Minggu, 14 April 2019

Sejarah pemikiran ekonomi periode 1 sampai 3

Khoirun Nissa Afina
63020180064

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemikiran ekonomi islam adalah respon para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al-Quran dan Sunnah juga oleh Ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka. Pemikiran merupakan sebuah proses kemanusiaan, namun ajaran Al-Quran dan Sunnah bukanlah pemikiran manusia. Yang menjadi objek kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran Al-Quran dan Sunnah tentang ekonomi tetapi pemikiran ilmuwan Islam tentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran Al-Quran dan Sunnah tentang ekonomi.
Setelah perkembangan pemikiran ekonomi Islam pasca Rasulullah SAW dan khulafaurrasyidin, muncul perkembangan pada abad pertengahan yang dibagi menjadi 3 periode yang didasarkan atas nama tokoh ekonomi Islam. 3 periode tersebut antara lain Ekonomi Islam periode awal Islam sampao 1058 M, periode kedua dan periode ketiga.
Dengan demikian sejarah pemikiran ekonomi Islam adalah bahagimana usaha manusia dalam menginterpretasi dan mengaplikasikan ajaran Al-Quran dan Sunnah pada waktu dan tempat tertentu dan bagaimana orang-orang terdahuluj mencoba memahami dan mengamati kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, penulis akan menyusun makalah dengan judul Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Periode Klasik.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai :
1. Siapa saja tokoh pemikiran ekonomi Islam pada periode klasik atau pertama?
2. Bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi Islam pada periode klasik atau pertama?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui siapa saja tokoh pemikiran ekonomi islam pada periode klasik/pertama.
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi Islam pada periode klasik/pertama.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Klasik
Ekonomi klasik merupakan fase pertama atau fase awal abad sampai dengan abad ke- 5 H atau abad ke-11 Masehi yang dikenal sebagai fase dasar – dasar ekonomi islam yang dirintis oleh para fukaha, didikuti oleh sufi dan kemudian oleh filosof. Pada awalnya pemikiran mereka berasal dari orang yang berbeda, tapi kemudian hari para ahli harus mempunyai dasar pengetahuan dari ketiga rintisan tersebut. Tujuan mereka tidak terbatas pada penggambaran dan penjelasan fenomena ekonomi. Namun demikian, dengan mengacu pada al-quran dan hadist nabi, mereka mengeksplorasi maslahah (utility) dan mafsadah (disutility) yang terkait dengan aktivitas ekonomi. Pemikiran yang timbul terfokus pada manfaat sesuatu yang dianjurkan dan kerugian bila melaksanakan sesuatu yang dilarang agama. Pemaparan ekonomi para fukaha tersebut mayoritas bersifat normative dengan wawasan postif ketika berbicara tentang perilaku yang adil, kebijakan yang baik,dan batasan – batasan yang diperbolehkan dalam kaitannya dengan permasakahan dunia.
Konteks pemikiran ekonomi islam klasik yang dimaksud dalam bab ini adalah pemikiran ulama muslim dengan pemikiran ekonomi islam setelah era Rasulullah SAW. Dan khulafaur Rasyidin.[1]
1. Tokoh –tokoh Pemikiran Islam
a. Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)
Ya’qub bin Ibrahim bin habib bin khunais bin sa’ad Al-Anshari Al-Jalbi Al Kufi-Al-Baghdadi atau yang lebih dikenal sebgai Abu Yusuf lahir di Kufah pada tahun 113 h (731 M) dan meninggal dunia pada tahun 182 H (798 M) di Bgahdad. Sejak kecil ,ia mempunyai minat yang sangat kuat terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini dipengaruhi oleh suasana kufah yang pada saat itu merupakan salah satu pusat perdaban islam, tempat yang didatangi para cendekiawan muslim dari seluruh penjuru dunia untuk saling bertukar pokiran tentang berbagai bidang keilmuan. Abu usuf tumbuh sebagai seorang alim ulama yang dihormati bimbingannya kepada ulama besar. Karena ketekunanya dan kecerdasannya, berbagai pendapat Abu Yusuf dijadikan sebagai auan dalam kehidupan masyarakat. Sebagai salah seatu bentuk penghormatan den pengakuan pemerintah atas keluasan dan kedalamn ilmunnya, lalu Abu yusuf meluangkanwaktu untuk menulis ditengah kesibukan mengajar dan birokrasi. Beberapa karya tulisannya yang penting yaitu: Al-Jawami’, Ar-radd’ala Siyar Al-Auza’i, ikhtilaf Abi Hanifah wa ibn Abi-Laila, Adab Al-Qadhi,dan Al-kharaj.
Salah satu karya Abu Yusuf yang snagat monumental adalah kitab Al-Kharaj (buku tentang perpajakan dan pertanian). Negara mengambil bagian dari hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian. Dalam hal pajak ia telah meletakkan prinsip-prinsip yang jelas yang berabad-abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Poin kontroversial dalam analisi ekonomi Abu Yusuf ialah pada masalah pengendalian harga (tas’ir). Ia menentang penguasa yang menetapkan harga. Argumennya didasarkan pada Sunnah Rosul. Abu Yusuf menyatkan bahwa hasil panen yang berlmpah bukan alasan untuk menurunkan harga panen dan,sebaliknya, kelangkaan tidak mengakibatkan hargannya melambung.
Salah satu pemikiran Abu Yusuf ialah tentanfg analisis ekonomi adalah mengenai masalah pengendalian harga ia menentang penguasa yang menetapkan harga di pasar. Penguasa pada masa itu cenderung memecahkan masalah kenaikan harga dengan menambah pasokan bahan makanan dan menghindari kontrol harga.
Secra umum berdasarkan penjelasan tersebut, pemikiran ekonomi, yang dikemukakan oleh Abu Yusuf :
1) Negara memegang peran penting dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, serta harus dibiayai oleh negara.
2) Menurut Abu Yusuf, dapat saja harga-harga tetap mahal ketika persediaan barang melimpah, sementara harga akan murah walaupun persediaan barang berkurang.
3) Merekomendasikan penggunaan sistem muqasamah (proportional tax) daripada sistem miahah (fixed tax) pada pemungutan pajak pertanian.
4) Merekomendasikan agara pemerintahan segera mengehentikan praktik sistem qabalah karena pengumpulan pajak yang dilakukan secara langsung, akan mendatangkan pemasukan yang lebih besar.
5) Abu Yusuf mementang penetapan harga yang dilakukan oleh penguasa dan lebih menyukai pengendalian pasar dibandingkan denga pengendalian harga.[2]
b. Abu Ubaid (150 -224 H)
Abu Ubaid bernama lengkap Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-Harawi Al-Azadi Al-Baghdadi. Ia lahir pada tahun 150 H di kota Harrah Khurasan, sebelah barat laut Afganistan. Ayahnya keturunan Byzantium yang menjadi maula suku Azad. Pada umur 20 tahun Bau Ubaid berkelana untuk menuntut ilmu ke berbbagai kota, seperti Khfah, Basarah, dan Baghdad. Ilmu yang dipelajari adalah ilmu tata Bahasa arab,qira’at, tafsir,hadis dan fiqih. Pada tahun 192 H Abu Ubaid diangkat oleh gubernur Thugur sebagai qadi (hakim). Seteklah itu penulis kitab Al-Amwal ini tinggal Baghdad selama 10 tahun, pada tahun 219 H , setekah berhaji ia mentap di Makah  sampai wafat. Ia wafat pada tahun 224 H.
Abu Ubai terkenal sebagai ahli hadis dan ahli fiqih terkemuka pada masa hidupnya. Hal yang menjadi fokus perhatian Abu Ubaid dalam kkitabnya yang terkenal yaitu Al-Amwal yang berkaitan dengan standar etika plolitik suatu pemerintahan daripada efisensi pengelolaanya.
Bagian- bagian baba pada kitab Al-Amwal yaitu:
1) Pada bab awal membahas tentang hak dan kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya serta hak dan kewajiban rakyat terhadap pemrintah
2) Bab kedua menguraikan bebrbagai jenis pemasukan negara yang dipercayakan pada penguasa atas nama rakyat serta bergbagai landasan hukumnya dalam Al-quran dan Sunnah.
3) Bab ketiga membahas tentang pendapatan atau penerimaan fai. [2]
Salah satu ciri kitab Al-Amwal yaitu pemnbahasan tentang timbangan dan ukuran, yang biasa digunakan dalam menghitung beberapa kewajiban agama yang berkaitan dengan harta atau denda, dalam satu bab khusus. Dalam  bab ini Abu Ubaid juga menceritakan tentang usaha khalifah Abdul Al-Malik ibn Marwan dalam melakukan standardisadi dari berbagai jenis mata uang yang ada dalam sirkulasi (Kallek,1998 dalam Karim,2010.)
Secara umum pemikan ekonomi yang diajukan oleh Abu Ubaid adalah sebagai berikut:
1) Negra memiliki sumber pendapatan yang utama dari fai,khums, dan ahadaqah serta pendistribusian atas bebrbagai pendapatan negara tersebut kepada masyarakat.
2) Kepntingan individu apabila bebrbenturan dengan kepentingan publik, kenpentingan public harus diutamakan.
3) Pendistribuan yang bebeda atas kelompok bahwa pembagian harta zakat harus dilakukan urban mendapatkan hak yang lebih dibandingkan dengan badui karena sumbangsihnya terhadap negara.
4) Menentang pednapat yang menyatakan bahwa pembagian harta zakat harus dilakukan secara merata di antara delapan kelompok penerima zakat dan cenderung menentukan suatu batas tertinggi terhadap bagian perorangan.
5) Fungsi uang yang hanya sebagai sarana pertukarab (medium of exchange) dan saran penyimpanan nilai (store of value).
6) Konsep timbangan dan ukuran dalam trasnsaksi ekonomi.[3]
c. Al – Mawardi ( 364-450 H/974-1058 M)
Al-Mawadi Al-Basri Asy-Syafi’I lahir dikota Basrah pada tahun 364 H (974 M). Setelah kembali ke Baghdad, ia diangkat sebagai hakim agung pada masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim bin Amirillah Al-Abbasi.
Pemikiran ekonomi Islam Al-Mawardi tersebar pada tiga karya tulisnya, yaitu Kitab Adab Ad-Dunya wa Ad-Din, Al-Hawi, dan Al-Ahkam As-Sulthaniyyah. Al-Ahkam As-Sulthaniyyahmerupakan kitab yang paling komprehensif dalam mempresentasikan pokok-pokok pemikiran ekonomi yang terletak pada pendapat mereka tentang pembebanan pajak tambahan dan dibolehkannya peminjaman public.
Teori keuangan public selalu berkaitan dengan peran Negara dalam kehidupan ekonomi. Al – Mawardi berpendapat bahwa Negara harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. Tugas-tugas Negara dalam pemenuhan kebutuhan dasar adalah sebagai berikut (karim,2010):
1) Melindungi agama,
2) Menegakkan hokum dan stabilitas
3) Memelihara batas Negara Islam,
4) Menyediakan iklim ekonomi yang kondusif,
5) Menyediakan administrasi public, peradilan, dan pelaksanaan hokum Islam,
6) Mengumpulkan pendapat dari berbagai sumber dan menaikkan dengan menerapkan pajak baru.
7) Membelanjakan dana-dana baitul mal untuk berbagai tujuan yang telah menjadi kewajibannya.
Menurut Al-Mawardi, atas penilaian karaj harus bervariasi sesuai dengan factor-faktor yang menentukan kemampuan tanah dalam membayar pajak, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman, dan sistem irigasi, serta jarak antara tanah yang menjadi obyek karaj pasar. Al-Mawardi menyarankan menggunakan metode salah satu dari ketiga metode yang pernah diterapkan dalam sejarah Islam, yaitu:
1) Metode misahah, yaitu metode penerapan kharaj berdasarkan ukuran tanah,
2) Metode penetapan karaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami,
3) Metode musaqah, yaitu metode penerapan kharaj berdasarkan presentase dari hasil produksi. [6]
d. Zaid Bin Ali (80-120 H/ 699-728 M)
Zayd bin Ali juga merupakan ahli fiqh yang terkenal di Madinah. Zayd bin Ali juga sebagai tokoh penggagas awal penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai.[3]
Pengakuan bahwa Zayd bin Ali sebagai ahli fiqh pernah diucapkan oleh Iman Abu Hanifah yang pernah berguru selama 2 tahun, yaitu:
“Aku kenal Imam Zayd bin Ali sebagaimana aku kenal tentang keluarganya. Di masanya tidak pernah seorang yang lebih ahli dalam fiqh daripada beliau. Dan aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih luas ilmu dan pengetahuannya, lebih cepat menjawab dan lebih terang penjelasannya daripada beliau, jarang sekali mendapati orang semacam beliau.’’
Beberapa pandangan dan pengetahuannya tentang isu-isu ekonomi yang telah dipaparkan oleh Abu Zahra, Zayd bin Ali memperbolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Zayd tidak membolehkan harga yang ditangguhkan pembayarannya lebih tinggi dari pembayaran tunai.  
Dasar-dasar pemikiran ekonomi Imam Zayd bin Ali adalah menyatakan keabsahan jual beli secara tangguh dengan harga yang lebih daripada jual beli tunai. Pemikiran ini menjadi salah pijakan mendapat tentang menetapkan kelebihan harga yang lebih tinggi pada jual beli secara kredit ataupun tangguh atau tertunda.[5]
Beliau tidak memperbolehkan harga yang ditangguhkan pembayarnya lebih tinggi dari pembayaran tunai, sebagaimana halnya penambahan pembayaran dalam penundaan pengembalian pinjaman. Setiap penambahan terhadap penundaan pembayaran adalah riba. Tidak ada perbedaan antara pengucapan:
“Engkau  membayarnya sekarang atau memberi lebih sebagai pengganti pemindaian. Menjual pada tingkat harga yang lebih tinggi dari pada tunai karena penundaan pembayaran adalah sama dan itu adalaah riba.”[6]
Prinsipnya jenis transaksi barang atau jasa yang halal kalau didasarkanatas suka sama suka diperbolehkan. Sebagai mana firman Allah dalam surat An-Nisa (4) ayat 29 yaitu:
“Hai orang-orang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
Dalam kegiatan perniagaan yang didasarkan pada penjualan kredit, perlu diperhatikan bahwa para pedagang mendapatkan untung darinya, pendapatan seperti itu adalah bagian dari perniagaan bukan riba. Contohnya, apabila ada harga barang pada saat harga tunainya hanya saru juta rupiah maka dalam harga kreditnya bisa lebih tinggi dari satu juta dan ini merupakan transaksi yang sah. Tapi yang harus diperhatikan dalam transaksi ini menurut Zayd bin Ali adalah keharusannya dilandasi oleh prinsip saling ridha antara kedua belah pihak yang bertransaksi. (Karim, 2004)
Contoh lain dari kesepakatan yang dicapai pada kasus orang yang menjual barang dengan kredit yaitu ada seseorang yang melakukan penambahan pendapatan untuk mempromosikan bisnisnya. Ini adalah sebuah respon terhadap pasar, bukan suatu tindakan diluar apa yang dibutuhkan oleh penjual. Dengan alasan ini penjual dengan kresit bisa menetapka harga yang berbeda untuk waktu pembayaran yang berbeda.
Seseorang yang membeli kredit mendapatkan aset produktif yang dapat memberikan keuntungan, dan mendapatkan keuntungan adalah salah satu dari tujuan perniagaan yang dilakukan oleh peminjam. Dalam persoalan ini, selisih antara  harga tunai dengan harga yang ditangguhkan adalah nilai keuntungan dan disebut suatu yang riba. Masalah tersebut tentu akan berbeda dengan penangguhan pembayaran pinjaman. Seorang yang menjamin suatu pinjaman mendapatkan aset harganya tidak berubah terhadap waktu dengan uang sebagai standart harga.
Harga yang lebih tinggi dalam kasus penjualan dengan kredit berasalan tersebut sudah jauh diselidiki oleh Abu Zahra, namun beliau tidak dapat memberikan bukti kelebihan harga terhadap waktu diperbolehkan. Ketika dalam suatu usaha mengetahui bahwa keadaan harga pasar akan jatuh dimasa depan, maka mereka melakukan penghabisan persediaan dan mendapatkan cash. Seseorang juga boleh menjual dengan cara kredit pada harga yang lebih rendah dari harga aslinya. Bahkan, seseorang boleh menjual dengan harga lebih dan mungkin menghubungkan harga yang rendah dari harga beli baik tunai atau kredit dan harga yang lebih tinggi dengan waktu. Dalam kenyataanya, perbedaan antara dua harga sering tidak dapat diperhitungkan.
Hal yang terpenting dari permasalahan diatas adalah bahwa dalam syari’ah setiap kontrak baik buruknya ditentukan oleh kontrak itu sendiri, tidak dihubungkan dengan kontrak lain. Kontrak jual beli pembayarannya ditangguhkan adalah suatu kontrak itu sendiri dan memiliki hak sendiri untuk diperiksa apakah adil atau tidak tanpa dihubungkan dengan kontrak lain.
Jadi penerapan ekonomi islam dalam pemikiran Zayd bin Ali yaitu:
1.    Menurut Zayd bin Ali, transaksi kredit dapat dibenarkan selama masih dilandasi oleh prinsip saling ridha antar kedua belah pihak.
2.    Penjualan yang dilakukan secara kredit merupakan salah satu bentuk promosi sekaligus respon terhadap permintaan pasar.
3.    Keuntungan dari penjualan kredit adalah kompensasi atas kemudahan yang diperoleh seseorang tanpa harus membayar tunai.
4.    Keuntungan dari jual beli secara kredit tentu berbeda dengan pengambilan keuntungan dari suatu penangguhkan pembayaran pinjaman.
5.    Menurut Zayd, uang tidak dengan sendirinya menghasilkan sesuatu. Ia baru akan dapat menghasilkan jika dan hanya melalui perniagaan.
6.    Keuntungan yang didapat dari penjualan secara kredit tidak serta merta mengindikasikan bahwa harga yang lebih tinggi selalu berkaitan dengan waktu.
7.    Seseorang dapat juga menjual barangnya, baik secara tunai ataupun kredit, dengan harga yang lebih rendah daripada harga pembeliannya.
8.    Seseorang yang menjual secara kredit dapat pula menetapkan harga yang lebih rendah daripada harga pembeliannya.
9.    Dalam syariah, setiap baik buruknya suatu akad ditentukan oleh akad itu sendiri, tidak dihubungkan dengan akad lain.

e. Abu Hanifah (80-150 H/ 767 M)
Abu Hanifah al nu’man ibn Sabit bin Zauti, ahli hukum agama islam dilahirkan di Kuffah 699 M pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Abu hanifah lebih dikenal sebagai Imam Madzab hukum yang rasionalitis dan juga dikenal sebagai penjahit pakaian atau taylor dan pedagang dari Kuffah, dan Irak. Ia seorang non-Arab keturunan Persia. Kakeknya Zauti mengenalkan Sabit kepada Sayyidina Ali.
Abu Hanifa mengalami pemerintahan sepuluh khalifah umayyah, termasuk Umar bin Abdul Aziz yang bertahta ketika Abu Hanifa baru berusia 18tahun. Abu Hanifa juga pernah melihat dua khalifah abbasiyah, saffah, dan Mansur. Kesibukan Abu Hanifa terutama pada kegiatan perdagangan, ia terkenal sangat jujur.
Menjelang akhir hidupnya, Abu Hanifa di penjarakan oleh Khalifah Abbasiyah, Abu ja’far Al- Mansur karena menolak menerima jabatan sebagai qadla atau hakim kerajaan Abbasiyah. Namun menurut pendpat lain, dia di masukkan ke sel karena diduga mendukung Zaidiyah (sebuah faksi dari mazhab Syi’ah) yang begitu sering menentang Dinasti Abbasiyah.
Abu Hanifa meninggal pada tahun 150 H, tahun di masa Imam Syafi’i lahir. Beliau di makamkan di pemakaman umum khaizaran. Ikut meninggalkan beberapa karya tulis, antara lain al – Makharif fi al – Fiqih, al- musnada , sebuah kitab hadits yang di kumpulkan oleh muridnya.
Beliau menggagas keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-salam dan al-murabahah. Abu Hanifah menyumbangkan beberapa konsep ekonomi yaitu sebagai berikut:
1. Salam
Salam yaitu suatu bentuk transaksi dimana antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang yang beli dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati.
Abu Hanifah mengkritik prosedur kontrak tersebut yang cenderung mengarah kepada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar lebih dulu dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci lebih jauh apa yang harus ketahui dan dinyatakan dengan jelas secara kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi tersebut harus tersedia dipasar selama waktu kontrak dan waktu pengiriman.
2. Murabahah
Untuk menghilangkan ambigus dan perselisihan dalam masalah transaksi. Hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam jual beli maka beliau memberikan contoh, murabahah. Dalam murabahah presentase kenaikan harga didasarkan atas kesepakatan antara penjual dan pembeli terhadap harga pembelian yang pembayarannya diangsur. Pengalaman Abu Hanifah dibidang perdagangan menjadikan beliau dapat menentukan mekanisme yang lebih adil dalam transaksi ini dan transaksi yang sejenis.
3. Muzara’ah
Abu Hanifah sangat perhatian pada orang-orang yang lemah. Abu Hanifah tidak membebaskan perhiasan dari zakat dan akan membebaskan kewajiban membayar zakat bagi pemilik harta yang terlilit hutang beliau tidak memperbolehkan pembagian hasil panen (muzara’ah) dari penggarap kepada pemilik tanah yang tidak menghasilkan apapun. Hal ini dilakukan untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang lemah.
f. Muhammad Bin Hasan Al-Syibani ( 132-189 H/750-804 M)
Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Al-Syaibani para ekonom muslim banyak merujuk pada kitab al-kasb, yang isinya mengenai kasb (pendapatan) dan sumbernya, serta perilaku produksi dan konsumsi. Kitab tersebut kitab yang pertama kali didunia Islam yang membahas permasalahan tersebut. Oleh karena itu, Dr. Al-Janidal menyebut Al-Syaibani sebagai seorang perintis ekonomi Islam. Beberapa pemikiran ekonominya antara lain sebagai berikut:
1) Al-Kasb (Kerja)
Al-Syabani mendefinisikan sebagai cara memperoleh harta melalui cara yang halal (aktivitas produksi). Aktivitas produksi dalam ekonomi Islam tentulah berbeda dengan ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat berkaitan dengan halal-haramnya suatu barang atau jasa. Kegiatan produksi yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai guna suatu barang atau jasa. Sedangkan Islam memandangnya lebih jauh, yakni suatu barang atau jasa akan mempunyai nilai guna apablia mengandung kemaslahatan.
2) Kekayaan dan Kefakiran
Menurutnya sekalipun banyak dalil yang menunjukan keutamaan sifat-sifat kaya, tapi siat-siat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia menyatakan bahwa apabila manusia telah merasa cukup dengan kebutuhannya, kemudian bergegas pada kebajikan dan mencurahkan perhatian pada urusan akhirat adalah lebih baik bagi mereka. Dalam hal ini siat-sifat fakir maksudnya adalah sebagai kondisi yang cukup (kifayah), bukan kondisi meminta-minta (kafayah). Siat-sifat kaya berpotensi menimbulkan kemewahan bagi pemiliknya. Sekalipun begitu, ia tidak menentang gaya hidup yang lebih dari cukup selama kelebihan tersebut hanya dipergunakan untuk kebaikan.
3) Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian
Menurut Al-Syaibani usaha-usaha perekonomian terbagi menjadi 4 macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan industry. Diantara ke-4 tersebut beliau lebih mengutamakan pertanian karena memproduksi sebagai kebuutuhan dasar manusia menunjang untuk melaksanakan kewajibannya.
4) Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi
Al-Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah SWT menciptakan anak-anak Adam AS sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan mampu berdiri kecuali dengan empat perkara; makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Jika empat hal itu tidak diusahakan untuk dipenuhi, ia akan masuk neraka karena manusia tidak akan dapat hidup tanpa keempat hal tersebut. (QS. Al-Jumu’ah[62]:10)
5) Spesialisasi dan distribusi pekerjaan
Al-Syaibani menyatakan bahwa yang fakir membutuhkan orang kaya, dan yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin. Dari hasil tolong-menolong tersebut manusia akan semakin mudah dalam menjalankan ibadah kepada-Nya. Dan apabila seorang tersebut bekerja karena ketaatan kepada Allah atau membantu saudaranya untuk mellaksanakan ibadah kepada-Nya, niscaya itu semua akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya.
Dengan demikian distribusi pekerjaan seperti ini merupakan objek ekonomi yang mempunyai dua aspek sacara bersamaan, yaitu aspek religius dan ekomomis.7


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan yang telah penulis paparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
Ekonomi klasik merupakan fase pertama atau fase awal abad sampai dengan abad ke-5H atau abad ke-11 Masehi yang dikenal sebagai fase dasar–dasar ekonomi islam yang dirintis oleh para fukaha, didikuti oleh sufi dan kemudian oleh filosof. Konteks pemikiran ekonomi islam klasik yang dimaksud dalam bab ini adalah pemikiran ulama muslim dengan pemikiran ekonomi islam setelah era Rasulullah SAW. Dan khulafaur Rasyidin.
5 ulama yang telah disampaikan di atas, yaitu : AbuYusuf (113-182H/731-798), AbuUbaid (150-224H), Al–Ghazali (450-505H/1058-111M), IbnTaimiyah (661-728H/1263-1328M),  Al–Mawardi (364-450H/974-1058M).
Salah satu pemikiran Abu Yusuf ialah tentang analisis ekonomi adalah mengenai masalah pengendalian harga ia menentang penguasa yang menetapkan harga dipasar.
Salah satu cirri kitab Al-Amwal yaitu pembahasan tentang timbangan dan ukuran, yang biasa digunakan dalam menghitung beberapa kewajiban agama yang berkaitan dengan harta atau denda, dalam satu bab khusus.
Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam rangka semua hieraki utulitas individu dan social yang tri parti yakni, kebutuhan (darurat), kesenangan atau kenyamanan (hajat), dari kemewahan.
Ibn Taimiyah termasuk orang yang pertama kali secara khusus menaruh perhatian terhadap permasalahan harga dan adil meskipun istilah tersebut telah ada sejak awal kehadiran Islam.
Al–Mawardi berpendapat bahwa Negara harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum.
B.Saran
Kami sadar terdapat banyaknya ketidaksempurnaan dalam penulisan makalah ini. Oleh sebab itu, kami terbuka atas saran positiv yang dapat membangun dan menyempurnakan makalah ini dan makalah-makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Riyanto, Nur. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik. Bandung : CV Pustaka Setia
Azwar Karim, Adiwarman. 2014. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Mujahidin, Akhmad.2013. Ekonomi Islam Sejarah, Konsep, Instrumen, Negara, dan Pasar. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Abdullah, Boedi. 2010. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung : Pustaka Setia
http;//www.academia.edu/26331860/SEJARAH_PEMIKIRAN_EKONOMI_ISLAM_PERIODE_PERTAMA_450H_1508M

Makalah Lembaga Keuangan Dalam Ekonomi Islam Masa Rasul Khulafaurasyidin Sampai Sekarang

Lembaga Keuangan Dalam Ekonomi Islam Masa Rasul Khulafaurasyidin Sampai Sekarang
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Ahmad Minan Zuhri, S.Pd.I, M.S.I


Disusun Oleh :
Khoirun Nissa Afina (63020180064)


Program Studi S1 Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi Islam Dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu  mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam serta teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca demi penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR 2
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan 6
BAB II 7
PEMBAHASAN 7
A. Konsep Lembaga Keuangan Menurut Al-Quran 7
B. Lembaga Keuangan pada Masa Rasulullah SAW dan KhulafaurRasyidin 9
C. Lembaga Keuangan Semasa Daulah Islam 13
D. Perkembangan Bank Syariah di Negara Islam 16
E. Lembaga Keuangan Non Bank 19
BAB III 20
PENUTUP 20


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Institusi keuangan belum dikenal secara jelas dalam sejarah islam. Namun prinsip-prinsip pertukaran dan pinjam-meminjam sudah ada dan banyak terjadi pada zaman Nabi SAW bahkan sebelumnya. Tidak dipungkiri bahwa kemajuan pembangunan ekonomi dan perdagangan, telah mempengaruhi lahirnya institusi yang berperan dalam lalu lintas keuangan. Para pedagang dan pengusaha sudah tidak mungkin lagi mengurusi keuangannya secara sendiri.
Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan pertumbuhan masyarakat industry modern. Produksi berskala besar dengan kebutuhan investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan lembaga keuangan. Lembaga keuangan merupakan tumpuan bagi para pengusaha untuk mendapatkan tambahan modalnya melalui mekanisme kredit dan menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme saving. Sehingga lembaga keuangan telah memainkan peranan yang sangat besar dalam mendistribusikan sumber-sumber daya ekonomi di kalangan masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya dapat mewakili kepentingan masyarakat yang luas.
Sebagai institusi bisnis, lembaga keuangan ini tidak lepas dari motif laba. Operasional institusi ini senantiasa berusaha mencapai tingkat efisiensi maksimum, sehingga pertumbuhan organisasi dan modalnya dapat mencapai tingkat yang lebih baik. Hal ini mutlak dilakukan karena lembaga keuangan harus memperhatikan kepentingan pemegang saham dan anggota di samping kepentingan para nasabah dan masyarakat. Karena tujuan memaksimalkan laba inilah, maka lembaga keuangan banyak yang menerapkan kebijakan bunga. Penetapan suku bunga akan membuat kepastian yang tinggi. Para pemilik lembaga keuangan tidak mau mengambil resiko dengan pendapatan yang tidak pasti. Mereka cenderung berpikir pragmatis untuk mengamankan bisnisnya. Dengan dasar ini, maka sangat sangat mungkin akan terjadi eksploitasi sumber-sumber keuangan. Distribusi keuangan yang merata sangat sulit diwujudkan. 
B. Rumusan Masalah
` 1. Bagaimana lembaga keuangan dalam Al Qur’an pada masa Khulafaurrasyidin sampai masa   modern?
2.  Bagaimana perkembangan Bank Syariah di Negara Islam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lembaga keuangan dalam Al Qur’an pada masa Khulafaurrasyidin sampai masa modern.
2.  Untuk mengetahui perkembangan Bank Syariah di Negara Islam
3.  Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Lembaga Keuangan Menurut Al-Quran
Al Quran tidak menyebut konsep lembaga keuangan secara eksplisit. Namun penekanan tentang konsep organisasi sebagaimana organisasi keuangan telah terdapat dalam Al Quran. Konsep dasar kerjasama muamalah dengan berbagai cabang kegiatannya mendapat perhatian yang cukup banyak dalam Al Quran. Dalam sistem politik misalnya dijumpai istilah qoum untuk menunjukkan adanya kelompok sosial yang berinteraksi satu dengan yang lain. Juga terdapat istilah balad (negeri) untuk menunjukan adanya struktur sosial masyarakat dan juga muluk (pemerintahan) untuk menunjukkan pentingnya sebuah pengaturan hubungan antar anggota masyarakat. 
Khusus tentang ekonomi, Al Quran memberikan aturan-aturan dasar, supaya transaksi ekonomi tidak sampai melanggar norma/etika. Lebih jauh dari itu, transaksi ekonomi dan keuangan lebih berorientasi pada keadilan dan kemakmuran umat. Istilah suq (pasar) misalnya menunjukkan tentang betapa aspek pasar (market) harus menjadi fokus bisnis yang penting. Organisasi keuangan dikenal dengan istilah Amil. Badan ini tidak saja berfungsi untuk urusan zakat semata, tetapi memiliki peran yang lebih luas dalam pembangunan ekonomi. Pembagian ghonimah misalnya menunjukkan adanya mekanisme distribusi yang merata dan adil.
Sebagai lembaga dengan struktur organisasi yang jelas,Islam juga menekankan pentingnya akhlak/etika. Merujuk pada ciri-ciri organisasi modern seperti; transparansi dan akuntabilitas, keterbukaan, egalitarianism, profesionalisme, dan pertanggungjawaban, juga mendapat perhatian yang serius. Al Quran telah sejak lama memberikan aturan dan prisip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi pembentukan organisasi modern. Prinsip akuntabilitas dan transparansi memberikan arahan bahwa lembaga bisnis harus dapat menunjukkan prinsip keterbukaan dan bebas dari manipulasi. Konsep pencatatan baik laporan keuangan (laba-rugi dan perubahan modal dan administrasi bisnis yang lain) secara jelas diatur dalam Al Quran dalam surat Al Baqarah ayat 282.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai, dalam waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis (akuntan), menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis, enggan menuliskannya, sebagaimana Allah telah mengajarkan (professional)….(QS. Al Baqarah : 282).
Dilihat dari beberapa ciri tersebut, jelaslah bahwa islam menekankan pentingnya pengaturan bisnis yang benar. Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan, jalan mengorganisasi diri dalam sebuah wadah menjadi tuntutan. Lembaga bisnis dalam islam sesungguhnya bukan saja berfungsi sebagai pengumpul modal dan mengakumulasikan laba, tetapi juga berperan dalam pembentukan sistem ekonomi yang lebih adil dan terbebas dari perilaku ekonomi yang zalim. Penjelasan ini dapat kita jumpai dalam Surat Ali Imran ayat 104
“Dan hendaklah kamu adakan sekelompok orang (lembaga bisnis), yang berfungsi untuk mengajak kepad kebajikan, mengajak berbuat baik dan mencegah kemunkaran mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104)
Mengajak kepada kebajikan dapat berarti menuju pada peningkatan kehidupan dan kesejahteraan ekonomi. Berbuat baik dan mencegah kemungkaran berarti juga menciptakan iklim dan sistem bisnis yang islami jauh dari sistem yang anarkis dan eksploitatif.
B. Lembaga Keuangan pada Masa Rasulullah SAW dan KhulafaurRasyidin
Konsep organisasi atau lembaga sesungguhnya sudah dikenal sejak sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul. Darun Nadwah, sebuah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat jahiliyyah dan berfungsi untuk merembuk masalah-masalah kemasyarakatan. Organisasi ini mirip dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Karena didalamnya berkumpul para tokoh dan perwakilan suku. Mereka saling bertukar pikiran dan berdiskusi untuk mencapai titik kesepakatan.
Setelah Muhammad SAW dilantik menjadi Rasul, perlu adanya membuat perkumpulan/organisasi. Dengan adanya organisasi rencana dakwah dan ekspansinya akan lebih mudah disosialisasikan. Pada tahap awal penyiaran Islam, beliau membentuk Darul Arqom. Yakni organisasi dakwah yangn didalamnya dilakukakn pengkaderan secara intensif untuk membentuk pribadi muslin yang tangguh. Sentra kegiatan dimulai dari rumah sahabat Arqom bin Abil Arqom Al Makhzumi yang berada di puncak bukit shafa dan terpencil dari pengintaian orang-orang quraisiy. Peristiwa ini terjadi semenjak tahun kelima dari kenabian
a. Pendirian Baitul Maal
Lembaga Baitul Maal (rumah dana) merupakan lembaga bisnis dan sosial yang pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai penyimpanan. Apa yang dilaksanakan oleh rasul itu merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan ( expenditure) secara transaparan bertujuan seperti apa yang disebut sekarang sebagai welfare oriented . ini merupakan sesuatu yang baru, mengingat pajak-pajak dan pungutan dari masyarakat yang lain dikumpulkan oleh penguasa dan hanya untuk para raja. Para penguasa disekitar jaziriah Arabia seperti Romawi dan Persia menarik upeti dari rakyat dan dibagi untuk para raja dan kepentingan kerajaan. Sedangkan mekanisme Baitul Maal, tidak untuk kepentingan umat Islam, tetapi juga untuk melindungi kepentingan Kafir Dhimmi.
Para ahli ekonomi Islam memiliki sedikit perbedaan dalam menafsirkan baitul maal. Sebagian berpendapat, bahwa baitul maal semcam bank sentral,. Sebagian lagi berpendapat bahwa baitul maal itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara.
Kehadiran lembaga ini membawa pembaharuan yang besar. Dana dana umat, baik yang bersumber dari dana sosial dan tidak wajib seperti sedekah, denda (dam) , dan jugta dana-dana yang wajib seperti zakat, jizyah dll dikumpulkan melalui baitul maal dan disalurkan untuk kepentingan umat.
Baitul Maal merupakan sejenis bank sentral untuk kerajaan. Namun, pola operasionalnya sebatas kepentingan kerajaan seperti mengatur keuangan kerajaan. Model baitul maal ini sistem pengelolaannya sangat sentralistik. Pengelola tertinggi berada di tangan raja. Dibawah raja terdapat gubernur yang membawahi wilayah propinsi masing-masing.
Sedangkan Baitul Maal al Islamin merupakan baitul maal yang berfungsi secara luas untuk kepentingan masyarakat, baik muslim maupun non muslim. Fungsi-fungsi mencakup kesejahteraan seluruh warga tanpa memandang jenis kelamin, ras, dan bahkan agama.
a. Waliyatul Hizbah
Waliyatul Hizbah merupakan lembaga pengontrol pemerintahan pada masa nabi fungsi lembaga kontrol ini dipegang langsung oleh beliau. Konsep lembaga kontrol ini merupakan fenomena  baru bagi masyarakat arab, mengingat pada waktu itu kerajaan hampir sama sekali tidak ada lembaga kontrolnya.
Rasulullah berperan langsung sebagai penyeimbang kegiatan muamalat, baik ekonomi, politik maupun sosial. Rasulullah sering menegur bahkan melarang langsung praktik bisnis yang merusak harga dan menzalimi. Pelarangan riba, monopoli serta menimpun barang dan sejenisnya menjadi bukti nyata bahwa terdapat lembaga pengontrol aktivitas bisnis. Keberadaan lembaga ini menjadi sangat strategis dan penting, mengingat kepentingan umat yang lebih besar.
Diriwatkan dari Anas bahwa ia berkata : “harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabar mengatakan, “ wahai Rasululla, tentukan harga untuk kita. Beliau menjawab : “Allah itu sesungguhnya penentu harga, penahan dan pencurah serta pemberi rezeki”. Aku mengharapkan dapat menemui tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta”.
Lembaga Baitul Maal semakin mapan keberadaannya semasa khalifah kedua Umar bin Khattab.  Khalifah meningkatkan basis pengumpulan dana zakat serta sumber-sumber penerimaaan lainnya. Sistem administrasinya sudah mulai dilakukan penertiban. Umar memiliki kepedulian yang tinggi atas kemakmuran rakyatnya. Dikisahkan bahwa beliau mendatangi langsung rakyatnya yang masih miskin, serta membawakan langsung bahan makanan untuk rakyatnya. Ucapin beliau yang sangat terkenal. “ jika ada keledai yang terperosok di Iraq, ia akan ditannya Tuhan mengapa ia tidak meratakan jalannnya”. 
Terkait dengan masalah pajak, Umar membagi warga negara menjadi dua bagian. Bagian pertama warga negara muslim dan bagian kedua non muslim yang damai. Bagi negara muslim, mereka diwajibkan membayar zakat sedangkan bagi yang dhimmi diwajibkan membayar kharaj dan jizyah.  Bagi muslim diperlakukan hukum Islam dan bagi dhimmi diperlakukan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku. Agar situasi tetap terkendali, Umar menetapkan wilayah jaziriah Arab untuk muslim dan wilayah luar jaziriaharab untuk non muslim. Sedangkan untuk mencapai kemakmuran yang merata, wilayah Syiria yang padat penduduknya  dinyatakan tertutup bagi pendatang baru. Untuk mengelola keuangan negara, khalifah mendirikan Baitul Maal. Pada masa Umar pula mata uang sudah mulai dibuat.
Semasa pemerintah khulafaur Rasyidin , penataan sistem pemerintahan berjlan dengan baik. Agar mekanisme pemerintahan berjalan dengan lancar, dibentuklah organisasi negara Islam (daulah islamiyah) yang garis besarnya sebagai berikut:
1. An Nidham Asy Syiyasi ( organisasi politik ) yang mencakup :
a. Al Khalifah, terkait dengan pemilihan pemimpin/khalifah.
b. Al Wizarah, terkait dengan wazir (menteri) yang bertugas membantu khalifah untuk urusan pemerintahan.
c. Al Khitabah, terkait dengan pengangkatan orang yang mengurusi kesekretariatan negara.
2. An Nidham Al Idary, organisasi tata usaha/administrasi negara, saat itu masih sangat sederhana mencakup pembentukan dewan-dewan, pemimpin propinsi, pos dan jawatan kepolisian.
3. An Nidham Al Maaly, orgaisasi keuangan negara mengelola masuk dan keluarnya keuangan negara. Untuk itu dibentuk Baitul Maal. Termasuk didalamnya sumber-sumber keuangan.
4. An Nidham Al Harby, organisasi ketentaraan yang meliputi susunan tentara, gaji tentara, persenjataan, pengadaan asrama tentara serta benteng-bnteng pertahanan.
5. An Nidham Al Qadho’i , organisasi kehakiman yang mengurusi masalah pengadilan, banding, dan damai.



C. Lembaga Keuangan Semasa Daulah Islam
Wafatnya Ali Bin Abi Thalib, dijadikan kesempatan bagi Muawiyah untuk menguasai pemerintahan islam terbesar. Pada tahun 41/661 M, Muawiyyah memasuki kota kuffah. Sumpah jabatannya di saksikan oleh kedua putra Ali, Hasan dan Husen serta rakyat, sehingga tahun tersebut di kenal dengan tahun jamaah.
Masa pemerintaah Bani umayyah, ekspansi wilayah sangat luas sampai wilayah pemerintahan Romawi. Ada empat departemen pokok yang menentukan jalannya pemerintahaan, pada masa kepemimpinan Abdul Malik Bin Marwan ;
1. Kementerian Pajak Tanah (Diwan Al Khara) yang tugasn mengawasi departemen keuangarn
2. Kementerian Khatam (Diwan Al Khatam) yang bertugas merancang dan mengesahkan ordonansi pemerintahan
3. Kementerian Surat Menyurat (Diwan Ai Rasail) yang bertugas mengurusi pemerintahan daerah dan komunikasi dengan para gubernur
4. Kementerian Perpajakan (Diwan Al Mustagallar) yang bertugas mengurusi masalah perpajakan.
Pada masa Muawiyyah, sistem keuangan negara mengikuti sistem yang telah diterapkan pada masa Khulafaur Rasyidin, yakni memberlakukan pajak tanah (khara) dan pajak kepala (jizyah) kepada para kalir dhinumi serta zakat kepada para penduduk muslim. Pada masa ini terlihat bahwa sudah terdapat lembaga yang bertugas mengatur lalu lintas keuangan negara
Meminjam istilah Siti Maryan (2002), pada masa Muawiyyah telah terjadi reformasi fiskal. Hal ini terlihat dari perubahan kebijakan atas pajak tanah. Semua warga negara baik muslim maupun non muslim di kenakan beban sama untuk membayar pajak tanah.sementara itu pajak kepala hanya berlaku bagi warga non muslin. schingga banyaknya pecnduduk yang masuk Islam secara ekonomis mengurangi pemasukan uang negara. Namun, keberhasilan Muawiyyah dalam menakhlukan byzantium dan impremium Sassani (persi), sesungguhnya menjadikan kemakmuran rakyat sangat melimpah.
Reformasi fiskal yang menimbulkan keresahan di kalangan islam ini terjadinya permbedaan kewajiban pajak antara muslim arab dan non arab. Keresahan ini menimbulkan tuntutan untuk menggulingkan pemerintahannya.
Bani Abbasiyah muncul setelah runtuhnya Bani Umaiyyah. Abu Al Abbas menggerakkan roda revolusi dengan menggunakan ideologi keagamaan untuk meruntuhkan kekuasaan Umaiyah. Beberapa penyebab keberhasilan revolusi ini karena banyak kelompok umat yang sudah tidak mendukung pemerintahan Bani Umaiyah yang korup, sekuler dan hanya memihak kepada sekelompok umat saja.
Pada masa Bani Abbasiyah, disinilah puncak keemasan umat islam. Berbagai kemajuan peradaban abbasiyah disebabkan oleh stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi. Semasa dinasti Abbasiyah telah terjadi perubahan sistem ekonomi dan politik. Dalam bidang politik, para pemimpin dinasti ini bergelar sebagai wakil tuhan (khaifatullah) bukan hanya sebagai wakil rasul (thalifaturrasul) Sebutan Al Mahdi, Ar Rasyid, Al Mansur, Al Hadi untuk para pemimpinnya mengindikasikan bahwa mereka mengklaim dirinya Pada masa Bani Abbasiyah, umat Islam mengalami puncak sebagai wakil tuhan.
Pada masanya dalam bidang ekonomi sangat mengalami kemajuan yang sangat pesat baik bidang moneter maupun fiskal. Salah satunya di dirikankan Baitul maall. Kemudian dalam bidang ilmiah juga mengalami kemajuan yaitu adanya Baitul Hikmah yang dikembangkan oleh Harun Al Rasyid yang berfungsi sebagai tempat pengembangan ilmu. Kemudian Dalam bidang fikih, Buku Maimu Al Figh karya Zaid bin Ali yang herisi tentang fiqih si'ah zindiyah Abu Hanifalh yang disebut-sebut sebagai pengembang mazhab Hana adalah sebagai buku yang pertama kali muncul.
Pada Masa Abbasiyah juga dikenal banyak bermunculan mazhab mazhab fikih. Empat mazhab besar yang kita kenal juga lahir pada masa dinasti ini. Malik Ibnu Anas dari Madinah yang dikenal dengan mazhab imam malik, dipahami pemikirannya dalam kitab Al Muwaththa '. Muhammad Ibn Idris Asy Syafi'i sebagai pendiri mazhab Syafi'iyah menulis kitabnya dengan judul Ar Risalah. Ahnnad bin Hambal sebagai pendiri mazhab Hambali, juga berhasil merumuskan pemikiranya dalam bentuk buku yang terkenal dengan AI Masail, Al Wuru dan Al Zuhd.
Dalam bidang fiskal dan meneter, muncul kitub-kitab besar dan menjadi landasan pangambilan kebijakan ekonomi negara. Kitabul Kharaf yang kemudian menjadi landasan kebijakan fiskal, yang ditulis oleh Abu Yusuf. Kemudian Qadamah Bin ja’far menulis Kitabul Amwaal yang kemudian menjadi pijakan pemerintah di bidang ekonomi moneter. Berbagai riset pembangan ilmu pengetahuan juga banyak yang didanai dan dibuat melalui Bairul Maal.
Keruntuhan Bani Abbasiyah disusul dengan munculnya pemerintahan Islam yang baru di Asia Tengah, Saljuk bin Tuqak.juga berkembang di Cordova yang dipimpin oleh Sasanid dan Turki Utsmani di Istambul. Pada masa ini, Baitul Maal juga masih berfungsi secara maksimal. Bahkan  keuangan Islam dapat stabil terus menerus. uang logam emas dan perak (Dinar / Dirham) yang menjadi kekuatan penyetabil kondisi ekonomi negara.
Namun pemerintahan islam juga tidak bertahan lama. Runtuhnya dinasti Abbasiyyah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Kemunduran demi kemuduran terjadi. Sehingga kekuasaanya dibaghdad musnah. Tentara Serbia Tartar Mongol telah meruntuhkan sendi-sendi pemerintahan Islam. Setelah pemerintahan Islam berhasil ditaklukkan, maka praktis segala sistem politik dan ekonomi sesuai kebijakan kolonial Mongol. Mulai dari masa ini keberadaan Baitul maal, sudah tidak dikenal lagi.
D. Perkembangan Bank Syariah di Negara Islam
Kelahiran IDB telah memberikan inspirasi yang sangat berharga bagi pendiran dan perkembangan bank-bank Syariah di berbagai negara islam. Komite ahli IDB kemudian menyusun berbagai peraturan dan perangkat pengawasan, untuk mengakomodasi rencana pendirian bank Syariah tersebut. Secara garis besar, bank Syariah tersebut dibagi menjadi dua, yakni Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank) dan Lembaga Investasi dalam bentuk International Holding Companies. Pada periode tahun 1970 an negara islam telah banyak yang medirikan lembaga keuangan syariah, seperti Mesir, Sudan, Dubai, Pakistan, Iran, Turki, Bangladesh, Malaysia, dan termasuk Indonesia pada decade 1990-an.
Pada awal tahun 1979, Pakistan telah berhasil mendirikan bank syariah. Pada tahun ini sistem bunga telah dihapuskan dari tiga institusi penting, yang sebelumnya menggunakan sistem bunga, yakni National Invesment , House Building Finance Corporation dan Mutual Fund of the Investment Corporation of Pakistan. Pada tahun 1981 Undang-Undang perbankan Syariah telah ditetapkan dengan skema mudharabah dan murabahah. Pada tahun ini pula mulai beroperasi tujuh ribu cabang bank syariah di seluruh Pakistan dan pada tahun 1985, seluruh sistem perbankan syariah telah dikonversi ke dalam sistem Syariah.
Di Mesir bank Syariah pertama kali didirikan pada tahun 1978 dengan nama Faisal Islamic Bank. Kemudian menyusul bank syariah lain yakni Islamic Development Bank for Invesment and Development. Kedua bank ini memberikan layanan keuangan dengan jaringan yang luas. Kedua bank ini terutama beroperasi menggunakan jasa perbankan untuk perdagangan, bank komersial serta bank investasi. Faisal Islamic bank telah membukukan hasil yang mengesankan pada tahun 1986 dengan total asset 2 Milyar Dollar AS dan laba bersih senilai 106 juta Dollar AS.
Di Istanbul dan Siprus juga telah beroperasi bank Syariah pada tahun 1983 dengan nama Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) dan Faisal Islamic Investment Corporation. Pada awal operasionalnya bank ini menggunakan skema pembiayaan murabahah. Kemudian dikembangkan skema mudharabah dan musyarakah dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank konvensional. Bank ini telah berhasil mendorong masyarakat Istanbul untuk menabung. Dengan layanan mobil keliling yang mendatangi desa-desa, pabrik dan swkolah bank ini cukup mendapat sambutan dari masyarakat. selain dana produktif dan komersial, bank ini juga mengelola dana sosial berupa zakat untuk pembiayaan al qordhul hasan.
Pada tahun 1977 di Kuwait berdiri bank Syariah dengan nama Finance House. Bank ini sejaka awal operasinya telah menggunakan sistem bagi hasil. Perkembanganyya cukup menggembirakan. Dalam dua tahun operasinya, dana masyarakat yang berhasil dihimpun meningkat cukup pesat dari KD 149 juta menjadi KD 474. Pada akhir tahun 1985 total asetnya telah mencapai KD 803 juta dengan laba bersih mencapai KD 17juta.
Di Bahrain telah banyak beroperasi bank-bank syariah seperti Faisal Islamic Bank of Bahrain, City Islamic Bank of Bahrain dan Al Barokah Bank. Bahrain merupakan bank syariah terbesar di kawasan Timur Tengah. Dari 220 bank yang beroperasi 22 diantaranya dengan sistem syariah. Di Uni Emirat Arab, telah berdiri bank syariah dengan nama Dubai Islamic Bank pada tahun 1975, investasinya banyak dalam bidang perumahan, industri dan aktivitas komersial lainnya.
Bank Islam di Malaysia berdiri pada tahun 1983 dengan nama Bank Islam Malaysia Berhad (BIMD) yang 30 % sahamnya dimiliki oleh pemerintah federal. Pada tahun 1999 bank ini telah memiliki cabang di setiap negara bagian dan kota-kota di seluruh Malaysia. Hingga saat ini, saham mayoritasnya dipegang oleh Lembaga Urusan dan tabung Haji. Pada tahun 1999 telah berdiri bank syariah baru dengan nama Bank Bumi Putera Muammalah yang merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera. Di negeri ini, pemerintahnya telah memberlakukan dua sistem perbankan syariah, yakni full pledge Islamic banking dan Islamic windows.
Di Turki, meskipun pemerintahnya menggunakan ideologi sekuler, namun bank islam terhitung berdiri lebih awal yakni pada tahun1984, dengan nama Faisal Finance Institution. Di samping bank syariah Turki juga memiliki banyak badan wakaf.
Di Iran, ide mendirikan bank syariah sudah dimulai sejak terjadinya revolusi Islam yang dipimpin Ayatullah Khomaini tahun 1979. Namun secara riil, baru berdiri pada tahun1984. Proses pendirian bank syariah di Iran dimulai dengan perubahan Undang-Undang perbankan pada tahun 1983. Islamisasi sistem keuangan dan perbankan di Iran terjadi setelah UU baru tersebut disetujui pada tahun 1983, sehingga seluruh institusi keuangan Iran telah berubah menjadi Syariah sejak 1983.\
Sedangkan di Indonesia, pembicaraan mengenai bank syariah sudah dimulai sejak tahun 1980-an. Namun prakarsa lebih khusus baru dimulai pada tahun 1990. Dimulai dari adanya Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil Lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas lebih lanjut dalam Musyawarah Nasional IV (MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid jaya Jakarta. Hasil Munas membentuk tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank syariah di Indonesia.
Hasil kerja tim ini membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, yakni berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 dan mulai beroperasi pada September 1992. Meskipun pada awal pendirian BMI belum mendapat perhatian yang cukup, baik dari pemerintah maupun industri perbankan, namun keberadaannya telah menorehkan sejarah yang sangat baik dalam perbankan nasional. Keberhasilannya untuk terus tumbuh dan berkembang serta selamat dari badai krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, telah megilhami pemerintah untuk memberikan perhatian yang cukup dan mengaturnya secara lebih luas dalam undang-undang, serta memacu segera berdirinya bank-bank syariah yang lain baik dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun Windows Syariah untuk bank umum. 
E. Lembaga Keuangan Non Bank
Lembaga ini memiliki misi keumatan yang jelas. Sistem operasionalnya menggunakan syariah Islam, hanya produk dan manajemannya sedikit berbeda dengan industri perbankan. Lembaga tersebut meliputi : Asuransi Syariah, Reksa Dana Syariah, Pegadaian, Koperasi Simpan Pinjam serta Baitul Maal Wa Tamwil. Diantara lembaga tersebut yang terkait langsung dengan upaya pengentasan kemiskinan adalah Baitul Maal Wa Tamwil.
Untuk memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah, dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Nama perkreditan sesungguhnya tidak tepat, karena bank Islam tidak melayani perkreditan tetapi pembiayaan, sehingga penggunaan nama perlu dipertimbangkan. Istilah perkreditan menjadi makna pembiyaan menjadi kabur. Harapan kepada BPRS menjadi sangat besar mengingat cakupan bisnis bank ini lebih kecil. Sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelintir orang , yakni para pemiliki modal. Komitmen untuk membantu meningkatkan derajat hidup masyarakat bawah mengalami kendala baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari sisi hukum, prosedur peminjaman bank umum dengan BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis.
BMT sebagai lembaga keungan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat secara luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial bahkan agama. Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu menjangkau lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun.



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Al Quran memberikan aturan-aturan dasar, supaya transaksi ekonomi tidak sampai melanggar norma/etika. Lebih jauh dari itu, transaksi ekonomi dan keuangan lebih berorientasi pada keadilan dan kemakmuran umat. Sebagai lembaga dengan struktur organisasi yang jelas,Islam juga menekankan pentingnya akhlak/etika. Merujuk pada ciri-ciri organisasi modern seperti; transparansi dan akuntabilitas, keterbukaan, egalitarianism, profesionalisme, dan pertanggungjawaban, juga mendapat perhatian yang serius. Setelah Muhammad SAW dilantik menjadi Rasul, perlu adanya membuat perkumpulan/organisasi. Dengan adanya organisasi rencana dakwah dan ekspansinya akan lebih mudah disosialisasikan. Pada tahap awal penyiaran Islam, beliau membentuk Darul Arqom. Yakni organisasi dakwah yangn didalamnya dilakukakn pengkaderan secara intensif untuk membentuk pribadi muslin yang tangguh. Lemnaga keuangan pada masa rasul yaitu Baitul Maal Tamwil dan Wilayatul Hizbah dan semakin berjalannya waktu terbentuk lembaga keuangan modern. Perkembangan Bank Syariah di Negara Islam yaitu berada pada Negara Pakistan, Mesir,Istanbul, Kuwait, Bahrain.







DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ridwan, Muhammad. 2004, Manajemen Baitul Maal Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press
Jurnal :
Idwal. B. Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah. Bengkulu








MAKALAH SEJARAH PERADABAN DAN PEMIKIRAN EKONOMI

SEJARAH PERADABAN DAN PEMIKIRAN EKONOMI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”
Dosen pengampu: Ahmad Minan Zuhri, S.Pd.I.,M.S.I.



Di susun oleh:
Khoirun Nissa Afina (63020180064)




JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA




KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kami panjat kan puja dan puji syukur atas kehadiran Nya. yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah dan inayah Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami selaku pembuat makalah mengucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Minan Zuhri S.Pdi., M.Si. selaku dosen pengampu. Terlepas dari semua itu,kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya,oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang sejarah peradaban dan ekonomi islam ini dapat memberikan manfaat bagi pemaca.
Wassalamualaikum wr.wb.

Salatiga,  Maret 2019







DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
1. Perkembangan Ekonomi Klasik Al Ghazali 5
2. Perkembangan Ekonomi Klasik Ibnu Taimiyah 10
3. Perkembangan Ekonomi Klasik Ibnu Khaldun 13
BAB III PENUTUP 17
   Kesimpulan 17
DAFTAR PUSTAKA 18
















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada periode kedua yang dimulai pada abad ke-11 sampai abad ke-15 masehi dikenal sebagai fase cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Para cendekiawan muslim di masa ini mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana umat melaksanakan kegiatan ekonomi yang seharusnya berlandaskan al-quran dan hadis. Pada saat bersamaan, mereka menghadapi realistispolitik yang ditanddai oleh dua hal: pertama, disintegrasi pusat kekuasaan Bani Abbasiyah dan terbaginya kerajaan ke dalam beberapa kekuatan regional yangmayoritas didasarkan pada kekuatan dibandingkan rakyat, kedua merebaknya korupsi di kalangan para pengusaha diiringi dengan dekandensi moral dikalangan masyarakat yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin. Pada masa ini, wilayah kekuasaan islam yang terbentang dari Maroko dan Spanyol di barat hingga India di timur telah melahirkan berbagai pusat kegiatan intelektual. Tokoh-tokoh pemikir ekonmi islam pada periode kedua antaralain oleh Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun.

B. Rumusan masalah
A. Bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi klasik pada periode kedua ?
B. Siapa tokoh-tokoh pemikiran ekonomi ?
C. Apa perkembangan pemikiran islam kontemporer ?

C. Tujuan
A. Mengetahui tentang perkembangan pemikiran ekonomi klasik pada periode kedua
B. Mengetahui tokoh-tokoh dalam ekonomi islam
C. Mengetahui perkembangan pemikiran islam kontemporer








BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan Pemikiran Ekonomi Klasik
Fase Kedua ( 450-850 H/1058-1466 M)
Tiga tokoh utama dalam sejarah dan memberikan kontribusi pemikiran ekonomi :

1. Imam Al-Ghazali (451-505 H/1055/1111 M)
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil diKhurusan, Iran, pada tahun 450 H (1058 M). Sejak kecil, Imam Al-Ghazali hidup dalam dunia tasawuf ia tumbuh dan berkembang dalam asuhan seorang sufi, setelah ayahnya yang juga seorang sufi meninggal dunia.
Sejak muda, Al-Ghazali sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Ia pertama-tama belajar bahasa Arab dan fiqih di kota Tus, kemeudian pergi ke kota Jurjan untuk belajar dasar-dasar Usul Fiqih. Setelah kembali ke Kota Tus selama beberapa waktu, ia pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiahnya. Di kota ini, Al-Ghazali belajar kepada Al-Haramain Abu Madrasah Nizhamiyah di Naisabur. Namun, pekerjaan ini hanya berlangsung selama dua tahun. Ia kembali lagi ke Kota Tus ntuk memberikan madrasah lagi para fuquha dan mutashawwin. Al-Ghazali memilih kota ini untuk menghabiskan waktu dan energinya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, hingga meninggal dunia pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H dan 19 Desember 1111 M.
Beberapa peneliti mengangkat gagasan dari kitabnya Ihya ‘ulum Ad-Din (The Revival of Religious Science). Antara lain tentang fungsi uang sebagai alat tukar dan larangan riba al-fadl, A Ghazali melarang karena bertentangan dengan sifat dan fungsi uang yang dirancang untuk memudahkan pertukaran.
Kitab Ihya Ulum Ad-Din, surat berisi dengan aspek-aspek tasawuf, juga mengandung teori-teori ekonomi yang tetap relevan hingga sekarang. Uang dirancang untuk memudahkan pertukaran, maka perdagangan uang menurut Al Ghazali sama dengan memenjarahkan uang yang diperdagangkan, mskin sedikit uang dapat berfungsi sebagai alat tukar.
 Karya-Karya
Al- Ghazali merupakan sosok ilmuan dan penulis yang sangat produktif. Berbagai tulisanya telah banyak menarik perhatian dunia, baik dari kalagan muslim ataupun non-muslim , dan karayanya telah banyak di terjemakan kedalam bahasa, seperti latin , spanyol,yahudi, prancis, jerman , dan inggris di jadikan refrensi kurang lebih  44 pemikir barat. AL-Ghazali di perkirakan mempunyai 300 buah karya tulis yang meliputi berbagai disiplin ilmu seperti Logika, Filsafat , Moral, Tafsir, Fiqih, Ilmu-Ilmu Alquran, Taswuf;Politik, Administrasi Dan Perilaku Ekonomi. Namun demikian, yang hingga kini hanya 84 buah. Di antaranya adalah Ihya’ullum Al-Din , Al-Munqidz Min Al-Dhalal,Tafafut Al-Falasifah,Minhaj Al-‘Abidin , Zawa’id Al-Aqaid ,Al-Mustashfa Min’ilm Al-Ushul, Mizan Al-Amal,Miskat Al-Anwar, Kimia Al-Sa’adah, Al-Wajis,Syifa Al-Ghalil , Dan Al-Tibr Al-Masbuk Fi Nasihat Al-Muluk.
 Pemikiran ekonomi
Seperti halnya para cendekiawan muslim terdahulu, perhatian AL-Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang tertentu tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. tidak ada karya tulisnya ynag perhatianya berfokus pada ekonomi islam . perhatianya di bidang ekonomi itu terkandung dalam berbagi study fiqihnya , karena ekonomi islam, pada hakikatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fiqih islam.
Pemikiran sosio ekonomi AL-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai”fungasi kesejahteraan sosial islami’. Tema yang menjadi pangkal tolak seluruh karyanya adalah konsep maslahat atau kesejahteraan sosial atau utilitas(kebaikan bersama), yakni sebuah konsep yang erat antara individu dengan masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, seseorang penulis telah menyatakan bahwa AL-Ghazali telah menemukan sebuah konsep fungsi kesejahteraan sosial yang sulit di runtuhkan dan yang telah di rindukan oleh para ekonomi kontemporer. AL-Ghazali mengindentifikasi semua masalah baik yang berupa maslaih(utilitas, manfaat ) maupun mafasid (disutulitas kerusakan) dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. selanjutnya, ia mendefinisikan fungsi sosial dalam kerangka hierarki kebutuhan individu dan sosial.
AL-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah heriaki utilitas individu dan sosial yang tripatite, yakni kebutuhan (daruriat), kesenangan atau kenyamanan (hajat), dan kemewahan (tah sinaat). hierarki tersebut merupakan sebuah klasifikasi peningalan tradisi aristotelian yang di sebut sebagai kebutuhan terhadap barang-barang eksternal dan kebutuhan terhadap barang-barang psikis.  Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan terhadap makanan, pakaian dan perumahan namun demikian , AL- Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar yang demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat bahkan dapat mencakup kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis. kelompok-kelompok kebutuhan kedua terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi di butuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup.  kelompok ketiga mencakup kegiatan-kegiatan  dan hal-hal yang lebih jauh dari sekedar kenyamanan saja meliputi hal-hal yang melengkapi , menerangi atau menghiasi hidup. Beberapa tema ekonomi yang dapat di angkat  : 
1. Pertukaran sukarela dan Evolusi pasar
- Penawaran dan laba :AL-Ghazali menunjuk pada kurva pernawaran ber-slope posistif ketika menyatakan bahwa jika petani tidak mendapatkan pembeli bagi produk-produnya, ia akan menjualnya pada harga redah. pemahamannya temtang kekuatan pasar terlihat jelas ketika membicarakan harga makanan yang tinggi , ia menyatakan bahwa harga tersebut harusdi di dor0ng ke bawah dengan menurunkan permintaan yang berarti mengeser kurva permintaan ke kiri. AL-Ghazali bersiakp sangat kritis terhadap laba yang belebihan. menuruutnya jika seseorang pembeli menawarkan harga yang lebih tinggi daripada harga yang berlaku , penjual hars menolakny karena laba akan menjadi belebihan- wlaupaun hal itu bukanlah suatu kezaliman jika tidak ada penipuan di dalamnya. berkaitan dengan hal ini ia menyatakan bahwa laba normal seharusnya berkisarantara 5 sampai 10 persen dari harga barang . lebih jauh ia mnekankan bahwa penjual seharusnya di dorong oleh “laba” yang akan di peroleh dari pasar yang “hakiki” yakni akhirat.
- Etika perilaku pasar : AL-Ghazali bersiakp sangat kritis terhadap laba yang belebihan. menuruutnya jika seseorang pembeli menawarkan harga yang lebih tinggi daripada harga yang berlaku , penjual hars menolakny karena laba akan menjadi belebihan- wlaupaun hal itu bukanlah suatu kezaliman jika tidak ada penipuan di dalamnya. berkaitan dengan hal ini ia menyatakan bahwa laba normal seharusnya berkisarantara 5 sampai 10 persen dari harga barang . lebih jauh ia mnekankan bahwa penjual seharusnya di dorong oleh “laba” yang akan di peroleh dari pasar yang “hakiki” yakni akhirat.
2. Aktivitas produksi
- Produksi barang-barang kebutuhan dasar sebagai kewajiban sosial : Seperti yang telah di kemukakan AL-Ghazali menganggap kerja sebagai bagian dari ibadah seseorang. bahkan secara khusus ia memandang bahwa produksi barang-barang kebutuhan dasar sebagai kewajiban sosial. Hal ini berarti jika telah ada sekelompok orang yang berkecimpung di dunia usaha yang memproduksi barang-barang tersebut dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan masyarakat,  maka kewajiban masyarakat telah terpenuhi.Dalam hal ini pada prinsipnya, negara harus beratnggung jawab dalam menjamin kebutuhan masyarakat terhadap barang-barang kebutuhan pokok.
- Hierarki produksi : Klasifikasi aktivitas produksi yang di berikan AL-Ghazali hampir mirip dengan klasifikasi yang terdaoat dalam pembahasan kontemporer, yakni primer (agrikultur), sekunder (manufaktur ), tersier(jasa). secra garis besar, ia membagi aktivitas produksi kedalam tiga kelompok berikut :
• Industri dasar, yakni industri-industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia. kelompok ini terdiri dari empat jenis aktivitas, yakni agrokultur untuk makanan , tekstil untuk pakaian, kontruksi untuk perumahan, dan aktifitas negara termasuk penyediaan infastruktur, khususnya untuk memfasilitasi produk kebutuahn barng-barang pokok dan untuk meningkatakan kerja sama dan koordinasi antar pihak-pihak yang terlibat dalam produksi.
• Aktivitas penyokong, yakni aktivitas yang bersiafat tambahan bagi industri dasr, seperti industri baja, eksplorasi dan pengembangan tambang serta sumber daya hutan.
• Aktvitas komplementer yang berkaitan dengan industri dasar, seperti penggilingan dan pembakaran produk-produk agrikultur
3. Barter dan evolusi uang

- Pemalsuan dan penurunan nilai uang : Menurut sejarah emas dan perak merupakan logam terpenting aynag di gunkanan sebagai uamg komonditas. Pemerintah mulai menncetak koin-koin ini untuk menghindari penimbangan yang memakan baiya yang tinggi setiap kali terjadi transaksi. Uang dapat di produksi secara pribadi hanya dengan membawa standar uang komonitas, dulunya muatan logam suatu koin sama nialinya dengan nilai koin tersebut sebagi uang.Atas dasr ini jika di temukan lebih banyak emas dan perak, persediaan uang akan naik demikian juga harga akan naik, dan nilaimuang akan turun. Hal sebalinya terjadi bila persediaan e,mas dan perak trun . Demikian penjelasan sederhan mengenai siklus inflasioner- deflasioner di bawah standar uang komonditas.
AL-Ghazali berpendapat bahwa jika penurunan niali uang terjadi karena kecurangan, pelakunyaharus di hukum. Namun, bila pencampuran logam dalam koin merupakan tindakan resmi negara dan di ketahui oleh semua, pengunanya, hal ini dapat di terima. Dengan demikian ia memperbolehkan kemungkinan uang resenfatif (token money),  sperti yang kita kenal dalam istilah modern  sebuah pemikiran yang mengantarkan kitapda apa yang di sebut sebagai teori uang feodalistis yang menyatkan bahwa hak berkendara publik untuk mengubah muatan logam dalam mata uang monopoli penguasa feodal
4. Peranan negara dan keuangan publik
- Keuangan publik : AL-Ghazali memberikan penjelasan yang rinci mengenai peran dan fungsi keuangan publik. Tidak seperti mayoritas ilmuan lainya, pembahsan yang di lakukan AL-Ghazali cukup simetris. Ia memperhatikan kedua sisi anggaran baik sisi pendpatan maupun sisi pengeluaran.
2. Ibnu taimiyyah
Ibnu Taimiyah yang bernama langkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim lahir di kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi.Ayah, paman dan kakeknya merupakan ulam besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku. Brkat kecerdasan dan kejeniusanya, Ibnu Taimiyah yang masih berusia sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir, hadis, fiqih, matematika, dan filsafat serta berhasil menjadi yang terbaik diantara teman-temanseperguruanya.
Kehidupan Ibnu Taimiyah tiadk hanya terbatas pada dunia buku dan kata-kata. Ketika kondisi menginginkanya, tanpa ragu-ragu ia turut serta dalam dunia politik dan urusan publik. Penghormatanya begitu besar yang diberikan kepada Ibnu Taimiyah membuat sebagian oarang menjadi iri dan berusaha untuk menjatuhkan dirinya.Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah yangdilontarkanparapenentanganya.
Selama dalam tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhenti untuk mengajar dan menulis.Bahkan, ketika penguasa mencabut haknya untuk menulis dengan cara pena dan kertasnya, ia tetap menulis dengan menggunakan batu arang. Ibnu Taimiyah telah meninggal dunia didalam tahanan pada tanggal 26 September 1328 M (20 Dzul Qaidah 728 H) setelah mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.
 Pemikiran ekonomi
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syar’ayyah fi Ishlah ar-Ra’i wa ar-Ra’iyah dan al-Hisbah fi al-Islam.
1. Harga yang Adil Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga
- Harga yang adil : Konsep harga yang adil pada hakikatnya tekah ada digunakan sejak awal kehadiran islam. Alquran menekankan keadilan dalam setiap aspak kehidupan umat manusia. Oleh kerena itu, adalah hal yang wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khusnya harga.
- Mekanisme pasar : Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pemahaman yang jelas tantang bagaimana, dalam suatu pasar bebas, harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Pernyataan Ibnu Taimiyah menunjkan pada apa yang dikenal sekarang sebaagai perubahan fungsi penawaran dan permintaan, yakni ketika terjadi peningakatan permintaan pada harga yang sama dan penurunan persediaan pada harga yang sama atau sebaliknya,penurunan permintaan pada harga yang sama dan pertambahan persediaan pada harga yang sama.
- Regulasi harga : Setelah menguraikan secara panjang lebar tentang konsep harga yang adil dan mekanisme pasar, Ibnu Taimiyah melanjutkan pembahasan dengan pemaparan secara detail mengenai konsep kebijakan pengendalian harga oleh pemerintah. Ibnu Taimiyah membedakan dua janis penetapan harga, yakni penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum adalah penetapan harga yang yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan beba,yakni kelangkaan supply dan kenaikan demand.
2. Hak milik
Menurut Ibnu Taimiyah, penggunaan hak milik itu dimungkinkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Hak milik itu, bagi Ibnu Taimiyah adalah sebuah kekuatan yang didasari atas syariah untuk menggunakan sebuah objek, tetapi kekuatan itu sangat bervariasi dalam bentuk dan jenisnya. Misalnya, sesekali kekuatan itu lengkap sehingga pemilik benda itu berhak menjualnya atau memberikannya kepada orang lain. Tetapi, sesekali kekuatan itu tak lengkap karena hak dari si pemilik itu terbatas. Hak terbagi menjadi 3 yaitu :
a)      Hak Milik Individu
Menurut Ibnu Taimiyah, seseorang yang hanya bertujuan mengumpulkan harta kekayaan, ibaratnya seperti Qarun. Dan setiap individu tidak boleh menggunakan hak miliknya yang bisa menimbulkan kerugian bagi tetangganya.
b)      Hak Milik sosial atau kolektif
Jika harta kekayaan itu dimiliki oleh dua orang atau lebih, mereka bisa saja menggunakannya sesuai aturan yang mereka tetapkan bersama. Tidak boleh ada pihak yang merasa dirugikan. Jika salah satu pasangan berusaha mengembangkan harta tersebut guna kepentingan bersama maka pihak yang lain pun harus memberikan konstribusinya dan bekerjasama untuk itu.
c)      Hak Milik Negara
Negara membutuhkan hak milik untuk memperoleh pendapatan, sumber-sumber penghasilan dan kekuasan untuk melaksanakan kewajibannya, seperti untuk menyelenggarakan pendidikan, memelihara keadilan. Menurut Ibnu Taimiyah, sumber utama dari pendapatan Negara adalah zakat dan harta barang rampasan perang.
3. Ibnu khaldun
Ibn Khaldun yang bernama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin ibn Khaldun lahir di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Berdasarkan silsilahnya, Ibn Khaldun masih mempunyai hubungan darah dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat nabi yang terkemuka. Keluarga Ibn Khaldun yang berasal dari Hadramaut, Yaman, ini terkenal sebagai keluarga yang berpengetahuan luas dan berpangkat serta menduduki berbagai jabatan tinggi kenegaraan. Seperti halnya tradisi yang sedang berkembang di masa itu, Ibn Khaldun mengawali pelajaran daari ayah kandungnya sendiri. Setelah itu, ia pergi berguru kepada para ulama terkemuka, seperti Abu Abidillah Muhammad bin Al-Arabi Al-Hashayiri, Abu Al-Abbas Ahmad ibn Al-Qushshar, Abu Abdillah Muhammad Al-Jiyani, dan Abu Abidillah Muhammad ibn Ibrahim Al-Abili, untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, seperti tata bahasa Arab, hadis, fiqih, teologi, logika, ilmu alam, matematika, dan astronomi.
Dari tahun 1375 M sampai 1378 M, ia menjalani pensiunnya di Gal’at Ibn Salamah, sebuah puri di provinsi Oran, dan mulai menulis sejarah dunia dengan muqaddimah sebagai volume pertamanya. Pada tahun 1378 M, karena ingin mencari bahan dari buku-buku di berbagai perpustakaan besar, Ibn Khaldun mendapatkan izin dari Pemerintah Hafsid untuk kembali ke Tunisia. Di sana, hingga tahun 1382 M ketika berangkat ke Iskandariah, ia menjadi guru besar ilmu hukum. Sisa hidupnya dihabiskan di Kairo hingga ia wafat pada tanggal 17 Maret 1406 M.
 Karya – karya
Karya terbesar Ibn Khaldun adalah Al-Ibar (Sejarah Dunia). Karya ini terdiri dari tiga buah buku yang terbagi ke dalam tujuh volume, yakni Muqaddimah (satu volume), Al-Ibar (4 volume) dan Al-Ta’rif bi Ibn Khaldun (2 volume). Secara garis besar, karya ini merupakan sejarah umum tentang kehidupan bangsa Arab, Yahudi, Yunani, Romawi, Bizantium, Persia, Goth, dan semua bangsa yang dikenal masa itu.
Namun demikian, Ibn Khaldun menguraikan dengan panjang lebar teori produksi, teori nilai, teori distribusi, dan teori siklus-siklus yang kesemuanya bergabung menjadi teori ekonomi umum yang koheren yang menjadi kerangka sejarahnya.
 Pemikiran ekonomi
1. Teori produksi
Bagi Ibnu Khaldun, produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara social dan internasional.
• Tabiat Manusiawi dari Produksi
Pada satu sisi, manusia adalah binatang ekonomi. Tujuannya adalah produksi. Manusia dapat didefinisikan dari segi produksi :“ Manusia dibedakan dari makhluk hidup lainnya dari segi upaya (nya) mencari penghidupan dan perhatiannya pada berbagai jalan untuk mencapai dan memperoleh sarana- sarana (kehidupan).”Karena itu, manusia harus melakukan produksi guna mencukupi kebutuhan hidupnya, dan produksi berasal dari tenaga manusia.
• Organisasi Sosial dari Produksi
Ibnu Khaldun menganjurkan sebuah organisasi social dari produksi dalam bentuk spesialisasi pekerja. Hanya spesialisasi saja yang memberikan produktivitas yang tinggi. Hal ini perlu untuk penghasilan dari suatu penghidupan yang layak. Hanya pembagian kerja yang memungkinkan terjadinya suatu surplus dan perdagangan antara para produsen.
2. Teori nilai uang dan harga
Ibn Khaldun, dalam Muqadimmah-nya, menguraikan teori nilai, uang, dan harga. Karena itu, Ibn khaldun menguraikan suatu teori nilai yang berdasarkan tenaga kerja, sebuah teori tentang uang yang kuantitatif dan sebuah teori tentang harga yang ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Teori tentang harga ini mengantarkannya untuk menganalisis fenomena distribusi.
3. Teori distribusi
Harga suatu produk terdiri dari  tiga unsur : gaji, laba, dan pajak. Setiap unsur ini adalah imbal jasa bagi setiap kelompok dalam masyarakat. Gaji adalah imbal jasa untuk produsen, laba adalah imbal jasa untuk pedagang, dan pajak adalah imbal jasa untuk pegawai negeri dan penguasa.
1.)   Pendapat tentang penggajian elemen-elemeni tersebut
- Gaji : Karena nilai suatu produk adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya, gaji merupakan unsur utama dari harga barang-barang. Harga tenaga kerja adalah basis harga suatu barang.
- Laba : Laba adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang diperoleh oleh pedagang. Namun, selisih ini bergantung pada hukum permintaan dan penawaran, yang menentukan harga beli melalui gaji dan menentukan harga jual melalui pasar.
- Pajak : Pajak bervariasi menurut kekayaan penguasa dan penduduknya. Karenanya, jumlah pajak ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap produk, yang pada gilirannya menetukan pendapatan penduduk dan kesiapannya untuk membayar.
2.) Eksistensi distribusi optimum
- Gaji : Bila gaji terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak mengalami peningkatan. Jika gaji terlalu tinggi, akan terjadi tekanan inflasi dan produsen kehilangan minat untuk bekerja.
- Laba : Jika laba sangat rendah, pedagang terpaksa melikuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat memperbaruinya karena tidak ada modal. Jika laba terlalu tinggi, para pedagang akan melikuidasi saham-sahamnya pula dan tidak dapat memperbaruinya karena tekanan inflasi.
- Pajak : Jika pajak terlalu rendah, pemerintah tidak dapat menjalani fungsinya. Jika pajak terlalu tinggi, tekanan fiscal menjadi terlalu kuat, sehingga laba para pedagang dan produsen menurun dan hilanglah insentif mereka untuk bekerja
4. Teori siklus
Menurut Ibn Khaldun, produksi bergantung kepada penawaran dan permintaan terhadap produk. Produsen adalah populasi aktif. Varibel penentu pada produksi adalah populasi serta pendapatan dan belanja Negara, keuangan public. Namun menurut Ibn Khaldun populasi dan keuangan publik harus menaati hukum yang tidak dapat ditawar-tawar dan selalu berfluktuasi.
Jadi, terdapat siklus populasi di kota-kota. Populasi mengalami pertumbuhan dan dalam pertumbuhannya, mengakibatkan peningkatan permintaan dan produksi yang pada gilirannya membawa imigran baru. Namun, pertumbuhan ini terlalu besar dibandingkan kemungkinan daya dukung geografis dan produksi agrikultur kota tersebut, dan populasi akan menurun secara alamiah. Siklus populasi ini menentukan siklus ekonomi, karena populasi adalah factor produksi yang terutama.[





















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan pemikiran ekonomi Islam setelah masa Rosulullah dan Kulafaurasyidin, kemudian muncul pemikiran-pemikiran baru dimana pemikiran-pemikiran ekonomi islam ini menimbulkan banyak argumen dan perdebatan didalamnya. Pemikiran-pemikiran tentang ekonomi islam pada masa pertengahan ini terbagi menjadi beberapa periode yaitu periode pertama, kedua, ketiga dan periode kontemporer yang dibarengi dengan periode modern/ sekarang.
Dari beberapa periode tersebut terdapat beberapa ekonom muslim yang mempelopori pemikiran Ekonomi antara lain Ekonomi Islam periode kedua (1058-1446M) Tokohnya antara lain : Al-Ghazali (1111), Ibnu Taimiyah (1328), Ibnu Khaldun (1040).
Sejumlah pakar ekonomi terkemuka, mengkritik dan mencemaskan kemampuan ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi di muka bumi ini. Bahkan cukup banyak klaim yang menyebutkan bahwa kapitalisme telah gagal sebagai sistem dan model ekonomi. Oleh karena itu, dengan kegagalan system kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan, maka menjadi keniscayaan bagi umat manusia untuk mendekonstruksi ekonomi kapitalisme menuju system ekonomi yang berkeadilan dan berketuhanan yang dalam hal ini tentu ekonomi Islam patut untuk dipertimbangkan sebagai salah satu alternative dalam merealisasikan kesejahteraan manusia,













DAFTAR PUSTAKA
Azwar karim, Adiwaraman. 2010.sejarah pemikiran ekonomi islam. PT Raja Grafindo Persada: JAKARTA
Mujahidin,Akhmad.2013.Ekonomi Islam.PT RajaGrafindo Persada: JAKARTA
Karim, Adiwarman Azwar. 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.Ed.3.Jakarta:            Raja Grafindo Persada
http://muhammadahdi1234.blogspot.com/?m=1


















MAKALAH SISTEM AKTIVITAS EKONOMI DAN BISNIS MASA KHULAFAUR RASYIDIN

MAKALAH
SISTEM AKTIVITAS EKONOMI DAN BISNIS
MASA KHULAFAUR RASYIDIN



Dosen Pengampu: Ahmad Minan Zuhri, S.Pd.I., M.S.I
Kelas: 4B
Disusun oleh kelompok 3:
Khoirun Nissa Afina (63020180064)



JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Sistem Aktivitas Ekonomi dan Bisnis pada Masa Khulfaur Rasyidin” untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang senantiasa kita nantikan syafaatnya di yaumul akhir. Amin.
Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah ini dengan maksimal dan selesai tepat waktu . Kami ucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman yang sudah mendukung dan membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan lancar.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan pembuatan makalah kedepannya. Dan semoga makalah ini bermanfaat untuk menjadi referensi pembaca.
Salatiga, 24 Maret 2019

Penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR II
DAFTAR ISI III
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan masalah 1
C. Tujuan Penulisan Masalah 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Pada Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq 2
B. Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab Al Faruqi 3
C. Masa Kekhalifahan Usman bin Affan 9
D. Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib 10
BAB III 12
PENUTUP 12
A. KESIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 14



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan islam pada masa-masa awal menuju kejayaan, ternyata bukan hanya berupa perkembangan politik dan militer saja, melainkan perkembangan ekonomi juga memainkan peranan yang penting dalam menopang peradaban. Diungkapkan dalam salah satu artikel bahwa pada masa awal perkembanganny, sector ekonomi yang paling menonjol dan menjadi soko-guru perekonomian adalah sector pertanian dan perdagangan. Sector kerajinan, manufaktur dan pekerjaan kasar juga telah berkembang, tetapi tidak memainkan peranan yang penting.
Tentu bila kita ingin merujuk kepada sejarah ekonomi Syariah, tentunya periode terbaik yang dijadikan rujukan adalah periode Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasidin r.a. Nah pada kesempatan kali ini kelompok kami akan membahas tentang sejarah sisten ekonomi dan fiscal pada masa Khulafaur Rasidin r.a. Dimana terdiri dari masa Khalifah Abu Bakar As- Siddiq, Khalifah Umar Bin Khattan, Khalifah Usman, dan Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana system aktivitas ekonomi dan bisnis pada Masa Abu Bakar Siddiq?
2. Bagaimana system aktivitas ekonomi dan bisnis pada Masa Umar bin Khattab?
3. Bagaimana system aktivitas ekonomi dan bisnis pada Masa Usman bin Affan?
4. Bagaimana system aktivitas ekonomi dan bisnis pada Masa Ali bin Abi Thalib?
C. Tujuan Penulisan Masalah
1. Mengetahui dan memahami system aktivitas ekonomi dan bisnis pada Masa Abu Bakar Siddiq
2. Mengetahui dan memahami system aktivitas ekonomi dan bisnis pada Masa Umar bin Khattab
3. Mengetahui dan memahami system aktivitas ekonomi dan bisnis pada Masa Uman bin Affan
4. Mengetahui dan memahami system aktivitas ekonomi dan bisnis pada Masa Ali bin Abi Thalib
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pada Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq
Hazrat Abu Bakar yang dihormati karena kecerdasannya, pengabdiannya, dan kesetiaannya kepada Rasulullah menyadarkan umatnya terhadap situasi yang kritis akibat ditinggal pemimpin mereka. Akhrinya Abu Bakar terpilih menjadi pemimpin sebagai pengganti Rasulullah yang telah wafat. Selama sekitar 27 bulan dari masa kepemimpinannya, Abu Bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Salah satu suku telah mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya diantara mereka sendiri tanpa sepengetahuan Hazrat Abu Bakar.
Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat. Seperti yang beliau katakan pada Anas (seorang Amil), bahwa “jika seorang yang harus membayar satu unta betina berumur setahun sedangkan dia tidak memilikinya dan ia menawarkan untuk memberikan seekor unta betina yang berumur dua tahun, hal tersebut dapat diterima. Kolektor zakat akan mengembalikan 20 dirham atau dua kambing padanya,” (sebagai kelebihan pembayarannya)  dalam kesempatan yang lain, beliau menginstruksikan pada amil yang sama “kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung, atau kekayaan yan telah digabung tidak dapat dipisahkan (ditakutkan akan terjadi kelebihan pembayaran atau kekurangan penerimaan zakat)”.
Setelah 6 bulan, Abu Bakar pindah ke Madina dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk Baitul maal. System pendistribusian yang lama pada masa Rasulullah, yaitu pendapatan Baitul maal di simpan di Masjid Nabawi kecuali hewan, berapapun uang yang masuk langsung didistribusikan pada saat itu juga termasuk ketika Baitul maal menerima uang sebesar 80.000 dirham dari Bahrain . System tersebut masih terus dilanjutkan pada masa Abu bakar sehingga ketika wafatnya hanya tersisa satu dirham dalam pembendaharaan keuangan.
Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus oleh kekayaan dari Baitul maal ini. Menurut beberapa keterangan, beliau diperbolehkan mengambil dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dari Baitul maal dengan tambahan daging domba dan pakaian biasa. Tunjangan sebesar itu kurang mencukupi kebutuhan keluarga Abu Bakar jadi ditetapkan 2.000 atau 2.500dirham dan menurut keterangan lain yaitu 6.000 dirham per tahun.
Abu Bakar banyak menemui kesulitan ketika mendekati wafatnya, yaitu dalam mengumpulkan pendapatan negara. Beliau bertanya berapa upah yang telah beliau terima, dan diberitahukan bahwa upah yang telah beliau terima selama ini yaitu sebesar 8.000 dirham, beliau lantas memerintahkan untuk menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya untuk pendanaan negara. Kemudian beliau bertanya kembali fasilitas apa saja yang sudah dinikmatinya selama kepemimpinannya, diberitahukan pula kepada beliau fasilitas apa saja yang telah dinikimatinya yaitu seorang budak untuk memelihara anak-anaknya dan membersihkan pedang-pedang kaum muslimin, seekor unta pembawa air dan sehelai kain pakaian biasa. Dan sebelum wafatnya beliau menginstruksikan untuk mengalihkan semua fasilitas tersebut kepada pemimpin yang berikutnya setelah beliau wafat.
B. Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab Al Faruqi
Sebelum wafat, Abu Bakar menominasikan Hazrat Umar sebagai penerusnya dan pencalonan tersebut diterima secara aklamasi. “Masuknya Umar dalam kekhalifahan: tulis Amir Ali “adalah nilai tinggi bagi Islam. Ia adalah seorang yang memiliki moral yang kuat, adil, memiliki energi yang besar dan karakter yang kuat (dan kemampuan administrative)”. 
1. Baitul Maal
Konstribusinya yang besar adalah membentuk perangkat administrasi yang baik untuk menjalankan roda pemerintahan yang besar. Pada tahun 16 H, Amil Bahrain, mengunjungi Madinah dan membawa 500.000dirham kharaj. Itu adalah jumlah yang besar sehingga khalifah mengadakan pertemuan dengan majelis Syura untuk menanyai pendapat mereka dan kemudian diputuskan bersama bahwa jumlah tersebut tidak untuk didistribusikan melainkan untuk disimpan sebagai cadangan darurat membiayai angkatan perang dan kebutuhan lain untuk Ummah. Dan akhirnya didirikanlah Baitul maal yang regular dan permanen untuk menyimpan dana tersebut untuk pertama kali di ibukota dan cabang-cabangnya di ibukota provinsi. Abdullah bin Irqam ditunjuk sebagai pengurus Baitul maal (Menteri keuangan) dan Abdurrahman bin Ubaid Al-Qari serta Muayqab sebagai asistennya. Penghasilan Baitul maal meningkat setelah berhasil menaklukkan Syria, Sawad, dan Mesir yaitu Kharaj dari Sawad mencapai seratus juta dinar dan dari Mesir dua juta dinar.
Baitul maal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiscal Negara Islam dan Khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut tetapi ia tidak diperbolehkan menggunakannya untuk pengeluaran pribadi. Properti Baitul maal dianggap sebagai “harta kaum muslimin”, sedangkan Khalifah dan amil-amilnya hanyalah pemegang kepercayaan. Jadi menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan tunjangan yang berkesinambungan untuk janda, anak yatim-piatu, anak terlantar, membiayai penguburan orang miskin, membayar utang orang-orang bangkrut, membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu.  Bersamaan dengan re organisasi Baitul maal, Umar mendirikan Diwan Islam yang pertama yang disebut al-Divan. Sebenarnya itu adalah kantor yang ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tunjangan-tunjangan lainnya dalam basis yang regular dan tepat. Khalifah juga menunjuk sebuah komite yang terdiri dari Nassab ternama (orang yang ahli dalam sejarah keluarga dan keturunan) untuk membuat laporan sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya. Daftar tersebut disusun dengan urutan sebagai berikut: (a) orang-orang yang mempunyai hubungan dengan Nabi (b) orang-orang yang ikut perang Badar dan Uhud (c) orang-orang ketika mereka imigran ke Abyassina dan Madinah (d) mereka orang-oran yang bertarung dalam Qadisiyya atau yang hadir dalam Huddaybiyya (e) wanita (f) anak-anak (g) dan para budak merekalah semua yang akan diberi tunjangan.
Pertama dalam sejarah dunia dimana pemerintahan menyandang tanggung jawab pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian kepada warganya. System yang mencapur pensiun militer dan politik menjadi satu, dikatakan oleh sejarawan sebagai hal yang menakjubkan.
2. Kepemilikan tanah
Sepanjang pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukkan melalui perjanjian damai. Penaklukkan ini memunculkan permasalahan baru, bagaimana kebijakan yang akan diambil negara tentang kepemilikan tanah yang ditaklukkan. Dalam perjalanan ke Palestina dan Syria Umar mengadakan pertemuan dengan komandan-komandan militer dan pemimpin pasukan di Djabiya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Setelah melalui debat yang Panjang akhirnya Umar memutuskan untuk memperlakukan tanah sebagai fay dengan prinsip yang sama diadopsi untuk kasus-kasus yang akan datang.
Daerah penumpukkan kharaj mencakup bagian yang cukup besar dari kerajaan Roman dan Sassanid, karna itu daerah terelaborasi dibutuhkan untuk penilaian, pengumpulan, dan pendistribusian penghasilan yang diperoleh dari tanah-tanah tersebut. Umar pun mengirimkan Usman Ibn Hunaif Al-Ansari untuk membuat survai batas-batas tanah di Sawad. Berdasarkan hasil survai luas tanah di daerah tersebut yaitu 36 juta Jarib. Setiap jarib dinilai angka dan jumlahnya kemudian dikirimkan proposalnya ke Khalifah untuk persetujuan. 
Umar menetapkan peraturan berikut:
a. Wilayah Iraq yang ditaklukkan dengan kekuatan, menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat, sedangkan bagian yang berada di bawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.
b. Kharaj dibebankan pada semua tanah yang berada di bawah kategori pertama, meskipun pemilik tersebut kemudian memeluk Islam. Jadi tanah tersebut tidak dapat dikonservasikan ke tanah Ushr.
c. Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka membayar kharaj dan jizya.
d. Sisa tanah yang tidak ditempati atau ditanami bila ditanami oleh orang muslim tanah tersebut akan menjadi tanah Ushr.
e. Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar 1dirham dan 1 rafiz (satu ukuran local) gandum dan barley (jenis gandum) dengan anggapan tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah (rempah) dan perkebunan.
f. Di Mesir, menurut sebuah perjanjian Amar, dibebankan 2dinar bahkan hingga 3 irdabb gandum, 2 qist untuk setiap minyak, cuka dan madu dan rancangan ini telah disetujui oelh khalifah.
g. Perjanjian Damaskus menetapkan pembayaran tunai, pembagian tanah dengan muslim. Beban per kepala sebesar 1dinar dan beban jarib (unit berat) yang diproduksi per Jarib (ukuran) tanah.
3. Zakat
Pada masa hidup Nabi yang mulia, jumlah kuda di Arab sangat sedikit terutama yang dimiliki oleh orang Islam karena digunakan untuk keperluan pribadi dan jihad. Pada tahun yang sama di Hudaybiya mereka mempunyai ratusan kuda sekitar dua ratus kuda. karena zakat dibebankan atas barang yang produktivitas, maka “seorang budak atau seekor kuda yg dimiliki muslim telah dibebskan dari zakat”. Pada periode selanjutnya, kegiatan beternak dan memperdagangkan kuda dilakukan secara besar-besaran di Syria dan bagian lain dari daerah kekuasaan. Beberpa kuda mempunyai nilai jual yang tinggi dan orang-orang Islam terlibat dalam perdagangan ini. Sebenarnya zakat atas kuda dan budak itu tidak ada, tetapi mereka orang-orang muslim bersikeras untuk membayar zakat keduanya. Akhirnya gubernur memberikan surat kepada Umar dan Umar pun menginstruksikan Gubernur untuk menarik kembali zakat dari mereka dan mendistribusikannya kepada fakir miskin serta budak-budak. Sejak saat itu zakat atas kuda yaitu sebesar satu dinar.
Umar menetapkan khums-zakat atas   karet yg ditemukan di Semenanjung Yaman, antara Aden dan Mukha dan produk yg lain dari laut karena barang tersebut diperlakukan “sebagai hadiah dari Allah”. Umar membedakan madu yang diperoleh dari ladang. Zakat yang ditetapkan adalah seperduapuluh untuk madu yang pertama dan sepersepuluh untuk madu yang kedua.


4. Ushr
Ushr (pajak) dikumpulkan dari barang-barang sekali setahun. Seorang taghlibi menjual kuda-kudanya dengan sebesar 20.000 dirham, staf Zaid memintanya untuk membayar seibu dirham (5%) sebagai ushr. Jumlah tersebut dibayarkan tetapi kuda tersebut tidak terjual sehingga ia meminta kembali kudanya. Setelah beberapa waktu ia datang kembali dengan kudanya dan pemungut pajak kembali meminta ushr darinya. Orang tersebut menolak untuk membayar dan mengadukan masalah dengan Umar. Setelah mendengar kasusnya Umar menginstruksikan para pejabat untuk tidak menarik ushr dua kali dalam setahun walaupun barang tersebut diperbaharui. Pos pengumpulan ushr berbeda termasuk ibukota. Menurut Said bin Yazid pengumpul ushr di pasar-pasar Madinah, Nabatean yang berdagang di Madianh juga dikenakan pajak pada tingkat yg umum. Tetapi setelah beberapa waktu, Umar menurunkan presentasinya menjadi lima persen untuk minyak dan gandum. Hal ini dilakukan untuk mendorong barang-barang import.
5. Sadaqah untuk nonmuslim
Banu Taghlib adalah suku Arab Kristen yang menderita akibat peperangan. Umar menegnakan jizyah untuk mereka, namun mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar shadaqah. Numan Ibn Zuhra memberikan kasus untuk alasan mereka. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya tidaklah bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi asset negara. Umar pun memanggil mereka dan menggandakan shadaqah yg harus mereka bayar dengan syarat mereka setuju untuk tidak membaptis seorang anak atau memaksanya untuk menerima kepercayaan mereka. Mereka pun menyetujui dan menerima membayar shadaqah ganda. 
6. Koin
Pada masa Nabi dan sepanjang masa Khulafaur Rasyiddin koin mata uang asing dengan berbagai bobot sudah dikenal di Arabia, seperti dinar, dirham, koine mas dan dirham dengan sebuah koin perak. Umar menetapkan bahwa dirham perak seberat 14 qirat atau 70 grain barley. Dus, rasio antara satu dirham dan satu mithqal adalah tujuh per sepuluh.
7. Klasifikasi pendapatan negara
a. Pendapatan pertama yg diperoleh dari zakat dan ushr yg dikenakan terhadap muslim umumnya didistribusikan dalam tingkat local jika kelebihan penerimaan sudah disimpan di Baitul maal psat dan sudah dibagikan ke delapan kelompok yg disebutkan secara jelas dalam alquran.
b. Pendapatan kedua yg diperoleh dari khums dan sadaqah dibagikan pada orang yg sangat membutuhkan dan fakir miskin atau untuk membiayai kegiatan mereka dalam mencari kesejahteraan tanpa diskriminasi.
c. Pendapatan yg diperoleh dari kharja, fay, jizya, ushr dan sewa tetap tahunan tanah-tanah yg diberikan digunakan untuk membayar dana pension dan dana bantuan serta menutupi pengeluaran operasional administrasi, kebutuhan militer dsb.
d. Berbagai mecam pendapatan yg diterima dari semua macam sumber dikeluarkan untuk para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana social lainnya.
8. Pengeluaran
a. Dana pensiun
Dana pensiun ini sebagai gaji regular angkatan bersenjata dan tentara cadangan serta penghargaan bagi orang-orang yg telah berjasa. Beberapa orang yang berjasa diberi pension kehormatan (Sharaf) seperti yg diberikan kepada para istri Rasulullah atau para jandan dan anak-anak pejuang yg telah wafat. Nonmuslim yg bersedia ikut dalam kemiliteran juga mendapatkan dana pension. Dana tersebut meliputi upah yg dibayarkan kepada para pegawai sipil. Khalifah Umar sebagai seorang ahli Badar juga terpilih sebagai penerima dana tersebut sebesar 5.000 dirham. Orang-orang yg tidak ikut dalam kegiatan militer seperti orang-orang Mekkah, petani, peternak atau orang-orang desa yg lain, pedagan pengrajin tidak mendapatkan dana pensiunan. Dana pension dibayarkan dua kali dalam setahun sementara persediaan makanan dikeluarkan setiap bulan. Administrasi pension terdiri dari dua bagian, yaitu berisi catatan sensus dan jumlah penduduk setiap penerima pension dan berisi laporan pendapatan. Dana pension didistribusikan melalui seorang “arif” yg masing-maisng bertanggung jawab atas sepuluh orang penerima dana pension.
b. Dana pertahanan negara
Angkatan bersenjata terdiri dari pasukan berkuda dan prajurit. Pasukan berkuda dipersenjatai dengan pelindung, pedang dan tombak, anak panah dan busur. Pasukan tersebut selalu dilengkapi dengan baik. Perjalanan Panjang dilakukan menggunakan unta. Umar menginstruksikan untuk membangun suatu tempat secara permanen dan distrik, dan oleh karena itu dibangun markas besar militer di Basra, Kufa, Fastal, Qairowan dst. Markas besar juga dibangun juga dibeberapa tempat lainnya. Pengeluaran untuk hal-hal ini termasuk bagian dari pengeluaran untuk pertahanan negara.
c. Dana pembangunan
Jaringan terowongan di Babilonia telah dibuat dan di daerah yg terlupakan Tigris dan Euphrat di bawah pengawasan pejabat pegawai khusus. Untuk memfasilitasi komunikasi langsung antara mesir dan Arab, Umar menggunakan terowongan lama yg tidak terpakai antara sungai Nil dan Laut Merah. Selesainya terowongan ini dapat mempermudah pelayaran kapal-kapal yg memuat padi-padian dari Mesir berlayar ke Yaman dan Jeddah sehingga sangat membantu ketika terjadi bencana kelaparan dan juga harga padi-padian turun secara permanen di pasar Madinah dan Mekkah.
C. Masa Kekhalifahan Usman bin Affan
Khalifah ketiga Usman adalah seorang yg jujur dan saleh tetapi sangat lemah lembut dan tua. Dia adalah salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat Nabi. Pada enam tahun pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistan ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lama setelah negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif diterapkan dalam pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap. 
Dilaporkan bahwa untuk mengamankan zakat dari gangguan dari masalah dalam pemeriksaan kekayaan yg tidak jelas oleh beberapa pengumpul yg nakal, Hazrat Usman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Dalam hubungannya dengan zakat dalam sambutan Ramadhan biasanya beliau mengatakan “Lihat bulan pembayaran zakat telah tiba. Barangsiapa memiliki property dan utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yg dia miliki, apa yg dia utang dan membayar zakat untuk property yg masih tersisa”. Untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana pensiunan dan pembangunan di wilayah taklukkan baru dibutuhkan dana tambahan. Maka dari itu, Khalifah membuat beberapa perubahan administrasi tingkat atas dan mengganti Gubernur Mesir, Busra, Assawad dll digantikan dengan orang-orang yg baru.
Lahan luas yg dimiliki keluarga kerajaan Persia diambil oleh Umar, tetapi dia menyimpannya sebgai lahan negara yg tidak dibagi-bagi. Sementara Usman membaginya kepada individu-individu untuk reklamasi dan untuk kontribusi sebagai bagian yg diprosesnya kepada Baitul maal. Pada masa Usman setelah lahan dibagika kepada individu-individu mengalami peningkatan menjadi limapuluh juta yg awalnya Sembilan juta dirham. Usman juga memperbolehkan menukar lahan tersebut dengan lahan yg ada di Yaman. Pada masa Usman untuk menetapkan pengendalian harga biasanya diadakan diskusi pada waktu jamaah berkumpul (mungkin pada salat Jum’at). Tidak ada perubahan yg terlalu signifikan secara keseluruhan pada situasi ekonomi pada masa Usman selama enam tahun terakhir.
D. Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Hazrat Ali dengan suara bulat terpilih menjadi khalifah. Beliau menguraikan pedoman kebijakannya pada pidatonya yg pertama. Segera setelah pengangkatannya beliau memerintah untuk memberhentikan pejabat yg korup yg sudah ditunjuk oleh Usman, membuka kembali tanah perkebunan yg sudah diberikan kepada orang kesayangan Usman dan mendistribusikan pendapatan sesuai dengan aturan yg sudah ditetapkan Umar. Menurut sebuah riwayat, beliau secara sukarela menarik dirinya dari daftar penerima dana bantuan Baitul maal, bahkan menurut yg lainnya dia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya.
Ketika menjabat sebagai Khalifah, Ali mendistribusikan seluruh pendapatan dan provinsi yg ada di Baitul maal Madinah, Busra dan Kuffah. Nahju Balagha lebih jauh menambahkan “Prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat diperkenalkan. System distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari Kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu semua penghitungan diselesaikan dan pada hari Sabtu dimulai penghitungan baru”. Mungkin cara itu merupakan solusi yg terbaik dipandang dari segi hukum dan keadaan negara yg sedang mengalami perubahan kepemimpinan. Khalifah Ali meningkatkan tunjangan para pengikutnya di Irak. Kurang atau lebih alokasi pengeluaran masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa kepemimpinan Umar. Pengeluaran untuk angkatan laut yg ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan Usman hampir dihilangkan seluruhnya, tetapi dengan adanya penjaga malam dan patrol (dibuat oleh Umar), Khalifah keempat tetap menyediakan polisi regular yg teroganisir yg disebut Shurta dan pemimpinnya diberi gelar Sahibush-Shurta. Fungsi Baitul maal masih sama seperti yg dulu tidak ada perubahan ataupun perkembangan aktivitas.
Khalifah Ali memiliki konsep yg jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah yg berkaitan dengannya. Konsep ini mendeskripsikan tugas kewajiban dan tanggung jawab penguasa, menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan, control atas pejabat tinggi dan staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan jaksa, hakim, dan abdi hukum, menguraikan pendapatan pegawai administrasi dan pengadaan bendahara      







BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pada Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq
Abu Bakar terpilih menjadi pemimpin sebagai pengganti Rasulullah yang telah wafat. Selama sekitar 27 bulan dari masa kepemimpinannya, Abu Bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Salah satu suku telah mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya diantara mereka sendiri tanpa sepengetahuan Hazrat Abu Bakar.
Setelah 6 bulan, Abu Bakar pindah ke Madina dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk Baitul maal. System pendistribusian yang lama pada masa Rasulullah, yaitu pendapatan Baitul maal di simpan di Masjid Nabawi kecuali hewan, berapapun uang yang masuk langsung didistribusikan pada saat itu juga termasuk ketika Baitul maal menerima uang sebesar 80.000dirham dari Bahrain
2. Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab Al Faruqi
Sebelum wafat, Abu Bakar menominasikan Hazrat Umar sebagai penerusnya dan pencalonan tersebut diterima secara aklamasi. “Masuknya Umar dalam kekhalifahan: tulis Amir Ali “adalah nilai tinggi bagi Islam. Ia adalah seorang yang memiliki moral yang kuat, adil, memiliki energi yang besar dan karakter yang kuat (dan kemampuan administrative)”.
a. Baitul Maal
b. Kepemilikan tanah
c. Zakat
d. Ushr
e. Sadaqah untuk nonmuslim
f. Koin
g. Klasifikasi pendapatan negara
h. Pengeluaran


3. Masa Kekhalifahan Usman bin Affan
Khalifah ketiga Usman adalah seorang yg jujur dan saleh tetapi sangat lemah lembut dan tua. Dia adalah salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat Nabi. Pada enam tahun pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistan ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lama setelah negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif diterapkan dalam pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
4. Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Hazrat Ali dengan suara bulat terpilih menjadi khalifah. Beliau menguraikan pedoman kebijakannya pada pidatonya yg pertama. Segera setelah pengangkatannya beliau memerintah untuk memberhentikan pejabat yg korup yg sudah ditunjuk oleh Usman, membuka kembali tanah perkebunan yg sudah diberikan kepada orang kesayangan Usman dan mendistribusikan pendapatan sesuai dengan aturan yg sudah ditetapkan Umar. Menurut sebuah riwayat, beliau secara sukarela menarik dirinya dari daftar penerima dana bantuan Baitul maal, bahkan menurut yg lainnya dia memberikan 5.000dirham setiap tahunnya.













DAFTAR PUSTAKA

Karim, Aiwarman Azwar. 2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. The Internasional Institute of Islamic Thought (IIIT). Jakarta