ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Ahmad Muzakkil Anam, M.Pd.I.
Disusun Oleh :
Kelompok 08
FAKULTAS EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu tentang Ontologi Ilmu Pengetahuan.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................
B. Tujuan .............................................................................................................................
C. Rumusan Masalah ..........................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi ........................................................................................................
B. Sudut Pandang Ontologi .................................................................................................
C. Aspek Ontologi Ilmu Pengetahuan .................................................................................
D. Hakikat Yang Ada ...........................................................................................................
E. Asumsi Ontologi Ilmu Pengetahuan ...............................................................................
F. Manfaat Ontologi Filsafat ...............................................................................................
BAB 3 PENUTUP
A. KESIMPULAN ...............................................................................................................
B. SARAN ...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi.
Dengan semakin meluasnya filsafat dan terpecah menjadi ilmu-ilmu yang baru maka dirasa perlu untuk mengetahui pembagian filsafat dalam cabang-cabang filsafat serta aliran-alian yang ada dalam filsafat sehingga kita bisa mengetahui arah pikir dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan serta penggolongannya dalam filsafat.
Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum-hukum bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang mendalam. Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat. Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara mendalam.
B. TUJUAN
1. Memahami Pengertian Ontologi, ilmu pengetahuan, ontologi ilmu pengetahuan.
2.Memahami Sudut Pandang Ontologi.
3. Memahami Aspek Ontologi Ilmu Pengetahuan.
4. Memahami Hakikat yang ada.
5. Memahami Asumsi Ontologi Ilmu Pengetahuan.
6. Memahami Manfaat Ontologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ONTOLOGI
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos.
Logic Jadi ontology adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan ). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada.
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau abstrak.
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekak yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.
B. SUDUT PANDANG ONTOLOGI
Ontologi merupakan pembahasan tentang bagaimana cara memandang hakekat sesuatu, apakah dipahami sebagai sesuatu yang tunggal dan bisa dipisah dari sesuatu yang lain atau bernuansa jamak, terikat dengan sesuatu yang lain, sehingga harus dipahami sebagai suatu kebulatan (holistik). Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada. Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
a. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
b. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum. Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
C. ASPEK ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
a. Metodis : Menggunakan cara ilmiah, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan menggunakan metode tertentu, tidak serampangan.
b. Sistematis : Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. berarti dalam usaha menemukan kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan yang terpadu.
c. Koheren : Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan. berarti setiap bagian dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian (konsisten).
d. Rasional : Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis).
e. Komprehensif : Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional – atau secara keseluruhan (holistik).
f. Radikal : Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya.
g. Universal : Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
D. HAKIKAT YANG ADA
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dengan demikian ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada. Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidik kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam Pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persoalan ontologi menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini ?
Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang Pertama kenyataan yang berupa materi (kebendaan), dan Kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan). Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada yakni realita, realita adalah ke-rill-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi, hakikat ada adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari kata “on” sama dengan being, dan “logos” sama dengan logic. Jadi ontologi adalah, teori kebaradaan menjadi keberdaan
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Cristian Wolff (1679 – 1775) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan ontologi pengetahuan adalah suatu ajaran tentang hakikat yang ada berdasarkan kepercayaan yang benar yang diperoleh dari informasi yang masuk akal. Ontologi pengetahuan atau bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan-persoalan, seperti hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan, dan lainnya. Dalam pandangan ontologi terdapat beberapa pandangan – pandangan pokok pemikiran, diantaranya :
1. Monoisme : Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran :
• Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu – satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
• Idealisme, Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spritualisme. Idealisme berasal dari kata “Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.
2. Dualisme : Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sembernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Menurut aliran dualisme ini materi maupun ruh merupakan sama – sama hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Kedua macam hakikat tersebut masing – masing bebas dan berdiri sendiri, sama – sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596 – 1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern).
3. Pluralisme : Paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur.Yaitu tanah,air,api dan udara.
4. Nihilisme : Berasal dari bahasa Yunani yang berarti nothing atau tidak ada. Istilah nihilisme dekenal oleh Ivan Turgeniv dalam novelnya Fadhers an Children yang di tulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pandangan Grogias (483 – 360 SM) yang memberikan tiga propersi tentang realitas yaitu :
• Pertama, tidak ada satupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
• Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak diketahui, ini disebabkan penginderaan itu tidak dapat di percaya, penginderaan itu sumber ilusi.
• Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Selanjutnya dalam paham nihilisme ini menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Aliran ini tidak mengakui validitas alternatif positif. Dalam pandangan nihilisme, tuhan sudah mati. Manusia bebas berkehendak dan berkreativitas.
5. Agnotisisme : Aliran agnotisme menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya. Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api, dan sebagainya. Sebab menurut aliran ini kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun ruhani, kata agnotisisme berasal dari bahasa Grick. Ignotos yang berarti tidak tahu (unknow), Gno artinya tahu (know). Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.
E. ASUMSI
Salah satu permasalah didalam dunia filsafat yang menjadi perenungan para filsuf adalah masalah gejala alam. Mereka menduga-duga apakah gejala dalam alam ini tunduk kepada determinisme, yakni hukum alam yang bersifat universal, ataukah hukum semacam itu tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan pilihan bebas, ataukah keumuman itu memang ada namun berupa peluang, sekedar tangkapan probabilistik? Ketiga masalah ini yakni determinisme, pilihan bebas dan probabilistik merupakan permasalahan filasafati yang rumit namun menarik. tanpa mengenal ketiga aspek ini, serta bagaimana ilmu sampai pada pemecahan masalah yang merupakan kompromi, akan sukar bagi kita untuk mengenal hakikat keilmuan dengan baik.
Jadi, marilah kita asumsikan saja bahwa hukum yang mengatur berbagai kejadian itu memang ada, sebab tanpa asumsi ini maka semua pembicaraan akan sia-sia. Hukum disini diartikan sebagai suatu aturan main atau pola kejadian yang diikuti oleh sebagian besar peserta, gejalanya berulangkali dapat diamati yang tiap kali memberikan hasil yang sama, yang dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum seperti itu berlaku kapan saja dan dimana saja.
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes(1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu. Demikian juga paham determinisme ini bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang menyatakan bahwa semua manusia mempunyai kebebasandalam menentukan pilihannya tidak terikat kepada hukum alam yang tidak memberikan pilihan alternatif.
Untuk meletakkan ilmu dalam perspektif filsafat ini marilah kita bertanya kepada diri sendiri apakah yang sebenarnya yang ingin dipelajari ilmu. Apakah ilmu ingin mempelajari hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia seperti yang dicoba dijangkau dalam ilmu-ilmu sosial, ataukah cukup yang berlaku bagi sebagian besar dari mereka ? Atau bahkan mungkin kita tidak mempelajari hal-hal yang berlaku umum melainkan cukup mengenai tiap individu belaka?
Konsekuensi dari pilihan adalah jelas, sebab sekiranya kita memilih hukum dari kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka kita harus bertolak dari paham determinisme. Sekiranya kita memilih hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka kita berpaling kepada paham pilihan bebas. Sedangkan posisi tengah yang terletak di antara keduanya mengantarkan kita kepada paham yang bersifat probabilistik.
Sebelum kita menentukan pilihan marilah kita merenung sejenak dan berfilsafat. Sekiranya ilmu ingin menghasilkan hukum yang kebenarannya bersifat mutlak maka apakah tujuan ini cukup realitas untuk dicapai ilmu? Sekiranya Ilmu ingin menghasilkan hukum yang kebenarannya bersifat mutlak maka apakah tujuan ini cukup realistis untuk dicapai ilmu? Mungkin kalau sasaran ini yang dibidik ilmu maka khasanah pengetahuan ilmiah hanya terdiri dari beberapa gelintir pernyataan yang bersifat universal saja. Demikian juga, sekiranya sifat universal semacam ini disyaratkan ilmu bagaimana kita dapat memenuhinya, disebabkan kemampuan manusia yang tidak mungkin mengalami semua kejadian.
Namun para ilmuwan memberi suatu kompromi, artinya ilmu merupakan pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan kehidupan praktis sehari-hari, dan tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dalam kehidupan ini. Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi, sebab pengetahuan yang bersifat personal dan individual seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis. Jadi diantara kutub determinisme dan pilihan bebas ilmu menjatuhkan pilihannya terhadap penafsiran probabilistik.
F. MANFAAT ONTOLOGI DALAM FILSAFAT.
a. Membantu mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
b. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
c. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari suatu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah).
2. Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh).
Dualisme adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Pluralisme adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme adalah paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif.
Dan agnostisisme adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui hakikat benda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.
B. Saran
Belajar hendaknya menjadi salah satu karakter yang selalu melekat di dalam perilaku suatu bangsa. Dari hal itulah setiap bangsa berusaha mengunggulakan pendidikan sebagai sebuah fondasi dari pendirian sebuah bangsa. Proses pendidikan tidak terlepas dari konsep ontology, epistemologi, dan akasiologi didalam pengkajiaanya dimana pelaksannanya harus mencerminkan aktualisasi dari cita – cita suatu bangsa.
Ontologi dari sebuah pendidikan adalah mengubah baik perilaku, kognitif, dan psikomotor sebagai sebuah perubahan yang riil dimana penerapannya kepada peserta didik harus dilandasi dengan humanisme yang akan merubah dari ketiga aspek tersebut dari background atau intake yang buruk atau kurang baik menjadi lebih baik. Hakekat dari sebuah pendidikan haruslah secara proper berniat dan berperilaku sebagai penerang suatu bangsa dari kegelapan berpikir. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus memiliki peran dan tindakan serius di dalam memecahkan persoalan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun S., 2009, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
https://arief-nurmansyah.blogspot.com/2012/02/ontologi-ilmu-pengetahuan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar