TASAWUF FALSAFI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen pengampu: Ahmad Muzakkil Anam, M.Pd.I.
Di susun oleh:
1. Umi kholifah 63020160071
2. Tri sa arudin 63020180078
3. Dwi ayu saputri 63020180113
4. Naili rizka rahmasari 63020180153
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Assallamualaikum warahmattullahi wabarokatuh....
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanu wa ta’ala. Karena Alhamdulillah atas rahmat dan karunia serta ridhonya penyusun bisa menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Sallallahu ‘alahi wa sallam, yang menuntun umatnya dari zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang benderang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi menyumbangkan ide dan pemikiran mereka demi terwujudnya makalah ini. Makalah “Tasawuf Falsafi” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Dalam penulisan makalah ini penyusun masih menyadari masih banyak kekurangan. Namun, dengan isi yang sederhana ini, besar harapan kami semoga makalah ini dapat memberi manfaat sekedar menyikap tabir pengetahuan dan menjenguk isinya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh...
Salatiga, 24 Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I iv
PENDAHULUAN iv
A. Latar belakang iv
B. Rumusan masalah iv
C. Tujuan iv
BAB II 1
PEMBAHASAN 1
I. Definisi Tasawuf Falsafi 1
II. Tokoh dan Teori Tasawuf Falsafi 1
A. Ibn ‘Arabi 1
B. Al-Jilli 3
C. Ibn Sabi’in 5
BAB II 7
PENUTUP 7
I. Kesimpulan 7
DAFTAR PUSTAKA 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setiap manusia mempunyai konsep ajaran tasawuf yang mengenal tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ke tempat yang leih tinggi ukan hanya mengenal tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari kesatuan wujud. Tasawuf juga bisa dikatakan sebagai latihan untuk merealisasikan kesucian batin dalam perjalanan menuju kedatangan dengan Allah.
Tasawuf falsafi ini sangat penting dibahas karena dengan adanya pembahasan ini kita dapat mengetahui apa tasawuf falsafi, serta tokoh-tokohnya yang hanya dapat dipahami oleh siapa saja yang memahami ajaran tasawuf falsafi.
Tasawuf falsafi memiliki empat objek utama yang menjadi para sufi filosof, yaitu latihan rohaniah, iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk keluarbiasaan, dan menciptakan ungkapan-ungkapan. Oleh karena itu makalah ini lebih menginformasikan tentang ajaran tasawuf falsafi.
B. Rumusan masalah
A. Apa pengertian dari tasawuf falsafi ?
B. Apa teori tentang tasawuf falsafi ?
C. Siapa tokoh dalam ajaran tasawuf falsafi?
C. Tujuan
A. Untuk mengetahui pengertian tasawuf falsafi
B. Untuk mengetahui teori dari tasawuf falsafi
C. Untuk mengetahui siapa saja tokoh dalam tasawuf falsafi
BAB II
PEMBAHASAN
I. Definisi Tasawuf Falsafi
Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah Swt, juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampil sejumlah sufi yang filosofis atau filosof yang Sufis. Konsep-konsep tasawaf mereka disebut tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiranpemikiran filsafat.
Menurut Abdul Aziz Dahlan, tasawuf falsafî berarti suatu paham tasawuf yang ajarannya sudah bersifat lebih falsafî, karena meluas ke masalah metafisika, yakni proses bersatunya manusia dengan Tuhan dan sekaligus membahas manusia dan Tuhan. Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajaran dan konsepsinya disusun secara mendalam dengan bahasa-bahasa yang simbolik-filosofis. Sehingga tidak heran apabila mayoritas sufi yang mempunyai paham tasawuf ini mengalami sikap ekstasi (kemabukan spiritual) dan mengeluarkan statement yang terkesan tidak awam (syathahat). Seperti yang diucapkan Ibn ‘Arabi dengan slogan “Ana al-Haqq”. Tokoh-tokoh lainnya antara lain Abu Yazid al-Busthami, al-Hallaj, Ibn ‘Arabi, al-Jilli dan sebagainya.
II. Tokoh dan Teori Tasawuf Falsafi
A. Ibn ‘Arabi
Nama lengkap dari Ibnu Arabi yaitu Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath tha’I Al Haitami. Beliau dilahirkan di Murcia, daerah Andalusia tenggara, Spanyol. Pada tahun 560 H. Ia tinggal di Hijaz dan wafat di sana, pada tahun 638 H. karya Ibnu ‘Arabi yang paling fenomenal adalah Al Futuhat Al Makiyah yang ditulis pada tahun 1201 H
Ajaran pertama dari Ibn ‘Arabi adalah wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang merupakan ajaran sentralnya. Wahdat al-wujud ini bukan berasal dari dirinya tapi berasal dari Ibn Taimiyah yang merupakan tokoh yang mengecam keras dan mengkritik ajaran sentral tersebut. Wahdat al-wujud menurut Ibn Taimiyah, wahdat al-wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam. Menurutnya orang-orang yang mempunyai pemahaman wahdat al-wujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu. Dan mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud Tuhan tidak ada perbedaan.
Sedangkan menurut Ibn Arabi, hanya ada satu wujud dari semua wujud yang ada, adapun wujud makhluk merupakan hakikat dari wujud khaliq tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat. Menurutnya wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim (khaliq) dengan wujud yang baru (makhluk). Hal itu dinyatakan dalam Al-Qur’an. Sebagai berikut:
سبحان من اظهر لاشياء و هو عينها
Artinya : “Maha Suci Tuhan yang telah menjadikan segala sesuatu dan Dia sendiri adalah hakikat segala sesuatu itu”.
Apabila dilihat dari kesamaan antara wujud Tuhan dan wujud alam dan wujud Tuhan bersatu dengan wujud alam. Menurut Ibn Arabi wujud yang mutlak adalah wujud Tuhan dan tidak ada wujud selain Wujud-Nya. Berarti, apapun selain Tuhan, baik berupa alam maupun apa saja yang ada di alam tidak memiliki wujud. Dalam bentuk lain dapat dijelaskan bahwa makhluk diciptakan oleh khalik (Tuhan) dan wujudnya bergantung pada wujud Tuhan. Semua yang berwujud selain Tuhan tidak akan mempunyai wujud seandainya Tuhan tidak ada. Oleh karena itu, Tuhanlah sebenarnya yang mempunyai wujud hakiki, sedangkan yang diciptakan hanya mempunyai wujud yang bergantung pada wujud di luar dirinya, yaitu wujud Tuhan. Alam ini adalah bayangan Tuhan atau bayangan yang wujud yang hakiki. Alam tidak mempunyai wujud sebenarnya. Oleh karena itu alam merupakan tempat tajalli (penampakaan Tuhan).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ajaran pokok dari Ibn Arabi adalah wahdat al-wujud yang mengatakan bahwa wujud Tuhan itu hakikatnya sama dengan segala sesutu yang Dia ciptakan, karena dinilai sebagai perwujudan Tuhan.
B. Al-Jilli
Nama lengkap Al Jilli adalah Abdul Karim bin Ibrahin Al- Jilli yang lahir tahun 1365 M dan wafat tahun 1417 M. Baliau lahir di Jilan propinsi di selatan Kaspi. Tempat lahirnya Jilli (Gilan) yang kemudian menjadi nama dari Al Jilli. Beliau adalah sufi yang terkenal di Bagdad. Ia pernah berguru pada tokoh tarekat Qadariyah yaitu Abdul Qadir Al Jailani, seorang sufi dari India.
Adapun ajaran-ajaran yang telah tasawuf falsafi menurut Al-Jilli, antara lain :
1. Insan Kamil
Ajaran yang terpenting menurut Al-Jilli adalah insan kamil yang berarti manusia sempurna. Al-Jilli memperkuatnya dengan hadist :
خلق الله ادم على صورة الرحمن
Artinya : “Allah menciptakan Adam dalam bentuk yang Maha Rahman”.
Hadits lain :
خلق الله ادم على صورته
Artinya : “Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-Nya”.
Sebagaiman diketahui, Tuhan mempunyai sifat hidup, pandai, mampu berkehendak, mendengar dan sebagainya. Manusia Adam pun mempunyai sifat seperti itu dan dapat dipahami bahwa Adam dilihat dari sisi penciptaanya merupakan salah seorang insan kamil dengan segala kesempurnaanya. Sebab pada dirinya terdapat sifat dan nama ilahiyah. Al-Jilli berpendapat bahwa nama-nama dan sifat-sifat ilahiyah itu pada dasarnya merupakan milik insan kamil sebagai suatu kemestian inheren dengan esensinya. Sebab sifat-sifat dan nama-nama tersebut tidak memiliki tempat berwujud, tetapi pada insan kamil.
Perumpamaan hubungan Tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin. Seseorang tidak dapat melihat dirinya kecuali melalui cermin itu. Demikian pula halnya dengan insan kamil, ia tidak dapat melihat dirinya kecuali demngan cermin nama Tuhan, sebagaimana Tuhan tidak dapat melihat dirinya, kecuali melalui cermin insan kamil. Dan dijelaskan dalam QS.Al-Ahzab: 72
انا عرضنا الامانة على السموت والارض والجبال فابين ان يحملنها واشفقن منها وحملها الانسان انه كان ظلوما جهولا. الاحزاب
yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semunya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (Q. S. Al-Ahzab : 72)
Ketidaksempurnaan manusia disebabkan oleh hal-hal yang bersifat ‘ardhi, termasuk bayi yang berada dalam kandungan ibunya. Al kamal dalam konsep Al-Jilli mungkin dimiliki oleh manusia secara profesional (bi al-quwwah) dan mungkin secara aktual (bi al-fi’il) seperti yang terdapat dalam wali-wali, dan nabi-nabi meskipun dalam intensitas yang berbeda.
Jadi yang dimaksud dengan insan kamil oleh Al-Jilli adalah manusia dengan segala kesempurnaannya, sebab pada dirinya terdapat sifat-sifat dan nama-nama illahi. Hal ini sama dengan Al-Arabi yang ajarannya lebih mengedepankan akal.
2. Maqamat (Al-Martabah)
Al-Jilli sebagai seorang sufi dengan membawa ajaran insan kamil, maka ia juga merumuskan maqam/tingkatan yang harus dijalani oleh serang sufi pula, diantaranya:
1. Pertama : Islam, yamg didasarkan pada lima pokok atau rukun, dalam pemahaman kaum sufi, tidak hanya melakukan kelima pokok itu secara ritual, tetapi juga harus dipahami dan direalisasikannya.
2. Kedua: Iman, yakni membenarkan dalam hati denagan keyakinan yang sebenar-benarnya. Iman merupakan tangga pertama untuk mengungkap tabir alam ghaib, dan alat yang membantu seseorang untuk mencapai maqam yang lebih tinggi.
3. Ketiga: ash-shalah, yakni dengan maqam ini seorang sufi mencapai tingkat ibadah yang terus-menerus kepada Allah, sehingga hal ini untuk mencapai maqam tertinggi dihadapan Allah dengan menjalankan syari’at-syari’atnya dengan baik.
4. Keempat : Ihsan, yakni dengan maqam ini menunjukkan bahwa seorang sufi telah mencapai tingkat menyaksikan efek nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya, ia merasa seakan-akan berada dihadapan-Nya. Persyaratan yang harus ditempuh pada maqam ini adalah sikap istiqomah dalam tobat, inabah, zuhud, tawakal, tafwidh, ridha ataupun ikhlas.
5. Kelima: Syahadah, yakni seorang sufi dalam maqam ini telah mencapai iradah dengan ciri-ciri: mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingat-Nya secara terus-menerus, dan meninggalkan hal-hal yang bersifat pribadi.
6. Keenam: shiddiqiyah, yakni seorang sufi dalm tingkatan derajat shiddiq akan menyaksikan hal-hal yang ghaib sehingga dapat mengetahui hakikat dirinya.
7. Ketujuh: qurbah, yakni maqam ini meupakan maqam yang memungkinkan seseorang dapat menampakkan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa betapapun manusia sesempurna apapun dengan nama dan sifat Allah, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa manusia itu tidak bisa menyamai sifat dan nama-nama Tuhan.
C. Ibn Sabi’in
Nama lengkap dari Ibnu Sab’in adalah Abdul Haq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr. Beliau lahir tahun 614 H di Murcia. Ibnu Sabi’in adalah anak dari keluarga bangsawan, yang hidup berkecukupan. Namun beliau memilih untuk mengasingkan dari segala bentuk kemewahan tersebut. Beliau mempelajari ilmu-ilmu seperti Bahasa dan Sastra Arab, Ilmu Agama, Ilmu fiqih (fiqih pernikahan, fiqih muamalah jual beli),
1. Kesatuan Mutlak
Ibn Sabi’in pengasas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensialnya sederhana yaitu wujud adalah satu alias wujud Allah semata. Wujud yang lainnya hanyalah wujud Yang Satu itu sendiri. Paham ini lebih dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Kesatuan mutlak ini, atau kesatuan murni, atau menguasai, menurut terminologi Ibn Sabi’in, hampir tidak mugkin mendeskripsikan kesatuan itu sendiri.
Dalam paham ini, Ibn Sabi’in menempatkan ketuhanan pada tempat pertama. Sebab wujud Allah menurutnya adalah asal segala yang ada pada masa lalu, masa kini maupun masa depan. Pemikiran-pemikiran Ibn Sabi’in merujuk pada dalil-dalil Al-Qur’an yang diinterpretasikan secara filosofis maupun khusus. Misalnya dalam surat Al-Hadid:3 yang artinya “Dialah yang awal, yang akhir, yang zahir dan yang batin..”, dan diperkuat dengan hadist qudsi yang artinya:”Apa yang pertama-tama diciptakan adalah akal budi, maka firman Allah kepadanya maka Terimalah! Ia pun menerimanya...
Pendapat Ibn sabi’in tentang kesatuan mutlak tersebut merupakan dasar paham, khusunya tentang para pencapai kesatuan mutlak ataupun pengakraban Allah SWT. Paham ini sama dengan paham hakikat Muhammad SAW. Pencapai kesatuan mutlak menurut Ibn Sabi’in adalah individu yang paling sempurna, sempurna yang dimilki seoran faqih, teolog, filsuf ataupun sufi.
2. Penolakan terhadap Logika Aristotelian
Paham kesatuan mutlak telah membuatnya menolak logika Aristotelian. Terbukti dalam karyanya Budd Al-A’rif, ia menyusun suatu logika baru yang bercorak iluminatif sebagai pengganti logika yang berdasaarkan pada konsepsi jamak. Ibn sabi’in menamakan logika barunya itu dengan logika pencapaian kesatuan mutlak, tidak termasuk kategori logika yang bisa dicapai dengan panalaran, tetapi termasuk tembusan illahi yang membuat manusia bisa melihat yang belum pernah dilihatnya maupun yang pernah didengarnya.
Kesimpulan penting Ibn Sabi’in dengan logikanya tersebut adalah realitasa-realitas logika dalam jiwa manusia bersifat alamiah yang memberi kesan adanya wujud jamak sekedar ilusi belaka.
BAB II
PENUTUP
I. Kesimpulan
Tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiranpemikiran filsafat.Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajaran dan konsepsinya disusun secara mendalam dengan bahasa-bahasa yang simbolik-filosofis. Dalam Tasawuf Falsafi yang berkembang ini dikenal beberapa tokoh besera teorinya antara lain:
Ibn ‘Arabi
Ajaran dari Ibn ‘Arabi adalah wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang merupakan ajaran sentralnya. Menurut Ibn Arabi, hanya ada satu wujud dari semua wujud yang ada, adapun wujud makhluk merupakan hakikat dari wujud khaliq tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ajaran pokok dari Ibn Arabi adalah wahdat al-wujud yang mengatakan bahwa wujud Tuhan itu hakikatnya sama dengan segala sesutu yang Dia ciptakan, karena dinilai sebagai perwujudan Tuhan.
Al-Jilli
Ajaran tasawuf falsafi menurut Al-Jilli adalah Insan Kamil (manusia sempurna), yang dimaksud dengan insan kamil oleh Al-Jilli adalah manusia dengan segala kesempurnaannya, sebab pada dirinya terdapat sifat-sifat dan nama-nama illahi.
Ibn Sabi’in
Ajaran tasawuf falsafi menurut Ibn Sabi’in adalah (1) Kesatuan Mutlak, Dalam paham ini, Ibn Sabi’in menempatkan ketuhanan pada tempat pertama. Sebab wujud Allah menurutnya adalah asal segala yang ada pada masa lalu, masa kini maupun masa depan. Ibn Sabi’in juga meenolakan terhadap Logika Aristotelian. Ia menyusun suatu logika baru yang bercorak iluminatif sebagai pengganti logika yang berdasaarkan pada konsepsi jamak. dengan logikanya tersebut adalah realitasa-realitas logika dalam jiwa manusia bersifat alamiah yang memberi kesan adanya wujud jamak sekedar ilusi belaka
DAFTAR PUSTAKA
Anshor, M. A. (2004). Tasawuf Falfafi Syaikh Hamzah Fansuri. Yogyakarta: Gelombang Pasang.
Anshori, M. A. (2014). Kontenstasi Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi di Nusantara. Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam , 3.
Anwar, R. (2010). Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Iman, M. S. (2015). Peranan Tasawuf Falsafi Dalam Metodologi Pendidikan Islam. TARBIYATUNA, Vol. 6 No. 2 , 2.
M Sholihin, R. A. (2002). Kampus Tasawuf. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Toriquddin, M. (2008). Sekularitas Tasawuf. Malang: UIN Malang Press.
Sabtu, 25 Mei 2019
Makalah TASAWUF FALSAFI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar