MA’RIFAT DAN RIDHA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Ahmad Muzakkil Anam, M.Pd.I.
Disusun oleh :
Muhammad Adi Adrian(63020160033)
Linda Kusumaningtyas(63020180057)
Juli Suciati(63020180119)
Febri Nur Hidayati (63020180202)
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR
Pujisyukur kami panjatkan kehadirat tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat rahmat,taufik serta hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ma’rifat dan Ridha” dengan lancar dan tepat waktu tanpa halangan suatu apapun. Sholawat serta salam marilah kita sanjungkan kepada nabi besar kita Nabi Muhammad Saw yang telah mengajarkan islam dari zaman kegelapan hingga zaman terang benerang ini.
Terimakasih kami sampaikan kepada dosen yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada kami dan tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyusun makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan maupun kekurangan baik dari segi kata maupun tata bahasanya. Karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata semoga makalah ini bisa memberi manfaat ataupun inspirasi bagi pembaca.
Salatiga, 02 Mei 2019
Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR2
PENDAHULUAN4
A.Latar Belakang4
B. Rumusan Masalah4
C. Tujuan4
PEMBAHASAN5
A.Definisi Ma’rifat5
B.Definisi Ridha8
C.Dalil ma’rifat dan ridha9
D. Contoh sikap dan perilaku ma’rifat dan ridha10
PENUTUP12
DAFTAR PUSTAKA14
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ma’rifah ialah ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat” adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sedekat-dekatnya sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. Menurut shufi jalan untuk memperoleh ma’rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup, taubat, zuhud, wara’, ikhlas, sabar, syukur, qona’ah, tawakal, ridlo, mahabbah, barulah tercapai ma’rifat. Dengan kata lain ma’rifat merupakan maqomat tertinggi dimana puncak seorang hamba bersatu dengan sang Khaliq.
B. Rumusan Masalah
1.Apa definisi dari Ma’rifat ?
2.Apa definisi dari Ridha?
3.Bagaimana dalil ma’rifat dan ridha?
4.Bagaimana contoh sikap dan perilaku ma’rifat dan ridha?
C. Tujuan
1.Menjelaskan definisi ma’rifat
2.Menjelaskan definisi ridha
3.Menjelaskan dalil ma’rifat dan ridha.
4.Menjelaskan contoh sikap dan perilaku ma’rifat dan ridha.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi Ma’rifat
1.Pengertian ma’rifat
Ma’rifat berasal dari kata arafa, yu’rifu, irfan berarti mengetahui, mengenal, atau pengetahuan ilahi . Menurut terminologi ma’rifat berarti mengenal dan mengetahui berbagai ilmu secara rinci, atau dapat diartikan sebagai pengetahuan atau pengamalan secara langsung atas realitas mutlak tuhan.
Ma’rifat menurut Tokoh Tasawuf
a.Ma’rifat menurut Zu al-Nun al-Misri
Dalam tasawuf Zu al-Nun dikenal sebagai bapak paham ma’rifat karena ia adalah pelopor paham ma’rifat dan orang pertama yang menganalisis ma’rifat secara konseptual. Ia berhasil memperkenalkan corak baru tentang ma’rifat yaitu membedakan antara ma’rifat sufiah dengan ma’rifat aqliyah, ma’rifat yang pertama menggunakan pendekatan qalb yang biasa digunakan para sufi dan yang kedua menggunakan pendekatan akal yang digunakan para teolog.
b.Ma’rifat menurut Jalal al-Din ar-Rumi
Secara umum, praktik sufi dimulai dengan pelaksanaan syari’at yang harus dijalankan oleh setiap muslim. Rumi menekankan pada peahaman yang lebih mendalam terhadap syari’at dan menambahkan amalan, yang mendasar bagi rumi adalah mengingat tuhan sebagaimana banyak dianjurkan oleh al-Qur’an maupun al-Sunnah.
c.Ma’rifat menurut Ibn Taymiyyah
Ibn Taymiyyah memiliki cara pandang yang berbeda dengan tokoh sufi klasik. Ibn Taymiyyah dikenal sebagai tokoh pembaru pemikiran islam, tasawuf menurut pandangannya merupakan hasil ijtihad yang tulus untuk menunjukan totalitas ketaatan serta semangat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun juga menurutnya didalam ajaran tasawuf tidak menolak tasawuf, tetapi tidak juga memandangnya sebagai satu-satunya cara ataupun cara terbaik guna menjalankan agama secara besungguh-sungguh.
Ma’rifat merupakan pengetahuan yang objeknya bukan hal-hal yang bersifat zahiri atau eksoteris tetapi lebih mendalam terhadap penekanan aspek esoteris atau batiniyyah. Pemahaman ini berwujud penghayatan dan pengalaman kejiwaan.
2.Cara Mencapai Ma’rifat
Langkah pertama untuk mengenal diri sendiri ialah mengetahui terlebih dahulu bahwa diri tersusun dari bentuk lahir yang disebut badan dan batin yang disebut qalb. Qalb bukan berarti segumpal daging yang berada disebelah kiri badan, tetapi ia adalah ruh yang bersifat halus dan gaib yang turun ke dunia untuk melakukan tugas dan kelak akan kembali ketempat asalnya.
Ma’rifat bukan datang dengan sendirinya melainkan harus melalui sebuah proses yang panjang yakni dengan melakukan proses melatih diri dalam hidup kerohanian dan memerangi hawa nafsu. Oleh karena itu, salah satu cara efektif untuk memeranginya adalah dengan cara bersungguh-sungguh memerangi ego kemanusiaan, menjahui hal-hal yang dianggap manusiawi menuju yang ilahi, membuang jauh-jauh segala bentuk ketergantungan terhadap makhluk, dan membenamkan diri dalam taqarrub ilallah.
Kesempurnaan sufi baru tercapai setelah ada keterpaduan antara aspek syari’at dan tarekat. Syari’at untuk mencapai derajat, sedangkan tarekat berguna unrtuk mencapai kedekatan kepada Allah SWT. Dari situlah ma’rifat akan dicapai oleh seseorang. Syari’at merupakan aspek zahir suatu ma’rifat dan tarekat sebagai aspek batin. Sehingga seseorang bertawakal selalu terikat dengan syari’at sambil memerangi hawa nafsu egoisme diri dan syaitan.
Meskipun begitu, perlu disadari bahwa pelimpahan cahaya ilahi ke dalam hati seorang hamba tidak bisa diusahakan sepenuhnya oleh seseorang. Tugas manusia hanyalah mempersiapkkan dengan membersihkan diri dari segala dosa dan penyakit-penyakit jiwa lainnya atau akhlak tercela. Pada tahap akhir semua tergantung pada kemurahan AllahSWT.
3.Jenjang-Jenjang Ma’rifat
Zu al-Nun al-Misri membagi pengetahuan tentang Allah menjadi 3 macam yaitu :
a.Ma’rifat al-Tauhid sebagai ma’rifatnya orang awam, yaitu ma’rifat yang diperoleh kaum awam dalam mengenal Allah SWT. Melalui perantara syahadat, tanpa disertai argumentasi.
b.Ma’rifat al-Burhan wa al-Istidlal yang merupakan ma’rifatnya mutakalimin dan filsuf , yaitu ma’rifat tentang Allah melalui pemikran dan pembuktian akal. Golongan ini memiliki ketajaman intelektual, sehingga akan meneliti, memeriksa, dan membandingkan dengan segenap kekuatan akalnya.
c.Ma’ rifat Hakiki merupaka marifat waliyullah, yaitu marifat tentang Allah melalui sifat dan ke Esaan Nya, diperoleh melalui hati nurani. Marifat ini diperoleh tidak hanya melalui belajar, usaha, dan pembuktian, melainkan anugerah dari Allah kepada orang-orang sufi yang khlas dalam beribadah dan mencintai Allah.
Imam al-Gazali juga membagi marifat menjadi 3 macam sebagaiman Zu al-Nun dan memberikan contoh sebagai berikut : seorang awam, seandainya dia mendapat pemberitahuan dari yang dipercayainya bahwa di dalam rumah ada seseorang, maka dia akan membenarkan dengan tidak sedikitpun terbesit dalam benaknya untuk menyelidiki. Sedangkan seorang teolog atau filsuf dalam hal ini, bagaikan seorang yang mendengar omongan seseorang di dalam rumah tersebut, lalu dijadikan bukti bahwa ada orang di dalam rumah itu. Sementara seorang sufi seperti halnya seseorang yang masuk ke dalam rumah tersebut dan melihat orang yang di dalamnya secara langsung, penyaksian inilah pengetahuan yang hakiki.
4.Macam-macam ma’rifat
Secara garis besar dapat diambil sebuah kejelasannya, bahwa Ma’rifat dapat dibagi kedalam dua kategori : pertama, Ma’rifat Ta’limiyat, dan kedua Ma’rifat Laduniah.
a.Ma’rifat Ta’limiyat
Ma’rifat Ta’limiyat merupakan istilah lain Ma’rifat yang di lontarkan oleh alGhazali25, dapat di definisikan sebagai Ma’rifat yang dihasilkan dalam usaha memperoleh Ilmu. Ta’limiyat berasal dari kata ta’lama, yuta’limu, ta’liman-ta’limiyatan yang berarti mencari pengetahuan atau dalam arti lain memperoleh ilmu pengetahuan. Sedangkan orang yang yang sedang mencari ilmu disebut muta’alim. Oleh karena itu Ma’rifat Ta’limiyat yaitu berjalan untuk mengenal Allah dari jalan yang biasa, “mulai dari bawah hingga keatas”.
Ma’rifat ta’limiyat secara lebih luas dapat didefinisikan sebagai proses bagaimana cara mengenali Tuhan (Ma’rifat). artinya salik (Muta’alim) memerlukan metode untuk meraih Ma’rifat baik metode yang dilakukan secara khusus misalnya menjadi murid untuk melakukan proses perjalanan ruhani (Suluk) dalam tarekat sufi secara metodik, maupun metode yang dilakukan secara umum atau tarekat yang secara langsung mengkaji dari sumber-sumber Tasawuf atau mengikuti jejak langkah yang dilakukan oleh Rasulullah, Para sahabat, Tabi’in, Atba At-Tabi’in sampai ulama sekarang yang sejalan dengan al-Quran dan Hadits.
b.Ma’rifat Laduniyah
Ma’rifat laduniyah yaitu Ma’rifat yang langsung dibukakan oleh Tuhan dengan keadaan kasf, mengenal kepada-Nya. Jalannya langsung dari atas dengan menyaksikan Dzat yang Suci, kemudian turun dengan melihat sifat-sifat-Nya, kemudian kembali bergantung kepada nama-nama-Nya. Ibnu ‘Atha’illah memberi istilah lain terhadap Ma’rifat laduniyah dengan sebutan Ma’rifat orang mahjdub. Ma’rifat orang mahjdub yang diungkapkan oleh Ibnu ‘Atha’illah merupakan sebuah Ilmu yang diberikan secara langsung oleh Tuhan kepada manusia yang ada sisi kesamaannya dengan Ma’rifat Laduniyah. Menurut kalangan sufi menyatakan bahwa orang yang telah mengenal Allah, juga akan dianugrahi Ilmu laduni. Ilmu laduni merupakan ilmu yang di ilhamkan oleh Allah Swt. Kepada hati hamba-Nya tanpa melalui suatu perantara (Wasilah), sebagaimana perantara yang pada umumnya dibuat untuk memeperoleh ilmu pengetahuan –seperti talqin dari - sufi.
B.Definisi Ridha
1.Ridha (Al-Ridha)
Kata ridha berasal dari kata radhiya, yardha, ridhwanan yang artinya “senang, puas, memilih, persetujuan, menyenangkan, dan menerima. Ridha menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan Allah swt, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
Ridha adalah kedudukan spiritual yang mulia dan dapat menjadikan hati seorang hamba merasa tenang di bawah kebijakan hukum Allah Azza wa jalla. Al Qannad pernah ditanya tentang ridha, ia menjawab: Ridha adalah tenangnya hati atas berlakunya takdir. Dzunnun al-Misri pun pernah ditanya tentang ridha, lalu ia menjawab: Ridha adalah senangnya hati atas takdir yang berlaku padanya. Ibnu Atha berkata: Ridha adalah melihatnya hati nurani pada pilihan Allah yang lebih dahulu telah ditetapkan untuk hamba-Nya, agar ia tahu bahwa Allah memilihkannya yang terbaik untuknya, sehingga ia ridha dan tidak jengkel dengan-Nya.
2. Tingkatan ridha
Ada tiga darjjat ridha yang disimpulkan oleh Abdullah al-Ansari al-Harawi dalam Kitab Manazil Sairin, yaitu :
a.Ridha secara umum, iaitu ridha kepada Allah sebagai Rabb dan membenci ibadah kepada selainNya. Ridha kepada Allah sebagai Rabb ertinya tidak mengambil penolong selain Allah yang diserahkan kekuasaan untuk menangani dirinya dan menjadi tumpuan keperluannya;
b.Ridha terhadap Allah. Dengan ridha inilah dibacakan ayat-ayat yang diturunkan. Ridha terhadap Allah meliputi ridha terhadap qadha dan qadarNya yang merupakan perjalanan orang-orang khawwas;
c.Ridha dengan ridha Allah. Seorang hamba tidak melihat hak untuk ridha atau marah lalu mendorongnya untuk menyerahkan keputusan dan pilihan kepada Allah. Dia tidak mahu melakukannya sekalipun akan diceburkan ke dalam nyalaan api.
C.Dalil ma’rifat dan ridha
1.Ma’rifat
a.Al qur’an
surat Luqman ayat 20 :
وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَة
Artinya: Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
b.Hadist
Hadis Qudsi :
بَنَيْت فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)
Artinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan dalam matahati (fuad) itu ada penutupmatahati (saghaf) dan dibalik penutup mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis Qudsi)
2.Ridha
a.Al quran
surat At-Taubahayat 96:
يَحْلِفُوْنَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِيْنَ
Artinya :
“Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka, tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang berbuat fasik.”
b.Hadist
قَالَ اللهُ : مَنْ لَمْ يَرْضَى بِقَضَائِيْ وَلَمْ يَشْكُرْ بِنِعْمَائِيْ وَلَمْ يَصْبِرْ بِبَلاَئِيْ فَلْيَخْرُجتَحْتَ سَمَائِيْ وَلْيَطْلُبْ رَبًّا سِوَائِيْ
Artinya :
“Allah berfirman kepada rasul SAW: Barangsiapa yang tidak ridha atas segala hukum perintah, larangan, janji qadha dan qadar-Ku, dan tidak bersyukur atas segala nikmat-nikmat-Ku, serta tidak sabar atas segala cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku yang selama ini engkau jadi kan sebagai atap mu, dan carilah Tuhan lain selaindiri-Ku (Allah)”.
D. Contoh sikap dan perilaku ma’rifat dan ridha
1. Contoh perilaku ma'rifat
Kita bisa mengambil contoh, yang sering terjadi di Indonesia, yaitu banjir. Banjir sering terjadi ketika musim hujan. Banyak masyarakat menjadi korban, baik meninggal maupun sakit. Masyarakat kehilangan kegiatan pekerjaan atau tidak sekolah karena terhalang banjir. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi banjir, tetapi masih saja banjir.
Dalam QS Al-baqarah ayat 255 menjelaskan bahwa Allah swt yang memiliki apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi. Bencana ini terjadi akibat perbuatan manusia yang menyalahgunakan amanah yang diberikan oleh Allah swt untuk menggunakan dan menjaga alam bagi kesejahteraan manusia.
Kini, kita kembali kepada Allah swt, bertobat, memohon pertolongan dan pastikan diri kita tidak mengulangi perbuatan itu kembali. Setelah kita yakin kepada Allah swt mulailah membiasakan membuang smapah pada tempatnya.
2. Contoh perilaku ridha
a.Bersabar dan menerima dengan lapang dada apabila mendapatkan cobaan dari Allah SWT.
b.Mensyukuri semua nikmat yang dianugerahkan, besar kecilnya nikmat atau rezeki tersebut dianggap sebagai ukuran yang terbaik menurut Allah SWT.
c.Ikhlas saat bersedekah atau berinfaq. Keikhlasan ini adalah wujud nyata keridhaan seseorang.
d.Tidak memelihara perasaan iri atau bahkan dengki pada kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada manusia lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ma’rifat berasal dari kata arafa, yu’rifu, irfan berarti mengetahui, mengenal, atau pengetahuan ilahi. Menurut terminologi ma’rifat berarti mengenal dan mengetahui berbagai ilmu secara rinci, atau dapat diartikan sebagai pengetahuan atau pengamalan secara langsung atas realitas mutlak tuhan.
Kata ridha berasal dari kata radhiya, yardha, ridhwanan yang artinya “senang, puas, memilih, persetujuan, menyenangkan, dan menerima. Ridha menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan Allah swt, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
Dalil-dalil ma’rifat
a.al qur’an
surat Luqman ayat 20 :
Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
b.hadist
Hadis Qudsi :
Artinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan dalam matahati (fuad) itu ada penutupmatahati (saghaf) dan dibalik penutup mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis Qudsi)
Dalil-dalil ridha
a.Al quran
surat At-Taubahayat 96:
Artinya: Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka, tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang berbuat fasik.”
b.Hadist
Artinya :“Allah berfirman kepada rasul SAW: Barangsiapa yang tidak ridha atas segala hukum perintah, larangan, janji qadha dan qadar-Ku, dan tidak bersyukur atas segala nikmat-nikmat-Ku, serta tidak sabar atas segala cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku yang selama ini engkau jadi kan sebagai atap mu, dan carilah Tuhan lain selaindiri-Ku (Allah)”.
Contoh perilaku Ma’rifat : yang sering terjadi di Indonesia, yaitu banjir. Banjir sering terjadi ketika musim hujan. Banyak masyarakat menjadi korban, baik meninggal maupun sakit. Masyarakat kehilangan kegiatan pekerjaan atau tidak sekolah karena terhalang banjir. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi banjir, tetapi masih saja banjir.
Contoh perilaku Ridha : Bersabar dan menerima dengan lapang dada apabila mendapatkan cobaan dari Allah SWT dan ikhlas saat bersedekah atau berinfaq, Keikhlasan ini adalah wujud nyata keridhaan seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers.
Al-Ghazali, Imam. 1984. Ihya’ Ulum Ad-Din. Semarang: Terj. Rus’an, Jilid IV, Wicaksana.
Al-Taftazani, Abu al Wafa al-Ghanimi. 1997. Sufi Dari Zaman Ke Zaman. Terj. Ahmad Rofi’ Ustmani. Bandung: Penerbit Pustaka.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar