Lembaga Keuangan Dalam Ekonomi Islam Masa Rasul Khulafaurasyidin Sampai Sekarang
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Ahmad Minan Zuhri, S.Pd.I, M.S.I
Disusun Oleh :
Khoirun Nissa Afina (63020180064)
Program Studi S1 Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi Islam Dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam serta teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca demi penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan 6
BAB II 7
PEMBAHASAN 7
A. Konsep Lembaga Keuangan Menurut Al-Quran 7
B. Lembaga Keuangan pada Masa Rasulullah SAW dan KhulafaurRasyidin 9
C. Lembaga Keuangan Semasa Daulah Islam 13
D. Perkembangan Bank Syariah di Negara Islam 16
E. Lembaga Keuangan Non Bank 19
BAB III 20
PENUTUP 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Institusi keuangan belum dikenal secara jelas dalam sejarah islam. Namun prinsip-prinsip pertukaran dan pinjam-meminjam sudah ada dan banyak terjadi pada zaman Nabi SAW bahkan sebelumnya. Tidak dipungkiri bahwa kemajuan pembangunan ekonomi dan perdagangan, telah mempengaruhi lahirnya institusi yang berperan dalam lalu lintas keuangan. Para pedagang dan pengusaha sudah tidak mungkin lagi mengurusi keuangannya secara sendiri.
Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan pertumbuhan masyarakat industry modern. Produksi berskala besar dengan kebutuhan investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan lembaga keuangan. Lembaga keuangan merupakan tumpuan bagi para pengusaha untuk mendapatkan tambahan modalnya melalui mekanisme kredit dan menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme saving. Sehingga lembaga keuangan telah memainkan peranan yang sangat besar dalam mendistribusikan sumber-sumber daya ekonomi di kalangan masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya dapat mewakili kepentingan masyarakat yang luas.
Sebagai institusi bisnis, lembaga keuangan ini tidak lepas dari motif laba. Operasional institusi ini senantiasa berusaha mencapai tingkat efisiensi maksimum, sehingga pertumbuhan organisasi dan modalnya dapat mencapai tingkat yang lebih baik. Hal ini mutlak dilakukan karena lembaga keuangan harus memperhatikan kepentingan pemegang saham dan anggota di samping kepentingan para nasabah dan masyarakat. Karena tujuan memaksimalkan laba inilah, maka lembaga keuangan banyak yang menerapkan kebijakan bunga. Penetapan suku bunga akan membuat kepastian yang tinggi. Para pemilik lembaga keuangan tidak mau mengambil resiko dengan pendapatan yang tidak pasti. Mereka cenderung berpikir pragmatis untuk mengamankan bisnisnya. Dengan dasar ini, maka sangat sangat mungkin akan terjadi eksploitasi sumber-sumber keuangan. Distribusi keuangan yang merata sangat sulit diwujudkan.
B. Rumusan Masalah
` 1. Bagaimana lembaga keuangan dalam Al Qur’an pada masa Khulafaurrasyidin sampai masa modern?
2. Bagaimana perkembangan Bank Syariah di Negara Islam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lembaga keuangan dalam Al Qur’an pada masa Khulafaurrasyidin sampai masa modern.
2. Untuk mengetahui perkembangan Bank Syariah di Negara Islam
3. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Lembaga Keuangan Menurut Al-Quran
Al Quran tidak menyebut konsep lembaga keuangan secara eksplisit. Namun penekanan tentang konsep organisasi sebagaimana organisasi keuangan telah terdapat dalam Al Quran. Konsep dasar kerjasama muamalah dengan berbagai cabang kegiatannya mendapat perhatian yang cukup banyak dalam Al Quran. Dalam sistem politik misalnya dijumpai istilah qoum untuk menunjukkan adanya kelompok sosial yang berinteraksi satu dengan yang lain. Juga terdapat istilah balad (negeri) untuk menunjukan adanya struktur sosial masyarakat dan juga muluk (pemerintahan) untuk menunjukkan pentingnya sebuah pengaturan hubungan antar anggota masyarakat.
Khusus tentang ekonomi, Al Quran memberikan aturan-aturan dasar, supaya transaksi ekonomi tidak sampai melanggar norma/etika. Lebih jauh dari itu, transaksi ekonomi dan keuangan lebih berorientasi pada keadilan dan kemakmuran umat. Istilah suq (pasar) misalnya menunjukkan tentang betapa aspek pasar (market) harus menjadi fokus bisnis yang penting. Organisasi keuangan dikenal dengan istilah Amil. Badan ini tidak saja berfungsi untuk urusan zakat semata, tetapi memiliki peran yang lebih luas dalam pembangunan ekonomi. Pembagian ghonimah misalnya menunjukkan adanya mekanisme distribusi yang merata dan adil.
Sebagai lembaga dengan struktur organisasi yang jelas,Islam juga menekankan pentingnya akhlak/etika. Merujuk pada ciri-ciri organisasi modern seperti; transparansi dan akuntabilitas, keterbukaan, egalitarianism, profesionalisme, dan pertanggungjawaban, juga mendapat perhatian yang serius. Al Quran telah sejak lama memberikan aturan dan prisip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi pembentukan organisasi modern. Prinsip akuntabilitas dan transparansi memberikan arahan bahwa lembaga bisnis harus dapat menunjukkan prinsip keterbukaan dan bebas dari manipulasi. Konsep pencatatan baik laporan keuangan (laba-rugi dan perubahan modal dan administrasi bisnis yang lain) secara jelas diatur dalam Al Quran dalam surat Al Baqarah ayat 282.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai, dalam waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis (akuntan), menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis, enggan menuliskannya, sebagaimana Allah telah mengajarkan (professional)….(QS. Al Baqarah : 282).
Dilihat dari beberapa ciri tersebut, jelaslah bahwa islam menekankan pentingnya pengaturan bisnis yang benar. Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan, jalan mengorganisasi diri dalam sebuah wadah menjadi tuntutan. Lembaga bisnis dalam islam sesungguhnya bukan saja berfungsi sebagai pengumpul modal dan mengakumulasikan laba, tetapi juga berperan dalam pembentukan sistem ekonomi yang lebih adil dan terbebas dari perilaku ekonomi yang zalim. Penjelasan ini dapat kita jumpai dalam Surat Ali Imran ayat 104
“Dan hendaklah kamu adakan sekelompok orang (lembaga bisnis), yang berfungsi untuk mengajak kepad kebajikan, mengajak berbuat baik dan mencegah kemunkaran mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104)
Mengajak kepada kebajikan dapat berarti menuju pada peningkatan kehidupan dan kesejahteraan ekonomi. Berbuat baik dan mencegah kemungkaran berarti juga menciptakan iklim dan sistem bisnis yang islami jauh dari sistem yang anarkis dan eksploitatif.
B. Lembaga Keuangan pada Masa Rasulullah SAW dan KhulafaurRasyidin
Konsep organisasi atau lembaga sesungguhnya sudah dikenal sejak sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul. Darun Nadwah, sebuah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat jahiliyyah dan berfungsi untuk merembuk masalah-masalah kemasyarakatan. Organisasi ini mirip dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Karena didalamnya berkumpul para tokoh dan perwakilan suku. Mereka saling bertukar pikiran dan berdiskusi untuk mencapai titik kesepakatan.
Setelah Muhammad SAW dilantik menjadi Rasul, perlu adanya membuat perkumpulan/organisasi. Dengan adanya organisasi rencana dakwah dan ekspansinya akan lebih mudah disosialisasikan. Pada tahap awal penyiaran Islam, beliau membentuk Darul Arqom. Yakni organisasi dakwah yangn didalamnya dilakukakn pengkaderan secara intensif untuk membentuk pribadi muslin yang tangguh. Sentra kegiatan dimulai dari rumah sahabat Arqom bin Abil Arqom Al Makhzumi yang berada di puncak bukit shafa dan terpencil dari pengintaian orang-orang quraisiy. Peristiwa ini terjadi semenjak tahun kelima dari kenabian
a. Pendirian Baitul Maal
Lembaga Baitul Maal (rumah dana) merupakan lembaga bisnis dan sosial yang pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai penyimpanan. Apa yang dilaksanakan oleh rasul itu merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan ( expenditure) secara transaparan bertujuan seperti apa yang disebut sekarang sebagai welfare oriented . ini merupakan sesuatu yang baru, mengingat pajak-pajak dan pungutan dari masyarakat yang lain dikumpulkan oleh penguasa dan hanya untuk para raja. Para penguasa disekitar jaziriah Arabia seperti Romawi dan Persia menarik upeti dari rakyat dan dibagi untuk para raja dan kepentingan kerajaan. Sedangkan mekanisme Baitul Maal, tidak untuk kepentingan umat Islam, tetapi juga untuk melindungi kepentingan Kafir Dhimmi.
Para ahli ekonomi Islam memiliki sedikit perbedaan dalam menafsirkan baitul maal. Sebagian berpendapat, bahwa baitul maal semcam bank sentral,. Sebagian lagi berpendapat bahwa baitul maal itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara.
Kehadiran lembaga ini membawa pembaharuan yang besar. Dana dana umat, baik yang bersumber dari dana sosial dan tidak wajib seperti sedekah, denda (dam) , dan jugta dana-dana yang wajib seperti zakat, jizyah dll dikumpulkan melalui baitul maal dan disalurkan untuk kepentingan umat.
Baitul Maal merupakan sejenis bank sentral untuk kerajaan. Namun, pola operasionalnya sebatas kepentingan kerajaan seperti mengatur keuangan kerajaan. Model baitul maal ini sistem pengelolaannya sangat sentralistik. Pengelola tertinggi berada di tangan raja. Dibawah raja terdapat gubernur yang membawahi wilayah propinsi masing-masing.
Sedangkan Baitul Maal al Islamin merupakan baitul maal yang berfungsi secara luas untuk kepentingan masyarakat, baik muslim maupun non muslim. Fungsi-fungsi mencakup kesejahteraan seluruh warga tanpa memandang jenis kelamin, ras, dan bahkan agama.
a. Waliyatul Hizbah
Waliyatul Hizbah merupakan lembaga pengontrol pemerintahan pada masa nabi fungsi lembaga kontrol ini dipegang langsung oleh beliau. Konsep lembaga kontrol ini merupakan fenomena baru bagi masyarakat arab, mengingat pada waktu itu kerajaan hampir sama sekali tidak ada lembaga kontrolnya.
Rasulullah berperan langsung sebagai penyeimbang kegiatan muamalat, baik ekonomi, politik maupun sosial. Rasulullah sering menegur bahkan melarang langsung praktik bisnis yang merusak harga dan menzalimi. Pelarangan riba, monopoli serta menimpun barang dan sejenisnya menjadi bukti nyata bahwa terdapat lembaga pengontrol aktivitas bisnis. Keberadaan lembaga ini menjadi sangat strategis dan penting, mengingat kepentingan umat yang lebih besar.
Diriwatkan dari Anas bahwa ia berkata : “harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabar mengatakan, “ wahai Rasululla, tentukan harga untuk kita. Beliau menjawab : “Allah itu sesungguhnya penentu harga, penahan dan pencurah serta pemberi rezeki”. Aku mengharapkan dapat menemui tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta”.
Lembaga Baitul Maal semakin mapan keberadaannya semasa khalifah kedua Umar bin Khattab. Khalifah meningkatkan basis pengumpulan dana zakat serta sumber-sumber penerimaaan lainnya. Sistem administrasinya sudah mulai dilakukan penertiban. Umar memiliki kepedulian yang tinggi atas kemakmuran rakyatnya. Dikisahkan bahwa beliau mendatangi langsung rakyatnya yang masih miskin, serta membawakan langsung bahan makanan untuk rakyatnya. Ucapin beliau yang sangat terkenal. “ jika ada keledai yang terperosok di Iraq, ia akan ditannya Tuhan mengapa ia tidak meratakan jalannnya”.
Terkait dengan masalah pajak, Umar membagi warga negara menjadi dua bagian. Bagian pertama warga negara muslim dan bagian kedua non muslim yang damai. Bagi negara muslim, mereka diwajibkan membayar zakat sedangkan bagi yang dhimmi diwajibkan membayar kharaj dan jizyah. Bagi muslim diperlakukan hukum Islam dan bagi dhimmi diperlakukan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku. Agar situasi tetap terkendali, Umar menetapkan wilayah jaziriah Arab untuk muslim dan wilayah luar jaziriaharab untuk non muslim. Sedangkan untuk mencapai kemakmuran yang merata, wilayah Syiria yang padat penduduknya dinyatakan tertutup bagi pendatang baru. Untuk mengelola keuangan negara, khalifah mendirikan Baitul Maal. Pada masa Umar pula mata uang sudah mulai dibuat.
Semasa pemerintah khulafaur Rasyidin , penataan sistem pemerintahan berjlan dengan baik. Agar mekanisme pemerintahan berjalan dengan lancar, dibentuklah organisasi negara Islam (daulah islamiyah) yang garis besarnya sebagai berikut:
1. An Nidham Asy Syiyasi ( organisasi politik ) yang mencakup :
a. Al Khalifah, terkait dengan pemilihan pemimpin/khalifah.
b. Al Wizarah, terkait dengan wazir (menteri) yang bertugas membantu khalifah untuk urusan pemerintahan.
c. Al Khitabah, terkait dengan pengangkatan orang yang mengurusi kesekretariatan negara.
2. An Nidham Al Idary, organisasi tata usaha/administrasi negara, saat itu masih sangat sederhana mencakup pembentukan dewan-dewan, pemimpin propinsi, pos dan jawatan kepolisian.
3. An Nidham Al Maaly, orgaisasi keuangan negara mengelola masuk dan keluarnya keuangan negara. Untuk itu dibentuk Baitul Maal. Termasuk didalamnya sumber-sumber keuangan.
4. An Nidham Al Harby, organisasi ketentaraan yang meliputi susunan tentara, gaji tentara, persenjataan, pengadaan asrama tentara serta benteng-bnteng pertahanan.
5. An Nidham Al Qadho’i , organisasi kehakiman yang mengurusi masalah pengadilan, banding, dan damai.
C. Lembaga Keuangan Semasa Daulah Islam
Wafatnya Ali Bin Abi Thalib, dijadikan kesempatan bagi Muawiyah untuk menguasai pemerintahan islam terbesar. Pada tahun 41/661 M, Muawiyyah memasuki kota kuffah. Sumpah jabatannya di saksikan oleh kedua putra Ali, Hasan dan Husen serta rakyat, sehingga tahun tersebut di kenal dengan tahun jamaah.
Masa pemerintaah Bani umayyah, ekspansi wilayah sangat luas sampai wilayah pemerintahan Romawi. Ada empat departemen pokok yang menentukan jalannya pemerintahaan, pada masa kepemimpinan Abdul Malik Bin Marwan ;
1. Kementerian Pajak Tanah (Diwan Al Khara) yang tugasn mengawasi departemen keuangarn
2. Kementerian Khatam (Diwan Al Khatam) yang bertugas merancang dan mengesahkan ordonansi pemerintahan
3. Kementerian Surat Menyurat (Diwan Ai Rasail) yang bertugas mengurusi pemerintahan daerah dan komunikasi dengan para gubernur
4. Kementerian Perpajakan (Diwan Al Mustagallar) yang bertugas mengurusi masalah perpajakan.
Pada masa Muawiyyah, sistem keuangan negara mengikuti sistem yang telah diterapkan pada masa Khulafaur Rasyidin, yakni memberlakukan pajak tanah (khara) dan pajak kepala (jizyah) kepada para kalir dhinumi serta zakat kepada para penduduk muslim. Pada masa ini terlihat bahwa sudah terdapat lembaga yang bertugas mengatur lalu lintas keuangan negara
Meminjam istilah Siti Maryan (2002), pada masa Muawiyyah telah terjadi reformasi fiskal. Hal ini terlihat dari perubahan kebijakan atas pajak tanah. Semua warga negara baik muslim maupun non muslim di kenakan beban sama untuk membayar pajak tanah.sementara itu pajak kepala hanya berlaku bagi warga non muslin. schingga banyaknya pecnduduk yang masuk Islam secara ekonomis mengurangi pemasukan uang negara. Namun, keberhasilan Muawiyyah dalam menakhlukan byzantium dan impremium Sassani (persi), sesungguhnya menjadikan kemakmuran rakyat sangat melimpah.
Reformasi fiskal yang menimbulkan keresahan di kalangan islam ini terjadinya permbedaan kewajiban pajak antara muslim arab dan non arab. Keresahan ini menimbulkan tuntutan untuk menggulingkan pemerintahannya.
Bani Abbasiyah muncul setelah runtuhnya Bani Umaiyyah. Abu Al Abbas menggerakkan roda revolusi dengan menggunakan ideologi keagamaan untuk meruntuhkan kekuasaan Umaiyah. Beberapa penyebab keberhasilan revolusi ini karena banyak kelompok umat yang sudah tidak mendukung pemerintahan Bani Umaiyah yang korup, sekuler dan hanya memihak kepada sekelompok umat saja.
Pada masa Bani Abbasiyah, disinilah puncak keemasan umat islam. Berbagai kemajuan peradaban abbasiyah disebabkan oleh stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi. Semasa dinasti Abbasiyah telah terjadi perubahan sistem ekonomi dan politik. Dalam bidang politik, para pemimpin dinasti ini bergelar sebagai wakil tuhan (khaifatullah) bukan hanya sebagai wakil rasul (thalifaturrasul) Sebutan Al Mahdi, Ar Rasyid, Al Mansur, Al Hadi untuk para pemimpinnya mengindikasikan bahwa mereka mengklaim dirinya Pada masa Bani Abbasiyah, umat Islam mengalami puncak sebagai wakil tuhan.
Pada masanya dalam bidang ekonomi sangat mengalami kemajuan yang sangat pesat baik bidang moneter maupun fiskal. Salah satunya di dirikankan Baitul maall. Kemudian dalam bidang ilmiah juga mengalami kemajuan yaitu adanya Baitul Hikmah yang dikembangkan oleh Harun Al Rasyid yang berfungsi sebagai tempat pengembangan ilmu. Kemudian Dalam bidang fikih, Buku Maimu Al Figh karya Zaid bin Ali yang herisi tentang fiqih si'ah zindiyah Abu Hanifalh yang disebut-sebut sebagai pengembang mazhab Hana adalah sebagai buku yang pertama kali muncul.
Pada Masa Abbasiyah juga dikenal banyak bermunculan mazhab mazhab fikih. Empat mazhab besar yang kita kenal juga lahir pada masa dinasti ini. Malik Ibnu Anas dari Madinah yang dikenal dengan mazhab imam malik, dipahami pemikirannya dalam kitab Al Muwaththa '. Muhammad Ibn Idris Asy Syafi'i sebagai pendiri mazhab Syafi'iyah menulis kitabnya dengan judul Ar Risalah. Ahnnad bin Hambal sebagai pendiri mazhab Hambali, juga berhasil merumuskan pemikiranya dalam bentuk buku yang terkenal dengan AI Masail, Al Wuru dan Al Zuhd.
Dalam bidang fiskal dan meneter, muncul kitub-kitab besar dan menjadi landasan pangambilan kebijakan ekonomi negara. Kitabul Kharaf yang kemudian menjadi landasan kebijakan fiskal, yang ditulis oleh Abu Yusuf. Kemudian Qadamah Bin ja’far menulis Kitabul Amwaal yang kemudian menjadi pijakan pemerintah di bidang ekonomi moneter. Berbagai riset pembangan ilmu pengetahuan juga banyak yang didanai dan dibuat melalui Bairul Maal.
Keruntuhan Bani Abbasiyah disusul dengan munculnya pemerintahan Islam yang baru di Asia Tengah, Saljuk bin Tuqak.juga berkembang di Cordova yang dipimpin oleh Sasanid dan Turki Utsmani di Istambul. Pada masa ini, Baitul Maal juga masih berfungsi secara maksimal. Bahkan keuangan Islam dapat stabil terus menerus. uang logam emas dan perak (Dinar / Dirham) yang menjadi kekuatan penyetabil kondisi ekonomi negara.
Namun pemerintahan islam juga tidak bertahan lama. Runtuhnya dinasti Abbasiyyah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Kemunduran demi kemuduran terjadi. Sehingga kekuasaanya dibaghdad musnah. Tentara Serbia Tartar Mongol telah meruntuhkan sendi-sendi pemerintahan Islam. Setelah pemerintahan Islam berhasil ditaklukkan, maka praktis segala sistem politik dan ekonomi sesuai kebijakan kolonial Mongol. Mulai dari masa ini keberadaan Baitul maal, sudah tidak dikenal lagi.
D. Perkembangan Bank Syariah di Negara Islam
Kelahiran IDB telah memberikan inspirasi yang sangat berharga bagi pendiran dan perkembangan bank-bank Syariah di berbagai negara islam. Komite ahli IDB kemudian menyusun berbagai peraturan dan perangkat pengawasan, untuk mengakomodasi rencana pendirian bank Syariah tersebut. Secara garis besar, bank Syariah tersebut dibagi menjadi dua, yakni Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank) dan Lembaga Investasi dalam bentuk International Holding Companies. Pada periode tahun 1970 an negara islam telah banyak yang medirikan lembaga keuangan syariah, seperti Mesir, Sudan, Dubai, Pakistan, Iran, Turki, Bangladesh, Malaysia, dan termasuk Indonesia pada decade 1990-an.
Pada awal tahun 1979, Pakistan telah berhasil mendirikan bank syariah. Pada tahun ini sistem bunga telah dihapuskan dari tiga institusi penting, yang sebelumnya menggunakan sistem bunga, yakni National Invesment , House Building Finance Corporation dan Mutual Fund of the Investment Corporation of Pakistan. Pada tahun 1981 Undang-Undang perbankan Syariah telah ditetapkan dengan skema mudharabah dan murabahah. Pada tahun ini pula mulai beroperasi tujuh ribu cabang bank syariah di seluruh Pakistan dan pada tahun 1985, seluruh sistem perbankan syariah telah dikonversi ke dalam sistem Syariah.
Di Mesir bank Syariah pertama kali didirikan pada tahun 1978 dengan nama Faisal Islamic Bank. Kemudian menyusul bank syariah lain yakni Islamic Development Bank for Invesment and Development. Kedua bank ini memberikan layanan keuangan dengan jaringan yang luas. Kedua bank ini terutama beroperasi menggunakan jasa perbankan untuk perdagangan, bank komersial serta bank investasi. Faisal Islamic bank telah membukukan hasil yang mengesankan pada tahun 1986 dengan total asset 2 Milyar Dollar AS dan laba bersih senilai 106 juta Dollar AS.
Di Istanbul dan Siprus juga telah beroperasi bank Syariah pada tahun 1983 dengan nama Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) dan Faisal Islamic Investment Corporation. Pada awal operasionalnya bank ini menggunakan skema pembiayaan murabahah. Kemudian dikembangkan skema mudharabah dan musyarakah dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank konvensional. Bank ini telah berhasil mendorong masyarakat Istanbul untuk menabung. Dengan layanan mobil keliling yang mendatangi desa-desa, pabrik dan swkolah bank ini cukup mendapat sambutan dari masyarakat. selain dana produktif dan komersial, bank ini juga mengelola dana sosial berupa zakat untuk pembiayaan al qordhul hasan.
Pada tahun 1977 di Kuwait berdiri bank Syariah dengan nama Finance House. Bank ini sejaka awal operasinya telah menggunakan sistem bagi hasil. Perkembanganyya cukup menggembirakan. Dalam dua tahun operasinya, dana masyarakat yang berhasil dihimpun meningkat cukup pesat dari KD 149 juta menjadi KD 474. Pada akhir tahun 1985 total asetnya telah mencapai KD 803 juta dengan laba bersih mencapai KD 17juta.
Di Bahrain telah banyak beroperasi bank-bank syariah seperti Faisal Islamic Bank of Bahrain, City Islamic Bank of Bahrain dan Al Barokah Bank. Bahrain merupakan bank syariah terbesar di kawasan Timur Tengah. Dari 220 bank yang beroperasi 22 diantaranya dengan sistem syariah. Di Uni Emirat Arab, telah berdiri bank syariah dengan nama Dubai Islamic Bank pada tahun 1975, investasinya banyak dalam bidang perumahan, industri dan aktivitas komersial lainnya.
Bank Islam di Malaysia berdiri pada tahun 1983 dengan nama Bank Islam Malaysia Berhad (BIMD) yang 30 % sahamnya dimiliki oleh pemerintah federal. Pada tahun 1999 bank ini telah memiliki cabang di setiap negara bagian dan kota-kota di seluruh Malaysia. Hingga saat ini, saham mayoritasnya dipegang oleh Lembaga Urusan dan tabung Haji. Pada tahun 1999 telah berdiri bank syariah baru dengan nama Bank Bumi Putera Muammalah yang merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera. Di negeri ini, pemerintahnya telah memberlakukan dua sistem perbankan syariah, yakni full pledge Islamic banking dan Islamic windows.
Di Turki, meskipun pemerintahnya menggunakan ideologi sekuler, namun bank islam terhitung berdiri lebih awal yakni pada tahun1984, dengan nama Faisal Finance Institution. Di samping bank syariah Turki juga memiliki banyak badan wakaf.
Di Iran, ide mendirikan bank syariah sudah dimulai sejak terjadinya revolusi Islam yang dipimpin Ayatullah Khomaini tahun 1979. Namun secara riil, baru berdiri pada tahun1984. Proses pendirian bank syariah di Iran dimulai dengan perubahan Undang-Undang perbankan pada tahun 1983. Islamisasi sistem keuangan dan perbankan di Iran terjadi setelah UU baru tersebut disetujui pada tahun 1983, sehingga seluruh institusi keuangan Iran telah berubah menjadi Syariah sejak 1983.\
Sedangkan di Indonesia, pembicaraan mengenai bank syariah sudah dimulai sejak tahun 1980-an. Namun prakarsa lebih khusus baru dimulai pada tahun 1990. Dimulai dari adanya Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil Lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas lebih lanjut dalam Musyawarah Nasional IV (MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid jaya Jakarta. Hasil Munas membentuk tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank syariah di Indonesia.
Hasil kerja tim ini membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, yakni berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 dan mulai beroperasi pada September 1992. Meskipun pada awal pendirian BMI belum mendapat perhatian yang cukup, baik dari pemerintah maupun industri perbankan, namun keberadaannya telah menorehkan sejarah yang sangat baik dalam perbankan nasional. Keberhasilannya untuk terus tumbuh dan berkembang serta selamat dari badai krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, telah megilhami pemerintah untuk memberikan perhatian yang cukup dan mengaturnya secara lebih luas dalam undang-undang, serta memacu segera berdirinya bank-bank syariah yang lain baik dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun Windows Syariah untuk bank umum.
E. Lembaga Keuangan Non Bank
Lembaga ini memiliki misi keumatan yang jelas. Sistem operasionalnya menggunakan syariah Islam, hanya produk dan manajemannya sedikit berbeda dengan industri perbankan. Lembaga tersebut meliputi : Asuransi Syariah, Reksa Dana Syariah, Pegadaian, Koperasi Simpan Pinjam serta Baitul Maal Wa Tamwil. Diantara lembaga tersebut yang terkait langsung dengan upaya pengentasan kemiskinan adalah Baitul Maal Wa Tamwil.
Untuk memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah, dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Nama perkreditan sesungguhnya tidak tepat, karena bank Islam tidak melayani perkreditan tetapi pembiayaan, sehingga penggunaan nama perlu dipertimbangkan. Istilah perkreditan menjadi makna pembiyaan menjadi kabur. Harapan kepada BPRS menjadi sangat besar mengingat cakupan bisnis bank ini lebih kecil. Sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelintir orang , yakni para pemiliki modal. Komitmen untuk membantu meningkatkan derajat hidup masyarakat bawah mengalami kendala baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari sisi hukum, prosedur peminjaman bank umum dengan BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis.
BMT sebagai lembaga keungan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat secara luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial bahkan agama. Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu menjangkau lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al Quran memberikan aturan-aturan dasar, supaya transaksi ekonomi tidak sampai melanggar norma/etika. Lebih jauh dari itu, transaksi ekonomi dan keuangan lebih berorientasi pada keadilan dan kemakmuran umat. Sebagai lembaga dengan struktur organisasi yang jelas,Islam juga menekankan pentingnya akhlak/etika. Merujuk pada ciri-ciri organisasi modern seperti; transparansi dan akuntabilitas, keterbukaan, egalitarianism, profesionalisme, dan pertanggungjawaban, juga mendapat perhatian yang serius. Setelah Muhammad SAW dilantik menjadi Rasul, perlu adanya membuat perkumpulan/organisasi. Dengan adanya organisasi rencana dakwah dan ekspansinya akan lebih mudah disosialisasikan. Pada tahap awal penyiaran Islam, beliau membentuk Darul Arqom. Yakni organisasi dakwah yangn didalamnya dilakukakn pengkaderan secara intensif untuk membentuk pribadi muslin yang tangguh. Lemnaga keuangan pada masa rasul yaitu Baitul Maal Tamwil dan Wilayatul Hizbah dan semakin berjalannya waktu terbentuk lembaga keuangan modern. Perkembangan Bank Syariah di Negara Islam yaitu berada pada Negara Pakistan, Mesir,Istanbul, Kuwait, Bahrain.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ridwan, Muhammad. 2004, Manajemen Baitul Maal Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press
Jurnal :
Idwal. B. Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah. Bengkulu
Minggu, 14 April 2019
Makalah Lembaga Keuangan Dalam Ekonomi Islam Masa Rasul Khulafaurasyidin Sampai Sekarang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar