Kamis, 14 November 2019

PERAN LEMBAGA HISBAH DALAM SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM

Nama: khoirun Nissa Afina
Nim: 63020180064 /3B
Jurusan: Ekonomi syariah


PERAN LEMBAGA HISBAH DALAM SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM
A.    Pengertian hisbah
Hisbah berasal dari bahasa Arab, berakar kata ha-sa-ba yang mempunyai makna cukup bervariasi, seperti memperhitungkan, menaksir, mengkalkulasi,memikirkan,opini,pandangan dan lain-lain. Secara harfiyah (etimologi) hisbah berarti melakukan suatu tugas dengan penuh perhitungan. [1]
Sedangkan Dr.Jaribah mendefinisikan hisbah secara etimologi berkisar pada memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar). [2]Makna terminology adalah memerintahkan kebaikan apabila ada yang meninggalkannya dan melarang kemungkaran apabila ada yang mengerjakannya. [3]
Konsep hisbah diatas mengulas agar bisa mencakup semua anggota masyarakat yang mampu memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sebagaimana ruang lingkup hisbah mencakup sisi kehidupan termasuk bidang ekonomi.
Hisbah adalah sebuah institusi keagamaan di bawah kendali pemerintahan yang mengawasi masyarakat agar menjalankan kewajibannya dengan baik,ketika masyarakat mulai untuk mengacuhkannya dan melarang masyarakat melakukan hal yang salah, saat masyarakat mulai terbiasa dengan kesalahan itu. Tujuan umumnya adalah untuk menjaga lingkungan masyarakat dari kerusakan, menjaga dan memastikan kesejahteraan masyarakat baik dalam hal keagamaan ataupun tingkah laku sehari-hari sesuai dengan hukum Allah. 
Hisbah dapat diartikan juga sebagai lembaga yang fungsi pokoknya adalah menghimbau agar masyarakat melakukan kebaikan dan menjauhi kemungkaran.Namun demikian wilayah fungsi kontrol ini tidak sebatas bidang agama dan moral.Tetapi menurut Muhammad al-Mubarak melebar ke wilayah ekonomi dan secara umum bertalian dengan kehidupan kolektif atau publik untuk mencapai keadilan dan kebenaran menurut prinsip Islam dan dikembangkan menjadi kebiasaan umum pada satu waktu dan tempat.  [4].  
1.      Landasan Hukum
a.       Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 104: 

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf*, dan mencegah dari yang mungkar;mereka itulah orang-orang yang beruntung”

b.       Al-Qur’an Surat An-Nahl :90 

 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

c.       Nabi Muhammad SAW bersabada: 
“Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak bisa, maka rubahlah dengan mulutnya. Jika ia tidak bisa juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”
d.       Di Indonesia dalam kaitan dengan masalah pengawasan di bidang ekonomi (bisnis), apabila mengacu pada perundangan yang berlaku, antara lain diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.  [5] Selanjutnya juga dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Fungsi pengawasan yang diatur dalam kedua undang-undang ini menitikberatkan pada masalah pengawasan dalam bidang usaha (bisnis) dengan maksud agar kepentingan masyarakat, terutama konsumen, bisa terlindungi. Dengan demikian dilihat dari fungsi pokok yang dibebankan, secara substansial sama dengan fungsi pengawasan dalam institusi hisbah dalam Islam.

2.      Tugas lembaga hisbah
Adapun tugas lembaga hisbah adalah :
a.       Pengawasan terhadap kecukupan (stok) barang dan jasa di pasar.
Al-Hisbah melalui muhtashibnya harus selalu mengontrol ketersediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, misalnya kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan lain-lain). 

b.      Pengawasan terhadap industri. 
Dalam industri ini tugas muhtashib adalah pengawasan standar produk, ia juga mempunyai otoritas untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang terbukti merugikan masyarakat atau negara. 
c.       Pengawasan atas perdagangan.
Muhtashib harus mengevaluasi pasar secara umum dan berbagai praktek dagang yang berbeda-beda secara khusus. Ia harus mengawasi timbangan dan ukuran, kualitas produk, menjamin pedagang dan agennya tidak melakukan kecurangan dan praktik yang merugikan konsumen.
d.      Perencanaan dan Pengawasan Kota dan Pasar. 
Muhtashib berfungsi sebagai pejabat kota untuk menjamin pembangunan rumah atau toko-toko dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum, sehingga memberikan keamanan bagi publik.
e.       Pengawasan terhadap keseluruhan pasar.
 Muhtashib harus menjamin segala bentuk kebutuhan agar persaingan di pasar dapat berjalan dengan sehat dan islami, misalnya menyediakan informasi yang transparan bagi para pelaku pasar, menghapus berbagai retriksi untuk keluar dan masuk pasar, termasuk membongkar berbagai praktek penimbunan (ikhtikar).

3.      Tujuan Lembaga Hisbah 
 Hisbah dalam kegiatan ekonomi mempunyai beberapa tujuan. Pengawasan pasar merupakan tugas pertama seorang Muhtasib (pengawas) pada masa permulaan Islam. Untuk itu pembahasan ini dibagi menjadi dua, yaitu; 
a.      Tujuan-tujuan hisbah terhadap kegiatan ekonomi
Tujuan hisbah dalam kegiatan ekonomi adalah untuk mewujudkan tujuan-tujuan berikut: [6]
1)      Memastikan dijalankannya aturan-aturan kegiatan ekonomi
Peran pengawasan dari luar untuk mencegah orang-orang yang lalai untuk menjaga aturan-aturan kegiatan ekonomi. Aturan terpentingnya adalah:
a)      Disyariatkannya kegiatan ekonomi
Aturan terpenting kegiatan ekonomi dalam islam adalah bahwa kegiatan ekonomi tersebut disyariatkan.Senantiasa terhindar dari maisir,gharar,dan riba.
b)      Menyempurnakan pekerjaan
c)      Melawan penipuan
Penipuan merupakan satu tindakan buruk yang dapat menyebabkan bahaya besar tehadap umat dan juga kegiatan ekonominya.Dimana penipuan mempunyai akibat bagi kesejahteraan konsumen,dan juga pertumbuhan ekonominya.  Bentuk – bentuk penipuan ini dapat berupa : [7]
(1)   Kualitas
(2)   Kuantitas
(3)   Harga
(4)   Waktu penyerahan barang/jasa
d)     Tidak membahayakan orang lain
2)       Mewujudkan keamanan dan ketentraman
Keamanan dan ketrentraman merupakan menciptakan iklim investasi yang sesuai, dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
3)      Mengawasi keadaan rakyat
Menurut Umar bin Khattab tujuan hisbah adalah berjalan pada malam dan siang hari untuk mengetahui keadaan rakyat, mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka, dan menyantuni orang-orang yang membutuhkan. [8]
4)      Melarang orang membuat aliran air tanpa adanya kebutuhan
      Islam memerintahkan agar setiap orang berusaha mewujudkan ketercukupan untuknya dan ketercukupan untuk orang yang berada dalam tanggungannya dan tidak memperbolehkan orang yang mampu menjadi beban orang lain. [9]
5)      Menjaga kepentingan umum
Kepentingan umum adalah kemaslahatan bagi umat, dimana umat tidak bisa terpisah dari kepentingan tersebut. Maka harus ada pengawasan terhadap kepentingan umum tersebut untuk menjaga dan melindunginya dari orang yang berbuat sia-sia. [10]
6)      Mengatur transaksi di pasar
Pengawasan pasar dan mengatur persaingan di dalamnya yaitu dengan memerangi transaksi yang merusak persaingan tersebut.
b.      Tujuan hisbah terhadap Pasar
Pasar mempunyai peran yang besar dalam ekonomi. Pasar adalah tempat yang mempunyai aturan yang disisipkan untuk tukar menukar hak milik dan menukar barang antara produsen dan konsumen. 
Tujuan terpenting dari pengawasan pasar dan aturan transaksi di dalamnya yaitu  [11]:
1)      Kebebasan keluar masuk pasar
Kebebasan transaksi dan adanya persaingan yang sempurna di pasar Islam tidak terwujud selama halangan-halangan tidak dihilangkan dari orang-orang yang melakukan transaksi di pasar. Maka mereka masuk pasar dan keluar dengan bebas,juga di berikan kebebasan mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain dan memindahkan unsur produksi diantara bermacam – macam kegiatan ekonomi sesuai fluktuasi persediaan dan permintaan barang.
2)      Mengatur promosi dan propaganda
Tujuan pengawasan pasar adalah menunjukkan para pedagang tentang cara-cara promosi dan propaganda yang menyebabkan lakunya dagangan mereka. Dengan syarat dalam masyarakat Islam berdiri atas dasar kejujuran dan amanat dalam semua cara yang diperbolehkan untuk memperluas area pasar di depan barang yang siap dijual.
3)      Larangan menimbun barang
Penimbunan barang adalah halangan terbesar dalam pengaturan persaingan dalam pasar Islam. Para pelaku monopoli mempermainkan barang yang dibutuhkan oleh umat dan manfaatkan hartanya untuk membeli barang, kemudian menahannya sambil menunggu naiknya harga barang itu tanpa memikirkan penderitaan umat karenanya perilaku ini dilarang oleh Islam. 
Monopoli identik dengan penimbunan.Pembahasan monopoli muncul sebagai akibat dari masalah pemberian harga karena persaingan tidak sempurna. Prinsipnya adalah seseorang tidak boleh menimbun hanya karena ingin memperoleh harga yang lebih tinggi dan menyengsarakan atau member dampak negative bagi orang lain.Dan praktek monopoli ini justru akan membunuh mekanisme kebebasan pasar. [12]
Dengan menahan dan menyembunyikan, sesungguhnya, menyebabkan seseorang menjadi lebih miskin dalam arti yang sebenarnya. Sebab dengan demikian miliknya tidak dapat digunakan orang lain di masa kekurangan. Sebagai upaya akhir sesungguhnya Negara Islam mempunyai wewenang untuk mencabut hak milik perusahaan spekulatif dan anti sosial dalam melakukan penimbunan. Tindakan tegas ini untuk mencegah kenaikan harga yang tidak semestinya.
4)      Mengatur perantara perdagangan
5)      Pengawasan harga
Sangat harmonis kehidupan ekonomi yang diatur secara Islami, bila diterapkan dengan disiplin. Tidak akan pernah ada praktek-praktek yang tidak sehat dalam bisnis karena sejak Rasulullah SAW telah melarangnya.Beliau tidak menganjurkan campur tangan apapun dalam proses penentuan harga oleh Negara ataupun individual, apalagi bila penentuan harga ditempuh dengan cara merusak perdagangan yang  fair antara lain melalui penimbunan barang. [13]
Negara disini adalah membiarkan pasar secara bebas sesuai faktor-faktor alamiah tanpa campur tangan pihaknya yang memaksakan orang untuk menjual dengan harga yang tidak mereka setujui atau untuk membeli dengan harga yang tidak mereka terima.Sehingga sangat sejajar dengan pendapat Ibnu taimiyah tentang mekanisme pasarnya bahwa harga di tentukan berdasarkan tingkat demand dan suplly secara alami. [14] Namun tidak sekaligus melepaskan peran lembaga hisbah sebagai bentuk pengawasanya sampai tidak ada pihak yang terdzolimi.
6)      Pengawasan barang yang diimpor
Pada masa Umar bin Khattab telah menunjuk para pengawas pasar. Diantara tugasnya adalah mengawasi barang yang diimpor dan mengambil Usyur (pajak 10%) dari barang tersebut dengan tingkatan yang berbeda sesuai pentingnya barang tersebut dan kebutuhan umat Islam kepadanya. [15] 
Tujuan dibalik hisbah tidak hanya memungkinkan pasar dapat beroperasi secara bebas sehingga harga, upah dan laba dapat ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran melainkan juga untuk menjamin bahwa semua agen ekonomi dapat memenuhi tugasnya antara satu sama lain dan mematuhi ketentuan syariat. [16]

B.     Peran Lembaga Hisbah dalam Perekonomian( Bisnis ) Islam
          Dalam sejarah perekonomian Islam, terdapat suatu lembaga yang dinamakan hisbah, yang tugasnya adalah memantau, mengawasi praktik-praktik kegiatan perekonomian yang tidak sesuai dengan kaidah al-Qur’an dan Hadist. Lembaga ini dapat membimbing jalannya kehidupan masyarakat kearah sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist. Sehingga masalah kemiskinan dapat terpecahkan. Memang masalah kemiskinan adalah karena tidak dilakukannya kegiatan perekonomian sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan Hadist. Hisbah mempunyai peran yang sangat penting dalam Ekonomi (bisnis), yaitu:
1.      Standarisasi Mutu yang cukup tinggi 
Masyarakat khususnya kaum pedagang harus menyediakan barang terbaiknya karena hisbah juga mengatur tentang mutu barang yang ada di masyarakat. Ketika ada penipuan atau kecurangan mutu barang yang dilakukan oleh produsen dan mendzalimi konsumen, maka petugas hisbah siap bertindak. Kualitas barang harus sesuai dengan harga yang di tetapkan produsen dan yang dijanjikan oleh produsen kepada konsumen. Produsen pun tidak bisa menjiplak karya produsen lain, karena dengan adanya peniruan dalam karya produksi akan menyebabkan kerugian baik bagi produsen yang punya hak cipta atau bagi masyarakat pengguna. Dan jelas, penjiplakan yang mendzolimi dilarang dalam Islam. 
2.      Regulasi perdagangan lebih teratur
Lembaga Hisbah mempunyai pengawas yang siap mengawasi setiap kezaliman dalam perdagangan, maka masyarakat akan cenderung hati-hati dalam berdagang. Apalagi ada dasar Al-Qur’an dan ketakutan yang tinggi pada Allah menjadikan masyarakat lebih jujur dalam berdagang, lebih jujur dalam menyediakan supply barang, tidak ada lagi penimbunan barang yang membuat peningkatan harga di masyarakat. Dengan adanya regulasi ini system perdagangan lebih terkendali. 
3.      Terhindarnya ekonomi biaya tinggi
Dengan regulasi yang teratur juga akan menyebabkan biaya yang tercipta rendah karena tidak ada uang pungutan liar sana-sini yang biasa di pungut oleh pihak birokrat ataupun orang-orang yang ingin mengambil keuntungan diatas penderitaan orang lain. 
4.      Harga yang terbentuk di masyarakat 
Dengan adanya lembaga Hisbah ini harga yang terbentuk di masyarakat lebih stabil karena senantiasa ada pengawasan.Bila harga terlalu tinggi maka dapat diatur khususnya kebutuhan bahan pokok. Hisbah akan melindungi masyarakat dari harga yang mencekik yang umumnya di lakukan oleh perusahaan yang bermain secara monopoli. 
5.      Kesejahteraan Masyarakat akan lebih merata
Ketika barang yang dibutuhkan masyarakat hadir secara cukup dengan harga yang layak, akan membuat masyarakat jauh dari kemiskinan dan dekat dengan kesejahteraan. Pendapatan dan kepemilikan barang akan cenderung merata atau distribusi merata. Sehingga gap atau kecemburuan sosial dapat di cegah.
6.      Kecerdasan masyarakat dalam Ekonomi 
Yang berperan di Hisbah tidak hanya petugas hisbah saja, namun juga masyarakat umum. Karena pengaduan akan kedzoliman bisa saja di lakukan oleh masyarakat umum. Secara tidak langsung, masyarakat di buat untuk lebih punya pemahaman dalam hal ekonomi dan bisnis, agar tidak mudah untuk di dzolimi dan agar bisa membantu anggota masyarakat lain yang sedang terdzolimi. 

C.    Kewenangan Lembaga Hisbah Dalam Mengatur Bisnis
Sebagaimana di kutip dari Dr,Jaribah dalam Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab bahwa Hisbah merupakan cara pengawasan terpenting yang dikenal Islam pada masa permulaan Islam yang menyempurnakan pengawasan pribadi yang mempunyai kelemahan,untuk itu datanglah fungsi pengawas yang juga mengawasi tentang moral dan ekonomi.Lembaga ini memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Semua yang diperintahkan dan dilarang oleh syara’ adalah tugas muhtasib (petugas Hisbah) untuk mengawasi terlaksana atau tidak di dalam masyarakat. Ia memasuki hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Kewajibannya tidak terbatas dalam hal perintah memakai jilbab, perintah melaksanakan orang yang lalai shalat jum’at, melarang berbuat maksiat dan kemungkaran, tetapi juga dalam bidang ekonomi, seperti mengawasi praktik jual beli dari riba, gharar, serta kecurangan, mengawasi standar timbangan dan ukuran yang biasa digunakan, memastikan tidak ada penimbunan barang yang merugikan masyarakat, mengawasi makanan halal, juga aspek social budaya, melarang kegiatan hiburan yang bertentangan dengan Islam, memberantas judi, minuman keras, dan lain-lain.
Menurut Al-Mawardi kewenangan lembaga hisbah ini tertuju kepada tiga hal yaitu [17] :
1.      Dakwaan yang terkait dengan kecurangan dan pengurangan takaran atau timbangan, 
2.      Dakwaan yang terkait dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti pengurangan takaran dan timbangan pasar, menjual bahan makanan yang sudah kadarluarsa 
3.      Dakwaan yang terkait dengan penundaan pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang mampu membayarnya.


D.    Tugas Muhtasib 
Hisbah adalah sebuah institusi yang menjaga amar makruf dan menjauhi kemungkaran. Hisbah dalam cakupan yang luas, mengatur segala jenis hal dalam kehidupan kemasyarakatan. Termasuk ekonomi di dalamnya. Ketika Hisbah berdiri tegak dengan perangkat-perangkatnya, maka Ekonomi dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan syariatNya.
Subyek pelaku, dalam hal ini pejabat yang bertanggungjawab atas lembaga hisbah ini disebut Muhtasib. Seorang Muhtasib adalah orang yang diangkat oleh penguasa atau wakilnya untuk memonitor urusan rakyat, melihat kondisi mereka dan melindung kemaslahatannya. [18] Hisbah berada dibawah tuntunan muhtasib yang bertanggungjawab “memelihara moralitas public dan etika ekonomi”. [19] Persyaratan seorang Muhtasib harus memiliki integritas moral yang tinggi dan kompeten dalam masalah hukum, pasar dan urusan industrial. Pejabat Hisbah punya standarisasi dan orang-orang terpilihlah yang akan menjalankan tugas sebagai petugas Hisbah. 
Tugas menjadi Muhtasib adalah tugas yang berat. Tugas dimana segala sesuatu harus dijalankan dengan komprehensif. Muhtasib haruslah orang yang paham dalam kehidupan sosial terutama perdagangan atau perekonomian. 
Tugas seorang muhtasib dapat dibedakan sebagai berikut [20] :
1.      Berhubungan dengan Hak – hak Allah.
Mencegah tindak kemungkaran dalam muamalah, seperti riba, jual beli yang batil, penipuan dalam jual beli, kecurangan dalam harga, timbangan serta takaran.
2.      Berhubungan dengan Hak-hak manusia
 Mencegah tindakan menunda-nunda dalam menunaikan hak dan utang.
3.      Berhubungan dengan layanan public.
a. Menekankan pemilik hewan ternak untuk memberikan makan, dan tidak memanfaatkannya untuk pekerjaan yang tidak kuat
b.      Mengawasi transaksi pasar, jalan-jalan umum dan penarikan pajak.
c.       Memuliakan produsen sehingga produknya bisa bersaing.

Diantara tujuan muhtasib (pengawas) adalah berusaha mewujudkan keamanan dan ketentraman serta memberantas segala tanda-tanda kerusakan keduanya.  [21] Derajat Pengukuran Hisbah; ada 10 (sepuluh) tingkatan tindakan Muhtasib menurut Imam Abu Hamid Al Ghazali yang harus dilakukan dengan benar dan penuh kesungguhan, yaitu:
1.      Mencari tahu tentang kemungkaran tanpa harus memata-matai atau memaksa orang untuk memberi informasi.
2.      Menasihati orang yang berbuat kedzaliman tersebut sebelum memberi hukuman.
3.      Melarang dan menasihati dengan kata-kata.
4.      Menggiatkan untuk takut yang sebenarnya pada Allah SWT.
5.      Mengingatkan dengan keras ketika kata-kata lembut sudah tidak mempan.
6.      Usahakan untuk membuat kemungkaran di jauhi secara fisik.
7.      Mewaspadai hal-hal yang mungkin akan buruk di masa yang bentar lagi datang, apalagi jika si pembuat kemungkaran belum sadar. 
8.      Menjatuhi Hukuman Fisik tanpa menggunakan senjata untuk menghindari kerusakan atau darah tertumpah.
9.      Untuk memaksa regulasi, bisa lewat bantuan polisi juga untuk menuntut si pelaku kemungkaran dalam sistem konvensional ketika perangkat-perangkat sudah tegak dalam penerapan  Hisbah, maka Hisbah akan sangat berperan dalam hal ekonomi.
Peranan Negara
Dalam politik ekonomi Islam, negara bertugas dan bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dalam ekonomi, mencegah terjadinya setiap kezhaliman serta menindak para pelanggar hukum di bidang ekonomi. Usaha mewujudkan itu, dapat dilakukan dengan kekuatan aparat pemerintah (tangan besi), apabila kondisi membutuhkannya sebagaimana yang dijabarkan di atas berdasarkan ayat Alquran Al-Hadid ayat 25.
Dalam pembahasannya, mengenai peran negara dalam ekonomi, Muhammad Al Mubarak, dalam buku Nizam al-Islam, menyatakan bahwa negara merupakan salah satu dari tiga sokoguru sistem ekonomi Islam bersama-sama dengan iman (moral) dan prinsip-prinsip organisasi ekonomi.
Fungsi negara adalah untuk menegakkan keadilan ekonomi, pasar dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dengan mengatur fasilitas–fasilitas umum dan sistem jaminan sosial.
Aswaf Ali, dalam disertasi doktornya, Political Economy of the Islamic State,menyimpulkan bahwa filsafat kemasyarakatan Islam menggambarkan suatu masyarakat ekonomi yang didasarkan pada peranan negara yang luas di dalam bidang perekonomian, perdagangan dan keuangan.
Sementara itu, Dr. Fazlur Rahman mengatakan bahwa dalam kepentingan dasar dari keadilan sosial ekonomi, negara harus mencampuri pribadi warga negara, sejauh keadilan sosial ekonomi menuntutnya.
Prof. Dr. M. Umer Chapra, juga berpandangan bahwa peranan ekonomi yang aktif oleh negara merupakan segi yang tidak bisa dipisahkan dari sistem ekonomi Islam. Selanjutnya Chapra menyatakan bahwa penyediaan modal untuk kepentingan sosial serta penataan jaminan sosial merupakan kewajiban penting negara. Negara juga bertanggung jawab untuk menciptakan kemantapan (stabilitas) nilai mata uang, selain usaha penghapusan kemiskinan dan penciptaan kondisi yang sehat untuk pemberian kesempatan kerja yang penuh (full employment) serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dal hal 46 Chapra
Selanjutnya ia menekankan bahwa tata cara untuk mencapai semua itu ialah lewat pendidikan, bukan paksaan. Menurut Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi, tak seorangpun membantah bahwa selama bisa diatasi dengan pendidikan, maka paksaan hendaklah dihindarkan. Tapi kita tak boleh ragu-ragu, bahwa tujuan Islam harus dapat dicapai. Karena itu, paksaan dibolehkan, bila usaha lewat pendidikan mengalami kegagalan.
Di antara tindakan paksaan yang dibolehkan, guna melindungi masyarakat umum adalah pembatasan-pembatasan kebebasan pribadi dalam bertindak, seperti pengaturan kegiatan bisnis, penentuan harga barang-barang tertentu, perpajakan, pajak progressif, nasionalisasi, pembatasan pemilikan, penetapan denda-denda keuangan. Demikian pula isi Undang-undang yang berkaitan dengan monopoli, hak-hak konsumen, hak cipta, dsb.
Untuk pelaksanaan tujuan ini, menjadi kewajiban negara untuk menyediakan sumber-sumber daya, khususnya sumber-sumber yang langka, atau intervensi pasar ketika kekuatan pasar berjalan tak terkendali.
Sementara itu menurut Prof. Dr. Muhammad Nejatullah Ashshiddiqi, peranan negara mencakup empat macam.
1. Menjamin tegaknya etika ekonomi dan bisnis Islam dari setiap individu melalui pendidikan, dan bila perlu melalui paksaan.
2. Menciptakan iklim yang sehat dalam mekanisme pasar.
3. Mengambil langkah-langkah positif di bidang produksi dan pembentukan modal, guna mempercepat pertumbuhan dan menjamin keadilan sosial.
4. Perbaikan penyediaan sumber-sumber daya dan distribusi pendapatan yang adil, baik dengan bimbingan, pengaturan, maupun campur tangan langsung dalam proses penyediaan sumber daya itu dan distribusi pendapatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar