitas dari nilai tidak bergantung pada eksistensi atau perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilai itu melalui proses intuitif, ia berkewajiban untuk mengatur perilaku individual atau sosialnya selaras dengan preskripsi moralnya.
2. Teori Nilai Rasional (The Rational Theory of Value)
Menurut teori ini, janganlah percaya pada nilai yang bersifat objektif dan murni independen dari manusia. Nilai ini ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia. Fakta bahwa seseorang melakukan sesuatu yang benar ketika ia tahu dengan nalarnya bahwa itu benar, sebagai faktabahwa hanya orang jahat atau yang lalai yang melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu Tuhan. Jadi, dengan nalar atau peran Tuhan nilai ultimo, objektif, absolut yang seharusnya mengarahkan perilakunya.
3. Teori Nilai Alamiah (The Naturalistic Theory of Value)
Menurut teori ini nilai, diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan dan hasrat yang dialaminya. Nilai yaitu produk biososial, artefak manusia yang diciptakan, dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbing perilaku manusia. Pendekatan naturalis mencakup teori nilai instrumental di mana keputusan nilai tidak absolut tetapi bersifat relatif. Nilai secara umum hakikatnya bersifat subjektif bergantung pada kondisi manusia.
4. Teori Nilai Emotif (The Emotive Theory of Value)
Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan 43 faktual melainkan hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai tidak lebih dari suatu opini yang tidak bias diverifikasi, sekalipun diakui bahwa penelitian menjadi bagian penting dari tindakan manusia. 

D. Nilai Dan Kegunaan Ilmu (Aksiologi Ilmu)
Erliana Hasan  mengatakan,  bahwa nilai (value) termasuk dalam pokok bahasan penting dalam filsafat ilmu, disamping itu digunakan juga untuk menunjuk kata benda yang abstrak dan dapat diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Menilai berarti menimbang, yakni suatu kegiatan menghubungkan sesuatu dengan yang lain yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan keputusan. Keputusan ini menyatakan apakah sesuatu itu bernilai positif atau sebaliknya. Hal ini dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia, yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaannya. Dengan demikian, nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bemanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Bagi manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku.
Kata “Nilai” merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam kebaikan dan sejumlah hal yang lain. Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.        
Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi value and valuation ada tiga bentuk:
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak. 
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Adapun dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi ialah bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperi estetis dari suatu karya seni, sebagai nilai intrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri,sebagai nilai kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. 
Contohnya ketika kita berkata suatu nilai atau nilai-nilai, ia sering kali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal itu secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi mengenai aksiologi yang dikemukakan, Amsal Bakhtiar menyimpulkan, bahwa permasalahan yang utama dalam aksiologi yaitu mengenai nilai. Nilai yang dimaksud yaitu sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.   
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Selanjutnya dikatakan Surajiyo, pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang di dalam dirinya memiliki karakteristikkritis, rasional, logis, objektif, dan terbuka. Hal ini merupakan suatu keharusan bagi seorang ilmuwan untuk melakukannya. Namun selain itu, masalah mendasar yang dihadapi ilmuwan setelah ia membangun suatu bangunan yang kuat yaitu masalah kegunaan ilmu telah membawa manusia. Memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu telah membawa manusia ke arah perubahan yang cukup besar. Akan tetapi, dapatkah ilmu yang kukuh, kuat, dan mendasar itu menjadi penyelamat manusia, bukan sebaliknya. Di sinilah letak tanggung jawab seorang ilmuwan, moral dan akhlak sangat diperlukan. Oleh karena itu, penting bagi para ilmuwan memiliki sikap ilmiah.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal sebagaimana dikemukakan Idzan Fautanu, yaitu: 
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori filsafat ilmu. 
2. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenarannya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya yaitu untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu di depan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan sangat sederhana, maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas. Penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

E. Aksiologi Sains dan Aksiologi Filsafat
1. Aksiologi Sains
a. Kegunaan pengetahuan sains
Apa guna atau nilai dari Sains? secara umum teori berarti pendapat yang beralasan, sekurang-kurangnya kegunaan teori Sains ada tiga yakni:
1) Sebagai alat membuat eksplanasi
Menurut teori Sains anak-anak yang orang tuanya cerai, pada umumnya akan berkembang menjadi anak nakal, penyebabnya ialah karena anak-anak itu tidak mendapat pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya.
2) Teori sebagai alat peramal
Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah mengatahui juga faktor penyebab terjadinya gejala itu, dengan “mengutak-atik” faktor penyebab itu, ilmuwan dapat membuat ramalan. Dalam bahasa ilmuwan ramalan itu di sebut prediksi.
3) Teori sebagai alat pengontrol
Ayah dan ibu sudah cerai. Diprediksi anak-anak mereka akan nakal. Adakah upaya agar anak-anak nakal ?  Ada, upaya itulah yang di sebut kontrol.
b. cara sain menyelesaikan masalah
Adapun caranya adalah :
1) Mengidentifikasi masalah.
2) Mencari penyebab terjadinya masalah tersebut.
3) Mencari cara untuk memperbaiki masalah.
c. Netralitas Sain, Artinya sain tidak memihak pada kebaikan dan juga tidak memihak pada kejahatan.
2. Aksiologi  Filsafat
a. Kegunaan pengetahuan filsafat.
Adapun kegunaanya adalah:
1) Fisafat sebagai kumpulan teori filsafat
2) Sebagai metode pemecah masalah
3) Sebagai pandangan hidup.
b. Cara filsafat menyelesaikan masalah
Filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal, secara mendalam berarti filsafat ingin mencari asal masalah, dan secara universal berarti filsafat ingin, masalah dilihat dalam hubungan seluas-luasnya. 

F. Korelasi Antara Filsafat Ilmu dan Aksiologi
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai, Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu, tetapi pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolok ukur penilaian. Dengan demikian, nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara pernyataan ilmiah dan anggapan umum yaitu terletak pada objektivitasnya. Seorang ilmuwan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat ideologis, agama, dan budaya. Seorang ilmuwan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen. Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika di mana makna etika memiliki dua arti, yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolok ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu, teatpi pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabilasubjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolok ukur penilaian. Dengan demikian, nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Kenyataan yang tidak dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, sains dan teknologi dikembangkan untuk memudahkan hidup manusia agar lebih ringan. 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Nilai dalam Aksiologi terbagi mejadi 4 yaitu : nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, nilai sebagai obyek suatu kepentingan, teori pragmatis mengenai nilai dan nilai sebagai esensi
Menurut Susanto mengatakan, ada dua kategori dasar aksiologi: Pertama, objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai. Kedua, subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu di mana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan). Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu teori nilai intuitif, teori nilai rasional, teori nilai alamiah, dan teori nilai emotif.
Nilai dalam aksilogi ada tiga bentuk, yaitu : Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, nilai sebagai kata benda konkret dan nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai.  Aksiologi juga mempunyai kegunaan antara lain : filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran, filsafat sebagai pandangan hidup dan filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Aksiologi sain mempunyai kegunaan yaitu : Sebagai alat membuat eksplanasi, teori sebagai alat peramal dan teori sebagai alat pengontrol. Sedangkan aksiologi filfasaf kegunaannya yaitu : fisafat sebagai kumpulan teori filsafat, sebagai metode pemecah masalah, sebagai pandangan hidup.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika di mana makna etika memiliki dua arti, yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolok ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu, teatpi pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabilasubjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolok ukur penilaian. Dengan demikian, nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Kenyataan yang tidak dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, sains dan teknologi dikembangkan untuk memudahkan hidup manusia agar lebih ringan.


B. Saran
Sebelumnya kami penyusun makalah ini mohon ma’af apabila terdapat kesalahan dalam penulisan kata-kata, dan makalah kami pun di sini masih belum sempurna, untuk itu sekiranya apabila masih di rasa pembaca masih belum cukup bahasan-bahasan di dalam makalah ini di sarankan untuk mencari sumber referensi dari buku-buku atau sumber-sumber yang semacamnya.




DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu : Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana.
Margono, Soejono Soe. 1986. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Sudibyo, Lies, Bambang Triyanto dan meidawati Suswandari. 2014. Filsafat Ilmu.  Yogyakarta: Deepublish.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu Dan Perkembanganya Di Indonesia.. Jakarta : Bumi Aksasara.
Tafsir, Ahmad. 2014. Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar